"Astaga, Adro. Kau sangat keras kepala," Damian kembali mengejar langkah kakaknya yang sangat lebar.
Dengan cepat, mereka tiba di pintu istana. Adro langsung menghampiri salah satu penjaga yang berdiri di sana.
"Yang Mulia," Sang penjaga segera menunduk hormat begitu menyadari kedatangan sang putra mahkota dan pangeran.
"Bawakan aku kuda dan lima orang prajurit. Sepertinya ada pengganggu di pinggir hutan sana," Perintah Adro.
"Baik, Yang Mulia." Penjaga tersebut segera pergi untuk melaksanakan apa yang sang pangeran tertua perintahkan.
"Kau yakin akan melakukan ini sendiri, Adro? Jika ayah dan ibu tahu, kau tidak akan selamat," Tanya Damian dengan wajah tegang.
Namun Adro tertawa kecil dengan menepuk ringan pundak adiknya yang baru berumur dua puluh dua tahun itu. "Aku sudah cukup dewasa untuk menilai apa yang harus aku tagani sendiri, Damian. Aku tidak lagi berada di umur yang mengkhawatirkan omelan dari kedua orangtuaku,"
Damian mendengus dengan tatapan sinis pada kakaknya. "Dasar sombong,"
Tidak lama, apa yang Adro pesan akhirnya datang: Satu kuda hitam kelam miliknya yang bernama Azer dan lima orang penjaga dengan kuda mereka masing-masing.
"Kalau begitu, biarkan aku ikut!" Ujar Damian begitu kakaknya naik ke atas kuda besar itu.
"Tidak." Jawab Adro langsung. "Jika kau ingin menjadi berguna, bantu aku menjaga persiapan pernikahan ini. Aku akan segera kembali,"
"Adro!"
"Hiyahh!!" Adro menghentakkan tali kendali kudanya.
Hewan besar itu langsung mengangkat kedua kaki depannya sebelum berlari cepat dengan diikuti oleh kuda-kuda para penjaga.
Damian menatap gerombolan kuda yang meninggalkan debu di belakang jalan yang baru saja mereka lewati. Ia hanya bisa menghela panjang melihat sifat kakaknya.
"Kau memang sudah dewasa, Adro. Tapi sifatmu yang ingin hebat sendiri tidak pernah berubah," Gumam Damian sebelum melangkah pergi.
***
Kelompok berkuda itu melaju masuk ke dalam hutan yang bersebelahan dengan taman istana. Sang pangeran mengendarai kuda hitamnya di depan untuk memimpin barisan. Ia terus melirik ke arah langit, pada sebuah bola cahaya yang masih berkelap-kelip.
Kabar mengenai munculnya seorang penyihir pria pertama kali terdengar dari mulut sekelompok anak kecil yang sering bermain di hutan, layaknya anak-anak pada umumnya di kerajaan Groendez a Lend.
Tadinya, para orangtua sempat meragukan mereka, mengingat para orangtua'lah yang selama ini menakuti anak-anak itu dengan kisah penyihir yang dapat menculik mereka dan menyihir mereka menjadi berbagai binatang pengerat. Namun tidak lama dari itu, beberapa penebang kayu dan pemburu tua juga mengaku melihat sosok penyihir tersebut.
Keberadaan penyihir yang tidak lagi menjadi sebuah legenda belaka membuat Raja membentuk kelompok kecil pasukan untuk memeriksa hutan. Namun sayangnya, mereka tidak menemukan apa pun.
Meski begitu, dalam beberapa bulan terakhir, Raja terus mencoba mencari tahu mengenai kebenaran kabar tersebut untuk berjaga-jaga sekaligus demi memberikan ketenangan bagi rakyatnya yang sudah mulai terlihat panik.
Pasalnya, kemunculan penyihir diketahui akan membawa monster-monster mengerikan untuk kembali ke peradaban manusia. Dan dari semua jenis penyihir, yang dapat melakukannya adalah penyihir pengendali pintu yang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Mereka'lah yang dapat membuka pintu alam bawah tanah agar para monster mengerikan bisa naik kembali ke alam manusia.
Karena itu, meski sihir dan penyihir sendiri sangat jarang terlihat, ilmu sihir peperangan dan pertahanan terus dipelajari oleh para sorcerer. Dan, setiap raja dari hampir seluruh kerajaan selalu memastikan bahwa mereka tidak pernah kekurangan sorcerer, meski saat ini, sorcerer nampak jarang bekerja karena keberadaan monster yang sangat minim.
Awalnya, Adro sempat menganggap remeh legenda mengenai penyihir dan monster-monster mengerikan yang sangat kuat itu. Terlebih, semakin dewasa, ia terus berkutat dalam perang dan menjelajah. Selama itu, ia tidak pernah bertemu dengan penyihir dan hanya menyaksikan sedikit sihir yang dipraktekkan oleh para sorcerer. Bahkan untuk monster pun, ia hanya pernah menemui beberapa yang cenderung bodoh dan mudah dikalahkan.
