Chapter 10 - 10. Mimisan

"Sebenarnya, aku bisa mengusahakan untuk menjadikan kasus ini sebagai kerusakan properti saja. Jadi, Nona Grace tidak perlu mengganti apa pun." Ucap perawat wanita yang menemani kedua tukang reparasi. Ia tersenyum manis kepada Adro.

"Terima kasih atas bantuanmu, nona." Adro membungkuk sedikit dengan menaruh tangan di perutnya sebagai sikap sopan.

"Terima kasih kembali. Sepertinya kau bukan berasal dari sini, yah?" Tanya perawat itu sebelum berdehem, sementara semua orang yang berada di ruangan itu menatapnya dengan muak.

Adro mengangguk. "Aku berasal dari negri yang sangat jauh."

"Ah… Pantas saja kau sangat sopan," Sahutnya malu-malu.

"Mungkin sebaiknya kalian bisa undur diri jika sudah selesai. Temanku harus beristirahat cukup. Ia adalah pasien Yang Sedang Sakit," Sarah menginterupsi obrolan tidak penting itu dengan dibumbui penekanan kata.

Melirik Sarah dengan sinis, sang perawat berdehem dan menyahut, "Kalau begitu kami pamit," kemudian ia melenggang keluar.

"Te-terima kasih, semuanya..." Ucap Garce. Ia mendapat anggukan dari kedua petugas reparasi sebelum mereka berdua ikut keluar dari kamar itu.

"Sialan! Mereka menyebalkan sekali," Umpat Sarah.

"Sarah, kau tidak perlu mengganti apa pun. Jika nanti mereka meminta ganti rugi, akulah yang harus membayarnya." Grace menarik pelan lengan baju gadis itu.

Sarah tersenyum. "Aku hanya menggertak mereka tadi. Tidak perlu khawatir." Jawabnya sambil menyengir kuda.

"Sarah, jangan bicara seakan kejadian seperti ini tidak pernah terjadi. Dahulu, kau benar-benar mengganti rugi kaca pintu mall yang aku pecahkan, ingat?" Grace mengerutkan keningnya.

"Oh, ya! Sebenarnya aku harus segera pergi sekarang. Aku baru ingat ada makan malam bersama kedua orang tuaku," Sarah melirik jam tangan berlapis emas yang melingkari pergelangan tangannya.

Grace menatap Sarah datar. Ia tahu gadis itu sedang mengalihkan pembicaraan. Sarah memang sangat baik dan loyal terhadap sahabatnya hingga sering membuat Grace tidak enak hati atas sikap loyalnya yang berlebihan itu. Namun, Grace tahu, mungkin itulah cara Sarah mengungkapkan rasa sayangnya pada sahabat-sahabatnya, karena setiap orang memiliki cara berbeda-beda dalam menunjukan rasa sayang mereka.

"Eh?" Grace tersadar akan sesuatu. "Ngomong-ngomong, kenapa Bella tidak ikut ke sini? Bukankah tadi kau bilang akan kemari bersamanya?"

"Oh, tadi ia berkata bahwa ia lupa; hari ini ibu pacarnya berulang tahun. Jadi ia harus datang ke pesta itu." Jawab Sarah, lalu mendesah keras sambil menggeleng-geleng. "Anak itu… Sebenarnya ia sahabat macam apa, sih?"

Grace terkekeh sembari meraih tangan halus sahabatnya dan menggenggamnya lembut. "Hey... Dia itu sudah berpacaran dengan Roy selama lima tahun. Wajar saja jika pria itu sangat penting baginya. Mereka juga akan langsung menikah setelah lulus kuliah, 'kan? Lagipula aku hanya mengalami luka ringan, bukannya sedang kritis atau koma..."

Sarah melirik Grace dengan jengkel. "Dan kau selalu membelanya." Kemudian ia menghela panjang seraya mengambil tasnya dari atas kursi. "Aku harus pergi sekarang, Grace. Aku harap kau cepat pulih,"

Grace mengangguk. "Terima kasih. Hati-hati di jalan, Sarah,"

"Terimakasih atas pakaian dan makanannya, No-" Kalimat Adro terputus ketika Grace menyikut pinggangnya pelan. "Sarah,"

Berdehem, Adro mengutuk dirinya sendiri di dalam hati karena hampir membuat masalah lagi. Ia terlalu terbiasa untuk memanggil seorang wanita muda dengan sebutan Nona karena hal itu adalah wajib di negaranya sebagai bentuk kesopanan pada kaum perempuan.

