Adelia melangkah dengan cepat tapi langkahnya segera terhenti saat dia tepat berada di depan pintu masuk rumahnya. Jantungnya mendadak berdetak dengan cepat. Adelia sampai harus menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan selama beberapa kali untuk meredakan debaran jantungnya. Setelah beberapa tahun menghindari kontak dengan keluarganya, ini kali pertama Adelia bertemu secara langsung dengan ibunya. Gadis 15 tahun itu menjulurkan tangannya untuk mengetuk pintu, sempat merasa ragu, tapi dia melanjutkan gerakannya dan mengetuk beberapa kali. Tidak ada suara, Adelia mencoba mengetuk kali, tapi kali ini ketukannya lebih keras.
"Sebentar.." suara ibu terdengar dari dalam setelah beberapa saat. Suara langkah kaki pun semakin terdengar mendekat. Semakin mendekat, semakin kencang debaran jantung Adelia.
"Ibu.." panggil Adelia ketika pintu depan terbuka dan menampakkan ibunya dengan pakaian rumah seadanya.
Wajah ibu terlihat muda, jelas saja, saat ini ibu baru berusia 40 tahunan awal dan belum banyak kesulitan menimpa keluarga mereka. Bisnis ayah masih berjalan dengan baik, Aaron, adiknya masih bocah SMP yang manis, belum terkena masalah obat-obatan terlarang seperti yang terjadi di masa depan. Keluarga mereka mungkin bukan keluarga kaya raya, tapi termasuk berkecukupan. Kehidupan mereka juga selalu diliputi kebahagiaan. Paling-paling masalah ibu hanya terbatas pada nilai-nilai rapor kedua anaknya, sisanya tidak ada.
"Del, apa kamu lupa bawa kunci rumah sampai..".
"Ibu!" Adelia segera memeluk ibunya dan sebisa mungkin menahan tangisannya. Martha kehabisan kata, kebingungan dengan tingkah anak pertamanya itu. Ada apa ini, tanya Martha dalam hati.
"Del?" panggil Martha.
"Ya Bu?" balas Adelia, dia masih belum melepaskan pelukannya.
"Ada masalah di sekolah?" tanya Martha lagi.
Adelia adalah gadis periang. Martha tahu gadisnya itu banyak mendapat perundungan di sekolah, tapi Adel tidak pernah menangis seperti ini. Paling-paling dia hanya mengomel saja saat sampai di rumah, bercerita bagaimana menyebalkannya temannya hari ini. Tapi kalau sampai menangis, berarti ada hal berat yang terjadi.
"Del?" panggil Martha lagi karena anaknya belum juga menjawab.
"Enggak ada Bu, Adel cuma.., emm, Adel kangen sama ibu" balas Adelia, menyeka air matanya cepat dan melepaskan pelukannya. Dia takut Martha menjadi khawatir melihat dia menangis. Cukup Natasha saja hari ini yang dibuat pusing oleh Adelia.
"Kangen?" tanya Martha, menahan tawanya. Adelia segera mengangguk.
"Mandi sama ganti baju gih. Ibu lagi masak makanan kesukaan kamu, spaghetti." perintah Martha dengan suara lembut.
"Baik Bu" jawab Adelia.
Gadis itu naik ke atas kamarnya, segera mandi, berganti baju lalu turun lagi ke dapur. Tanpa menunggu perintah, Adel langsung mencuci piring, dan menata meja makan. Martha terheran-heran melihat tingkah Adel. Biasanya gadis itu hanya duduk dan bertanya kapan makanannya selesai dimasak, karena dia sudah lapar.
Setelah selesai menata meja makan, Adelia berdiri di samping ibunya. Dia memperhatikan ibunya dengan lekat, seakan takut wanita tersayangnya ini hilang dari pandangan matanya. Tadi pagi dia baru saja membuat wanita ini bersedih karena perilaku kasarnya. Adel masih ingat suara sedih ibunya karena bentakannya di telepon.
"Kamu kenapa?" tanya Martha. Dia sadar sedari tadi anak gadisnya berdiri di sampingnya sambil memandangi wajah Martha.
"Enggak ada apa-apa Bu" jawab Adel, menggelengkan kepalanya.
"Ada puding di kulkas kalau kamu udah kelaparan" ucap Martha lagi.
