"Apakah aku bisa mencari jalan pulang menggunakan benda bernama ponsel ini?" Tanya Adro penuh harap.
Grace menghela pelan. "Benda ini bisa menghubungkanmu dengan orang yang jauh. Namun ia tidak bisa membawamu ke mana-mana. Maaf,"
Melihat ekspresi Adro yang semakin sendu membuat Grace merasa kasihan. Pria itu memiliki calon istri yang sedang menunggunya. Grace bisa membayangkan bagaimana perasaan wanita itu saat calon suaminya tiba-tiba menghilang beberapa jam sebelum upacara pernikahan mereka. Ia pasti merasa sangat panik dan ketakutan.
"Tapi, aku akan coba mencari di internet tentang tempat kau berasal. Mungkin saja tempatmu itu berada di belahan dunia lain," Grace menadahkan tangan, meminta ponselnya kembali.
"Nama kerajaanku adalah Groendez a Lend," Ucap Adro seraya menyerahkan ponsel itu.
Grace mengangguk dan mengetik nama tersebut di pencarian internet. Ia bahkan mengejanya pada Adro agar tidak salah menulis. Namun sayangnya, pencarian tersebut tidak membuahkan hasil.
"Maaf. Aku sudah mencarinya. Namun tidak ada nama Groendez a Lend di dunia ini, Adro-" Ucap Grace. Lalu ia tersadar akan sesuatu. "Maaf, maksudku Pangeran Adro,"
Adro menggeleng pelan. "Tidak apa. Di duniamu aku bukanlah pangeran. Kau bisa memanggil namaku seperti aku memanggil namamu agar itu terasa adil." Ia tersenyum lembut pada gadis itu. "Sesungguhnya, aku sangat berterimakasih padamu. Mungkin bagimu, kemunculanku sangat mustahil. Mempercayai bahwa aku adalah seorang pangeran dari sebuah kerajaan yang tidak nyata di duniamu pasti sangat sulit. Aku sangat menghargaimu yang sudah percaya pada kata-kataku."
"Apa kau tau, sebenarnya di awal, aku berpikir kau adalah orang gila." Grace terkekeh kecil. "Namun kau juga harus mengingat bahwa aku menyaksikan dengan kedua mataku sendiri saat kau keluar dari pintu buntu itu. Meski semua ceritamu tidak masuk akal sama sekali, mau tidak mau aku harus percaya, 'kan?"
Adro tersenyum hangat. Sungguh, jika Grace tidak banyak-banyak memperingatkan hatinya, mungkin ia sudah jatuh hati pada pria itu. Adro memiliki rupa dan postur yang tidak bisa ditoleransi oleh akal sehat wanita.
"Oh ya, sepertinya kau harus mengganti pakaian," Grace tersadar.
Adro menengok ke bawah pada seragam pernikahan putih gadingnya yang sudah kotor. Hal ini membuatnya sedih karena ia sudah menanti-nantikan mengenakan setelan ini di hari pernikahannya. Ini adalah seragam dengan detail rumit yang dirancang khusus oleh ahli mode kerajaan dan ibunya. Sayangnya, ia harus terdampar di sebuah dunia yang aneh dan bahkan merusak seragam berharga ini.
"Aku akan bertanya kepada perawat, apa mereka mempunyai pakaian yang bisa dipinjamkan untukmu," Gumam Grace sambil menekan tombol bel di dekat kepala ranjangnya.
"Eum, maaf jika aku menyinggungmu. Tapi apakah dengan pakaian seperti itu, orang-orang tidak memperhatikanmu dari tadi?" Tanya Grace.
"Mereka terus memperhatikan aku, seakan aku adalah orang aneh. Selama kau pergi tadi, aku menunggu di sebuah ruangan yang memiliki banyak kursi dan banyak orang yang duduk di sana. Selama itu juga, aku mempelajari sedikit tentang duniamu. Banyak hal rumit dan aneh di sini." Jelas pria itu.
Grace mengangguk-angguk. "Bagaimana dengan duniamu? Apa aku boleh mendapat gambarannya?"
