Grace dan kedua perawat ambulans itu lantas saling bertukar pandang.
"Kami akan membawanya ke rumah sakit untuk di obati. Mungkin Nona Grace akan membutuhkan operasi kecil," Jawab salah satu perawat itu dengan wajah heran.
"Yang mereka katakan benar. Aku akan diobati," Ucap Grace cepat sambil tersenyum kaku pada Adro. Ia tidak ingin orang lain turut mencurigai pria itu sebagai orang gila.
Adro menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk sekali. Kemudian ia melakukan apa yang diminta, yaitu memindahkan Grace dari gendongannya ke atas ranjang besi yang terlihat aneh.
Kemudian, para perawat mulai memasangkan berbagai alat dan tali pada tubuh dan kaki Grace agar ia tidak terjatuh. Setelah selesai, mereka menaikkan gadis itu ke dalam mobil.
Adro menatap tidak percaya pada kereta besi dengan bagian dalam yang sangat aneh dan tidak ada kuda yang menariknya. Sungguh tempat ini luar biasa gila.
"Apa kau ikut naik? Apa kau adalah walinya?" Tanya salah satu perawat pada Adro.
Turut menatap Adro, Grace tidak tahu apakah pria itu akan ikut dengannya atau kembali ke dalam rumah aneh itu. Sesungguhnya, Grace tidak mau ambil pusing karena pria itu pada dasarnya adalah orang asing baginya.
"Aku ikut dengannya," Jawab Adro sembari naik ke dalam mobil.
***
Ambulans melaju dengan cepat membelah jalanan kota yang mulai ramai oleh aktifitas.
Sepanjang jalan, Adro terus melihat ke luar jendela. Ini sungguh adalah dunia yang berbeda. Segalanya terlihat bukan hanya asing, namun aneh. Jalanan, bangunan, dan orang-orang di sini – semuanya jauh berbeda dengan bagian dunia manapun yang pernah ia kunjungi.
"Kenapa benda ini bergerak cepat sekali? Bagaimana ia digerakkan?" Tanya Adro pada kedua perawat yang sedang merawat Grace hingga membuat mereka kebingungan.
"Eum… Itu... Sebenarnya ia baru saja datang dari luar negri. Di Negara asalnya, ia tinggal di pedesaan. Jadi, mobil yang mengebut-ngebut terasa asing baginya." Grace segera mengambil langkah. Ia menyentuh lutut Adro sambil tersenyum kecut dan menggeleng sedikit. Tatapannya penuh arti dan kepanikan.
Adro paham apa isi pikiran Grace. Kini, ia mendapat spekulasi baru bahwa gadis itu mungkin sudah lama tinggal di dunia sihir ini, atau bahkan memang berasal dari sini. Karena itu, ia menurut untuk diam agar tidak dicurigai orang-orang. Adro tidak tahu di mana ia berada sekarang dan seperti apa jenis orang-orang yang tinggal di sini. Jadi ia memutuskan untuk menjaga sikap agar tidak mendatangkan masalah.
"Kalau boleh tahu, apa yang terjadi sehingga kakimu terluka?" Tanya sang perawat.
"Eum... Itu... Aku terjatuh," Jawab Grace mengambang.
"Di dalam mansion terbengkalai itu? Apa yang kau lakukan di dalam sana?" Tanya sang perawat dengan curiga.
Adro yang melihat Grace nampak kesulitan, langsung menyambar, "Kami hanya sedang bermain di sana. Ini bukan seperti melakukan sihir atau apa pun. Dia bukan penyihir."
"Hah?" Sahut mereka bertiga secara serempak dengan wajah tertegun.
Grace segera tertawa garing. "Ahaha.. Maaf. Dia memang suka bercanda. Maksudnya, kami hanya sedang melakukan penelusuran di mansion itu karena gosipnya, dahulu pemilik mansion itu melakukan prakter ritual sehingga rumahnya jadi berhantu. Hahaha.."
"Jadi, pemilik lama mansion itu adalah penyihir?" Adro menatap Grace, memancing kedua perawat itu untuk kembali menatapnya dengan heran.
'KAU KETERLALUAN!' Geram Grace di dalam hati.
Adro benar-benar terus memperburuk keadaan setiap ia membuka mulut. Kini, Grace harus memutar otaknya sembari menahan sakit pada kakinya.
"Hahaha… Ya, ya… Kau memang ahli bercanda. Baiklah, tolong hentikan itu sekarang. Jangan buat aku tertawa lagi karena seluruh tubuhku sedang terasa sakit. Oke?" Grace menatap Adro dengan wajah memohon.
Kedua perawat itu ikut tertawa sambil mengangguk-angguk. "Kalian lucu sekali. Aku tahu gosip tentang mansion itu yang dikatakan berhantu. Tapi masalah ritual-ritual yang kau katakan, belum pernah aku dengar. Lain kali, kalian harus berhati-hati. Mungkin memang membuat penasaran, tapi kalian tidak seharusnya bermain di dalam sana karena mansion itu pasti sudah sangat rapuh." Ucap salah satunya.
