"Maaf aku tidak menjemputmu ke bawah. Aku pikir kau masih berada di perjalanan," Adro melangkah mendekati Joselyn dengan senyum hangat dan bersemangat.
Joselyn menggeleng pelan dengan senyum yang masih awet di bibirnya. "Sebenarnya aku sengaja datang tiba-tiba untuk memberikanmu kejutan, Yang Mulia."
"Ah… Haha..." Adro tertawa hingga membuat sebuah lesung terbentuk di pipi kirinya. "Tidak pernah berubah; Putri Joselyn yang selalu memiliki kejutan. Dan aku selalu berhasil dibuat terkejut olehnya,"
Kedua orang itu berjalan ringan bersama di sepanjang lorong istana hingga berakhir di sisi tamannya yang luas dan cantik.
Menoleh ke samping, Adro mendapati Joselyn sedang menatap ke depan, pada hamparan kebun bunga di taman itu.
Dahulu, bagi Adro, Joselyn adalah seorang gadis kecil yang sangat manis dan cantik. Namun ia tidak menyangka bahwa sekarang gadis itu tumbuh menjadi seorang wanita yang sangat menawan. Ia adalah pria beruntung karena mendapatkan putri sempurna seperti Joselyn yang dikagumi oleh banyak laki-laki sebagai tunangannya. Namun, semua orang berkata bahwa ia layak mendapatkannya karena ia adalah seorang putra mahkota.
"Rasanya seperti baru kemarin kita berlarian di antara bunga-bunga itu. Saat itu, kedua kakiku masih pendek sehingga semua bunganya seakan sangat tinggi - Seakan, aku berada di lautan bunga. Tidak aku sangka, sekarang harus melihat bunga-bunga itu yang bahkan tingginya tidak sampai selututku," Tutur Joselyn dengan anggun.
Adro mengangguk. "Sembilan tahun adalah waktu yang tidak sebentar. Namun, kenangan indah selalu melekat di ingatan,"
Joselyn menoleh pada Adro. "Sejak kecil, aku bermimpi untuk menikah dan memiliki keluarga bersamamu, Pangeran Adro. Aku sangat bahagia karena hari itu akan segera datang,"
Kedua mata Adro seakan tersihir oleh kecantikan Joselyn. Ia tersenyum lembut lalu mengangguk. "Aku juga merasakan kebahagiaan yang sama, Putri Joselyn. Sebentar lagi, kita akan menjadi sepasang suami istri, memiliki anak dan meneruskan tahta kerajaan ini, memimpin negri ini berdua."
Adro menadahkan telapak tangannya di depan Joselyn. Lalu gadis itu meletakkan tangan mungil lembutnya di sana. Kemudian, Adro mengecup punggung tangan yang memiliki wangi bunga Jasmine itu dengan segenap hati.
"Takdir sudah menggariskan kita di dalam satu hubungan pernikahan. Aku sangat bersyukur kau adalah pasangan yang ditetapkan untukku. Aku adalah perempuan paling beruntung di dunia ini," Tutur Joselyn.
Ucapan Joselyn membuat Adro tertawa kecil. Ia menatap putri itu lekat-lekat dengan senyum hangat. "Aku akan menjadikanmu perempuan paling beruntung di dunia ini untuk selamanya,"
***
Adro menatap ke bawah jendela kamarnya yang menghadap pada taman terbesar istana. Ia dapat melihat kesibukan para pegawai istana yang sedang menyiapkan dekorasi pernikahannya. Segalanya ditata dengan sangat rapih dan indah.
Upacara pernikahan Pangeran Adro dan Putri Joselyn akan diadakan di taman istana, sesuai permintaan Joselyn sendiri. Itu karena sang putri ingin mengucapkan janji suci mereka di antara hamparan bunga-bunga taman Istana Groendez a Lend yang terkenal sangat indah.
Sudah dua hari ini, Adro tidak betatap muka dengan Joselyn. Itu adalah peraturan turun temurun di negrinya untuk pasangan yang akan menikah. Mereka tidak boleh melihat satu sama lain selama dua hari. Nantinya, mereka akan dipertemukan kembali di depan altar pernikahan dengan baju pengantin yang sudah melekat di tubuh masing-masing.
"Yang Mulia," Seorang pria dengan dua mata hijau hazel masuk ke dalam kamar besar Adro.
"Damian," Adro tersenyum padanya. "Apa ada sesuatu?"
Pria bernama Damian itu menggeleng, lalu tersenyum. Ia menatap kakaknya dengan kedua mata berbinar sambil menggeleng-geleng pelan.