"Tentu," Jawab Adro, dan mulai menjelaskan, "Tempat asalku adalah sebuah kerajaan yang sangat indah dan luas. Seluruh rakyatku hidup makmur pada tanah yang subur sehingga hasil panen dan ternak mereka melimpah ruah. Ayah dan ibuku adalah raja dan ratu yang sangat bijaksana. Meski pun sepertinya kemajuan peradaban kami tidak sepesat kalian, kami tidak pernah kekurangan. Di kerajaanku, semua orang berpakaian rapih dan indah. Kami menanam banyak bunga karena kami menyanjung keindahan. Rakyatku juga sangat murah senyum dan ramah, tidak seperti orang-orang di sini. Maaf, aku tidak bermaksud menghina tempatmu."
Grace menggeleng. "Itu tidak apa. Di sini, semua orang memiliki urusan masing-masing dan kebanyakan dari mereka tidak asal melempar senyum pada orang tidak dikenal dan menyapa mereka tanpa alasan yang jelas."
"Hm... Jika aku pikirkan, sepertinya duniamu itu adalah kerajaan jaman dahulu, Adro. Apakah pintu itu adalah mesin waktu, yah? Tapi kenapa nama kerajaannya tidak muncul di internet? Apakah itu adalah kerajaan yang hilang?" Lanjutnya dengan gumaman.
"Kerajaan yang hilang?" Ulang Adro.
Grace mengangguk. "Sekarang ini kita sedang berada di jaman modern, abad ke-21. Di abad ini, tidak ada lagi kerajaan dengan sistem seperti di tempatmu. Kebanyakan negara tidak dipimpin oleh raja lagi, melainkan presiden atau perdana mentri. Dan juga masih banyak sejarah masa lalu yang belum terungkap, sehingga banyak kerajaan dinyatakan menghilang. Namun, di kerajaan dahulu pun tidak ada sihir dan monster."
"Jadi maksudmu, kerajaanku sudah punah?" Tanya Adro dengan tatapan nanar.
Tok! Tok! Tok! Terdengar ketukan pada pintu kamar dan seorang menggeser pintu tersebut dari luar. Ia adalah seorang perawat pria.
"Selamat sore, Nona Grace. Apa kau membutuhkan sesuatu?"
"Ah... Iya. Aku ingin bertanya apa kalian memiliki pakaian laki-laki dewasa yang bisa aku sewa? Kebetulan baju temanku rusak dan rumahnya sangat jauh dari sini." Jelas Grace.
"Oh, maaf, Nona. Tapi kami tidak menyediakan pakaian selain untuk pasien." Jawab perawat itu dengan wajah menyesal.
"Oh begitu. Oke, tidak apa-apa. Trimakasih," Ucap Grace. Kemudian perawat itu mengangguk sebelum melangkah keluar.
"Aku tidak apa-apa terus mengenakan pakaian ini. Tidak perlu merepotkan dirimu," Ucap Adro.
Namun Grace menggeleng sambil mengutak-atik ponselnya. "Tidak. Aku akan menghubungi temanku untuk membawa pakaian ke sini. Aku tahu, pasti sangat tidak akan nyaman menggunakan pakaian seperti itu seharian."
"Kau terlalu baik pada orang yang baru saja kau kenal. Kadang terlalu mempercayai orang lain akan berdampak buruk padamu. Kau tidak tahu apa yang mereka pikirkan," Adro menatap gadis itu dengan seksama.
"Yah… Aku akan memikirkannya nanti..." Gumam Grace tanpa melepas mata dari layar ponselnya.
Tidak lama setelah sibuk mengetik-ngetik, Grace tersenyum lega dan meletakkan ponsel tersebut di atas panguannya. "Temanku akan datang ke sini membawa pakaian ganti untukmu. Aku harap kau sabar menunggu,"
Adro tersenyum. "Terimakasih sudah berbaik hati padaku,"
"Tidak masalah. Bisa dibilang, kau adalah tamuku sekarang. Lagi pula, kau yang membantuku menyelamatkan diri setelah terjatuh dari lantai dua yang menyebabkan kakiku terluka."
"Kakimu terluka karena kau jatuh dari lantai dua?" Adro menaikkan kedua alisnya tinggi. "Aku sempat berpikir bahwa kakimu terluka karena aku menabrakmu,"
"Apa? Mana mungkin hanya tertabrak orang bisa menyebabkan kaki terluka separah ini?" Grace tertawa kecil. "Aku terjatuh dari lantai dua. Saat menaiki tangga, ternyata tangganya langsung ambruk sehingga aku jatuh ke ruang bawah tanah itu. Itulah sebabnya aku sampai luka-luka begini,"
Adro termenung dan bergumam, "Karena berpikir aku yang membuat kakimu terluka, aku merasa bertanggungjawab padamu,"