"Adel enggak lapar" balas Adelia.
Martha menaikkan kedua alisnya. Tumben sekali, pikir Martha dalam hatinya.
"Apa ada yang ingin kamu beli?" tanya Martha lagi. Adelia kembali menggelengkan kepalanya. Dia memang tidak ingin apapun, hanya ingin berada di dekat ibunya saja.
"Ibu aku pulang!" suara Aaron terdengar dari arah depan. Langkah kaki bocah kelas 3 SMP itu terdengar mendekat ke arah dapur.
"Sana mandi dan ganti baju dulu, makan malam sebentar lagi selesai" perintah ibu.
Aaron menurut, dia berjalan pergi menuju kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar Adelia.
"Apa ada teman Aaron yang bernama Sandy, Bu?" tanya Adelia, tiba-tiba dia teringat teman adiknya yang menjerumuskan Aaron ke narkoba. Adelia tidak tahu bagaimana dan siapa orang itu, tapi dia harus menjauhkan Aaron dari narkoba sejak hari ini. Jangan sampai di masa depan Aaron kembali berurusan dengan hal itu lagi.
"Sandy? Entahlah, ibu belum pernah dengar" jawab Martha, pandangan matanya masih sibuk berkonsentrasi dengan saus spaghetti untuk makan malam hari ini.
"Apa kamu benar-benar tidak lapar?" tanya Martha lagi. Adelia biasanya sudah mengudap apapun yang ada di dalam kulkas pada jam-jam segini, tapi saat ini anak gadisnya itu malah tetap berada di sampingnya.
"Adel tunggu makan malam saja Bu" jawab Adelia.
"Oke" balas Martha.
Tiga puluh menit kemudian, makan malam selesai, bertepatan dengan ayah pulang dari kantor.
"Halo semua!" sapa James. Di tangan pria berusia 45 tahun itu sudah ada satu bungkus es krim pesanan Adelia.
"Ayah, ayo cepat ganti baju dan mandi, makanan sudah selesai" sapa Martha pada suaminya.
"Hai Sayang," sapa James, mendaratkan ciuman ke kening istrinya, lalu memalingkan wajahnya pada anak gadisnya sambil tersenyum manis.
Di sisi lain, Adelia hanya berdiri dengan wajah kaku. Di beberapa tahun terakhir, Adelia hanya berhubungan dengan ibunya saja. Dia tidak pernah berbicara apalagi berhadapan langsung seperti sekarang. Sebelah hati Adelia merasa sangat rindu dengan sosok Ayahnya. Masih teringat jelas di kepala Adel betapa hangatnya hubungan dia dan Ayah dulu. Tapi sebelah hatinya lagi masih belum bisa memaafkan James. Kebodohan James yang membuat dia harus melupakan semua cita-citanya, membuat Adelia marah sekarang. Dia hanya menatap Ayah dengan pandangan tajam dan tidak suka.
"Halo kesayangan Ayah, hari ini Ayah bawa es krim cokelat kesukaan anak Ayah. Kita makan setelah makan malam ya" sapa Ayah, memberikan bungkusan itu pada Adelia.
Adel tidak menjawab, ekor matanya melirik sedikit ke arah bungkusan di tangan Ayah, mendengus kesal lalu dia pergi dari sana dengan segera, membuat ayah dan ibu kebingungan. Kedua orang tua Adelia saling bertatapan.
"Ada apa Bu?" bisik James pada Martha. Apa ada yang salah dengan kalimatnya, tanya James dalam hati.
"Entahlah" balas Martha sambil mengangkat kedua bahunya.
"Mandi dan ganti baju dulu Yah, nanti coba Ibu yang ajak Adel ngobrol. Dari tadi memang sedikit aneh, mungkin dia sedang ada masalah di sekolah" lanjut Martha, mengambil bungkusan di tangan James dan menyimpan di lemari es. James setuju, dia pergi ke kamar untuk segera mandi dan berganti baju.
Di dalam kamar, Adelia menggerutu sendiri. Dia merasa serba salah. Apa salah kalau dia marah pada Ayah, tapi ini masih 2 tahun sebelum kejadian penipuan rekan bisnis ayahnya, apa Adelia pantas memarahi ayahnya atas hal yang bahkan belum ayahnya lakukan? Banyak pertanyaan muncul di benaknya.