Adro tertawa kecil. "Apa?"
"Kau sungguh sudah siap menikah," Ucap Damian tanpa melepaskan pandangannya dari sang kakak. "Aku tidak percaya hari ini akhirnya tiba,"
Adro menanggapinya dengan tawa yang lebih lebar. Lalu ia memutar tubuhnya untuk menghadap cermin besar yang berada di sisi ruangan. Ia mengambil tiga langkah maju untuk bisa melihat pantulan dirinya dengan lebih jelas.
Itu adalah pakaian pernikahan yang sudah dipersiapkan sejak tujuh belas tahun yang lalu, ketika Adro baru saja menginjak usia tujuh tahun. Namun, siapa yang sangka bahwa pakaian pernikahan itu akan muat di tubuhnya tanpa perlu melakukan perombakan berarti.
Seragam berwarna putih dengan detail bordir rumit itu dikerjakan langsung dengan tangan oleh para penjahit paling terkenal di negri makmur Groendez a Lend.
Pada seragam tersebut, menempel berbagai ornamen berlapis emas dan permata. Segalanya terlihat sangat mewah dan indah. Dan tentu saja, serasi dengan gaun pengantin milik Joselyn yang juga sudah disiapkan sejak tujuh belas tahun lalu.
Pernikahan Adro dan Joselyn memang sudah direncanakan semenjak kelahiran Putri Joselyn sendiri. Kebetulan, Joselyn adalah seorang putri bangsawan. Ayah Joselyn berkerabat dengan Raja Archer Elex Groendez, ayah dari Pangeran Adro.
Pernikahan dari perjodohan adalah hal yang sangat lumrah dan sudah dipraktekkan secara turun temurun di kerajaan Adro berasal dan tinggal.
Adro pun tidak pernah merasa keberatan dengan perjodohan ini. Baginya, Joselyn adalah sosok perempuan yang sangat pantas menjadi pendamping hidupnya. Ia menyayangi gadis itu sejak mereka masih kecil dan sering bermain bersama.
Setelah memandangi dirinya sendiri yang terlihat sangat gagah dengan seragam pernikahan kebanggaannya, Adro kembali lagi bertengger di jendela kamarnya. Ia harus menunggu selama beberapa jam lagi hingga upacara pernikahannya dimulai.
Berbeda dengan pengantin pria, pengantin wanita membutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk mempersiapkan diri. Karena itu, Adro akan sabar menunggu.
Taman istana kerajaan Groendez sangatlah luas. Sanking luasnya, taman itu bahkan berdampingan dengan hutan lepas yang berada di sisi utara istana.
Saat sedang memperhatikan keadaan di luar, tiba-tiba kedua mata Adro menangkap sesuatu yang tidak biasa. Itu adalah sebuah bola cahaya berkelap-kelip dengan warna berubah-ubah. Cahaya itu melayang di atas pepohonan yang tumbuh di pinggir taman.
"Damian, lihatlah itu," Adro menunjuk ke luar jendela.
Damian yang sedang sibuk membaca buku di atas sofa, lantas meletakkan buku tersebut dan bangkit menghampiri saudaranya.
"Ada apa?"
"Apa kau melihat cahaya itu? Menurutmu, apa itu?" Tanya Adro dengan terus menatap tajam lurus ke depan.
Damian langsung menaikkan kedua alisnya. "Hm.. Apa itu? Aku tidak pernah melihat yang seperti itu. Aku yakin bukan sorcerer kita yang membuatnya,"
"Ini aneh. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres," Ujar Adro langsung dengan wajah serius.
"Mungkinkah…" Damian memicingkan kedua matanya, "penyihir?"
"Aku memikirkan hal yang sama," Sahut Adro sebelum membalik tubuhnya dan melangkah ke arah pintu kamar.
"Hei, Adro! Kau mau ke mana?" Damian mengejar langkah kakaknya.
"Aku akan memeriksa itu. Jika itu benar penyihir, ia akan membahayakan semua orang, 'kan?" Jawab Adro tanpa menghentikan langkahnya.
"Apa kau sudah kehilangan akal? Pernikahannya hanya tinggal beberapa jam lagi. Kau bisa meminta para penjaga untuk memeriksanya," Damian menahan pundak Adro.
Akhirnya Adro menghentikan langkahnya, lalu menatap sang adik dengan kedua mata tajam. "Ini adalah pernikahanku. Aku akan menghukum siapa saja yang membuat kekacauan di sini. Aku akan menangkap penyihir itu sendiri."