Sarah melambaikan tangannya, namun tiba-tiba ia berhenti melangkah dan berbalik punggung menatap Grace dan Adro yang masih menatapnya dengan bingung. "Tunggu dulu..."

Melangkah mendekati kedua orang yang masih menatapnya penuh tanya itu, Sarah memicingkan kedua mata tajamnya dan bertanya pada Adro, "Apa kau masih menunggu di sini? Kau tidak pulang?"

Pria itu langsung menatap Grace karena bingung harus benjawab apa.

'Kau lebih tau jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan temanmu ini, Grace.' Ucap Adro dalam hati meski ia tahu Grace tidak dapat mendengarnya.

Grace mengalihkan wajahnya dari Adro kepada Sarah. Gadis itu memang penuh dengan kecurigaan dan sangat kritis. "Jadi, Sarah... Adro ini sedang memiliki masalah pribadi di kampung halamannya. Jadi ia kabur ke kota ini karena hanya aku yang bisa membantu dan menjaganya. Sejak ia belum sempat mendapat tempat tinggal dan tiba-tiba aku mengalami kecelakaan, ia akan menungguiku di sini." Jelasnya dengan sekreatif mungkin.

"Kau sudah besar tapi harus dijaga?" Sarah menatap Adro penuh penilaian.

"Sarah, Adro ini dua tahun lebih muda dariku. Jangan lihat badannya yang tinggi besar. Sebenarnya ia masih anak-anak..." Grace terkekeh kaku.

"Sebagai saudara yang telah ditolong oleh Grace, aku harus mengungkapkan rasa terima kasihku dengan cara mendampinginya di sini. Apakah hal itu menganggumu?" Tanya Adro pada Sarah dengan wajah datar.

Sarah berdehem dan menggeleng singkat. "Tentu saja tidak. Aku hanya sedikit penasaran dan mengkhawatirkan sahabatku. Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu," ia berbalik dan melangkah keluar dengan bunyi heel sepatunya yang bergelotak menghantam lantai.

'Aku tidak bisa percaya bahwa pria itu adalah saudara Grace. Lagipula, ia itu anak dari saudaranya saudara kerabat Grace. Dengan begitu, sesungguhnya mereka tidak bisa dikatakan sebagai keluarga jauh. Ya, sebenarnya itu tidak apa. Tapi kenapa aku merasa ada yang janggal dengan mereka?' Pikir Sarah sambil melangkah cepat menyusuri koridor rumah sakit.

"Maafkan Sarah, Adro. Ia memang agak kritis," Ucap Grace.

"Tidak masalah. Sepertinya ia sangat peduli padamu. Kau beruntung mempunyai sahabat seperti dirinya," Jawab Adro seraya kembali duduk di kursi.

Grace bergumam sambil berpikir, "Sebenarnya, biasanya Sarah tidak sekritis itu. Aku agak bingung dengan sikapnya hari ini,"

"Ngomong-ngomong, Adro… mungkin sekitar satu jam lagi aku akan pergi ke ruang operasi. Selama itu, kau harus menunggu sendirian di sini. Apa itu tidak masalah?" Tanya Grace.

"Tentu. Aku akan baik-baik saja. Tidak perlu khawatir," Jawab Adro dengan senyum ramah.

Grace tersenyum masam. 'Kau bahkan bisa mengatakan itu setelah mematahkan keran air hingga membuat heboh seantero bangsal, Kini aku semakin ragu meninggalkanmu sendirian di sini,'

"Sebenarnya bajuku agak basah karena terciprat air tadi. Apa kau keberatan jika aku mengeringkan bajunya di sini?" Adro menyadarkan Grace dari lamunannya.

"Ah, kau benar. Bajumu memang terlihat agak basah. Silahkan kau keringkan. Jangan sampai kau terserang flu," Grace mengangguk.

"Terimakasih," Ucap Adro sebelum menggenggam ujung bawah kaosnya dan menariknya ke atas.

Rahang menjuntai ke bawah, Grace terkesima pada pemandangan luar biasa menakjubkan yang ada di depannya. Entah olah raga macam apa yang biasanya Adro lakukan hingga membuat struktur ototnya bagaikan jajaran bukit dan jurang paling indah dan mematikan di dunia. Ia memiliki bentuk tubuh yang bisa membuat semua wanita mimisan sampai mati kehabisan darah!