Sama seperti orangtua lainnya, sang ratu juga selalu menegaskan kepada anak-anaknya bahwa sejarah kelam harus selalu mereka ingat agar mereka bisa lebih menghargai kehidupan yang nyaman saat ini dan mengantisipasi hal terburuk yang mungkin akan datang suatu hari nanti.
Sebenarnya, sama seperti Adro, banyak anak muda sepantarannya yang mulai menganggap remeh cerita sejarah itu. Bagi mereka, monster mematikan sudah dilempar ke alam monster dan tidak akan kembali lagi karena penyihir sudah dimusnahkan oleh para leluhur. Namun kelihatannya, hal itu membuat para penyihir yang selama ini bersembunyi berpikir untuk menunjukkan eksistensi mereka kembali.
Sebagai putra mahkota di kerajaannya, Adro tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Terlebih, penyihir sialan itu melakukan aksinya di hari pernikahannya. Ia bersumpah akan menghancurkan penyihir itu dengan kedua tangannya sendiri.
Dalam perjalanan di dalam hutan, tiba-tiba seorang prajurit di belakang Adro menangkap siluet tinggi besar yang terlihat seperti raksasa. Ia langsung berseru, "Yang Mulia!"
Adro menoleh ke belakang seraya menghentikan kudanya. "Apa yang terjadi?"
"Sepertinya aku melihat sesuatu yang nampak seperti Ogre," Jelas prajurit itu.
Kening Adro mengkerut. Mereka masih berada di kawasan hutan istana. Seharusnya sihir pertahanan masih mengelilingi daerah ini sehingga tidak mungkin dimasuki oleh monster. "Apa kau yakin?"
Prajurit itu mengangguk dengan wajah tegang. "Aku cukup yakin, Yang Mulia. Itu sangat besar dan berjalan di antara pepohonan,"
"Kalau begitu, tingkatkan kewaspadaan kalian. Tembak apa pun yang mendekati kita jika itu tidak terlihat seperti manusia," Perintah Adro sebelum menghentak kekang kudanya untuk kembali melaju.
Setelah itu, kelompok kuda tersebut kembali berlari semakin jauh ke dalam hutan. Adro terus memperhatikan bola yang masih berkelip di atas langit yang ia sadari tengah bergerak sejak tadi, seakan hendak menuntunnya ke suatu tempat.
Tiba-tiba, kuda-kuda yang membawa para prajurit itu berhenti berlari. Mereka terlihat panik hingga perjalanan mereka menjadi macet.
"Apa yang terjadi?" Gumam Adro seraya berusaha mengendalikan kudanya. "Azer, tenanglah!" serunya sebelum menatap sekeliling karena mengetahui bahwa kuda-kuda ini menjadi panik bukan tanpa alasan. Pasti ada sesuatu yang salah.
"AWAS!" Seru seorang prajurit saat melihat sebuah batu besar melayang ke arah mereka.
Adro segera melompat dari kudanya karena batu itu bergerak sangat cepat dan pergerakan kudanya terhalangi oleh kuda-kuda lain yang masih mencoba memberontak.
Batu besar tersebut menghantam kelompok kuda dan beberapa penunggangnya yang tidak memiliki cukup waktu untuk kabur karena terhalang oleh yang lain. Tragedi tersebut menewaskan beberapa prajurit Adro, termasuk kuda kesayangannya, Azer.
Kedua mata Adro langsung mengedar menuju arah dari mana batu itu datang. Ia memicingkan matanya untuk menajamkan pengelihatan. Namun, ia tidak menemukan apa-apa selain hutan kosong dan beberapa burung berterbangan.
"Yang Mulia! Apa anda tidak apa-apa?" Beberapa prajurit mengelilingi Adro.
Adro sudah bangkit berdiri dengan pedang yang siap menebas siapa saja yang mencari masalah dengannya. Ia mengangguk cepat dan menjawab tanpa mengurangi kewaspadaannya, "Kalian baik-baik saja? Periksalah yang lainnya dan selamatkan yang masih hidup."
Dengan jantung berdegub keras, Adro melangkah ke arah batu tadi berasal. Batu sebesar itu tidak mungkin dilempar oleh manusia biasa. Itu adalah batu yang digunakan untuk perang dan membutuhkan ketapel raksasa untuk melontarkannya. Jadi, bagaimana mungkin ketapel raksasa diletakkan di tengah hutan lebat seperti ini? Bahkan, batu tersebut terlihat bukan jatuh dari arah langit seperti yang seharusnya - jika itu benar dilontarkan oleh ketapel.
"Batu itu… jelas dilempar dari arah pepohonan ini. Ada sesuatu yang melemparnya. Ini pasti adalah ulah penyihir," Gumam Adro dengan mata elangnya yang terus menyisir ke arah hutan.