"Lalu, apa kalian sepasang kekasih?" Tanya perawat itu lagi.
"Bukan. Aku memiliki calon pengantin yang sedang menunggu di ista-"
"Kami adalah saudara," Grace memotong ucapan Adro secepat kilat. "Ia adalah saudara sepupuku. Ia mengenakan kostum pangeran karena tadi kami sekalian membuat video klip..." bohongnya sebisa mungkin.
Adro menatap Grace penuh tanya. Namun gadis itu malah menatapnya balik sambil menggeleng tipis. Dari bibirnya, ia menyiratkan kata 'Diamlah!' dengan sembunyi-sembunyi.
Menggerutkan dahi, Adro mengangguk tipis. "Ya, dia benar. Kami bersaudara." Ucapnya sambil sesekali melirik gadis yang tengah memijat batang hidungnya sendiri itu.
"Aku bisa gila..." Gumam Grace pelan sementara kakinya terasa semakin berdenyut.
Sampai di rumah sakit, Grace langsung dibawa ke ruang UGD. Sedangkan, Adro tetap mengikutinya sambil terus tercengang dan terkejut atas apa pun yang ia lewati atau melewatinya.
Adro tidak percaya ada bangunan yang sangat tinggi sampai ke langit, bahkan lebih tinggi dari menara tertinggi yang pernah ia lihat. Gilanya lagi, bangunan tinggi tersebut memiliki banyak sekali kaca yang merupakan bahan yang cukup langka di negrinya.
Di dalam bangunan itu, tidak ada obor atau lampu minyak. Lampunya berwarna putih yang berpijar begitu terang. Semua orang berpakaian sangat aneh. Wanita di sini banyak sekali yang mengenakan celana. Pakaian mereka juga berwarna warni, tidak bervariasi, dengan potongan-potongan dan gambar-gambar aneh.
Akhirnya ranjang beroda Grace berhenti, dan ia ditempatkan di sebuah bangsal untuk diperiksa oleh dokter spesialis setelah ia mendapatkan beberapa pengobatan pada luka-luka kecil yang tidak ia sadari ada sejak tadi. Sementara itu, Adro dipersilahkan untuk duduk di sebuah kursi kecil di samping ranjang Grace yang memiliki gorden biru kehijauan di sisi kanan dan kiri.
Grace terus menatap Adro sedari tadi, lalu ia berdehem. "Maaf, tapi apakah kau sudah terpikirkan tentang sebuah petunjuk?"
Menoleh pada Grace, Adro mengangguk pelan. "Sepertinya aku terpental ke sisi dunia lain. Pintu itu jelas adalah pintu sihir. Ia yang membawaku ke sini."
"Dunia lain? Apa kau yakin? Itu tidak masuk akal. Dan tentang sihir… seharusnya tidak ada sihir di dunia ini. Tapi, dengan melihat kau muncul dari pintu itu…" Grace bergumam keheranan.
"Jadi, tidak ada sihir di tempat ini?" Tanya Adro, mendapat gelengan polos dari Grace.
"Lalu, apa kau bisa menjelaskan bagaimana kereta kuda bergerak tanpa kuda dan bagaimana lentera dapat menyala berwarna putih?"
"Itu semua adalah teknologi buatan manusia, bukan sihir. Tidak ada sihir di dunia ini, Tuan Adro." Jawab Grace.
"Teknologi?" Ulang pria itu.
Grace mengangguk. "Um, bagaimana cara menjelaskan ini… Jadi, teknologi adalah hasil penemuan yang dilakukan oleh orang-orang yang mempelajari ilmu fisika, sains, atau komputer. Berbeda dengan sihir, teknologi dapat dijelaskan dengan logika dan sangat masuk akal. Itu juga dapat dipelajari oleh siapapun – yah, meski kau harus cukup pintar dan rajin belajar untuk bisa mendalaminya,"
Mengangguk pelan dengan wajah berpikir, Adro bergumam. "Itu terdengar seperti apa yang alchemist atau tabib lakukan." Lalu ia mengangkat wajahnya untuk kembali menatap Grace. "Kau berkata tidak ada sihir di sini, namun kau terdengar seperti mengetahui tentang sihir. Apa kau percaya pada sihir?"
Grace menggeleng. "Sihir hanyalah sebuah dongeng yang dianggap tidak nyata di sini. Daripada sihir, kami menyebutnya sebagai trik sulap, dan itu hanya dilakukan untuk menghibur orang."
"Maka apa yang terjadi padaku akan terlihat tidak masuk akal bagimu." Ucap Adro. "Di negri asalku, sihir sangat jarang terlihat, namun itu ada. Kami percaya ada penyihir yang bersembunyi di hutan belantara. Dan sekarang aku bisa membuktikannya. Aku harus kembali ke duniaku dan menangkapnya. Ia akan membuat masalah untuk kerajaanku."