"Ya Adelia?" tanya Claire, melihat Adelia mengacungkan tangannya.
"Saya mengajukan diri untuk menjadi orang tua tunggal" ucap Adelia tanpa ragu. Lebih baik menjalankan tugas ini sendirian, daripada harus bekerja sama dengan orang yang belum tentu bisa bekerja sama dan malah membuat kekacauan seperti waktu dulu, pikir Adelia.
"Wow, oke Adel. Anakn-anak, karena Adelia sudah mengajukan diri sebagai orang tua tunggal, maka siswa perempuan lain, silakan menulis nama kalian di secarik kertas lalu digulung rapi, dan semuanya masukkan ke dalam kotak ini." perintah Claire.
Semua siswa perempuan menurut, dan mulai sibuk. Claire menatap Adelia sambil tersenyum. Dia sudah mendengar tingkah ajaib Adelia dari beberapa guru kemarin. Saat melihat gadis ini mengajukan diri untuk tidak berpasangan, Claire tidak merasa heran.
"Adelia, silakan maju ke depan, dan pilih "anak" kamu untuk 1 minggu ke depan" perintah Claire.
"Baik Bu" jawab Adelia. Dia maju ke depan dan mengambil kotak kecil yang berisi satu buah telur lalu kembali ke tempat duduknya.
Detik berikutnya, semua anak perempuan satu per satu memasukkan kertas yang sudah dituliskan nama mereka ke dalam kotak, sesuai perintah Claire. Lalu, Claire meminta semua anak laki-laki untuk berbaris dengan rapi dan menunggu giliran mereka untuk mengambil kertas yang ada di kotak, nama itu akan jadi pasangan mereka selama 1 minggu ini.
Semua mata para anak perempuan menuju Devon. Lelaki tinggi dan tampan itu memang salah satu pujaan di sekolah. Semua berharap menjadi pasangan Devon selama 1 minggu ke depan, kecuali Adelia tentunya. Gadis itu lebih sibuk memperhatikan telur yang baru dia ambil. Akhir minggu nanti dia harus mendapat nilai yang baik. Hanya itu yang ada di pikiran Adelia.
Anak lelaki pertama yang mengambil kertas tentu saja si juara kelas Adam. Remaja berkaca mata itu maju ke depan, lalu mengambil secarik kertas.
"Lily" ucap Adam. Sebuah desahan kesal segera terdengar di ujung kelas. Lily sama sekali tidak mengira harus berpasangan dengan juara kelas yang perfeksionis itu. Wajahnya langsung berubah murung, memikirkan nasibnya satu minggu ke depan bersama Adam. Sementara para gadis lain menghembuskan napas lega, tidak terkecuali Natasha, karena saingan mereka berkurang satu dan karena mereka terhindar berpasangan dengan Adam.
"Adam, silakan bawa anak kamu ke pasangan kamu" ucap Claire sambil tersenyum.
Selama beberapa menit ke depan satu demi satu siswa lelaki sudah mendapatkan pasangannya. Kini giliran Devon, yang paling dinantikan oleh semua siswa perempuan yang tersisa. Remaja tampan itu maju dan mengambil kertas dari kotak yang ada di hadapannya. Dia membuka dan mengerutkan keningnya sebentar.
Adelia melihat ke sekelilingnya. Semua anak perempuan semuanya berkomat-kamit mengucapkan doa agar nama mereka yang ada di kertas yang Devon ambil. Pandangan Adelia berhenti melirik Natasha, gadis itu juga menatap Devon lekat. Tawa Adelia nyaris meledak.
"Na.., talia" ucap Devon. Natasha langsung mencibir saat mendengar namanya tidak tersebut. Sementara, Natalia nyaris memekik saking bahagianya.
"Selamat ya Natalia" ucap Claire, tersenyum melihat tingkah para remaja ini. Sungguh menghibur.
"Sabar ya" hibur Adelia pada Natasha. Menepuk pundak Natasha beberapa kali, memberi semangat.
"Giliran Willy" ucap Claire, mempersilakan si badung Willy untuk mengambil.
"Natasha!" ucap Willy.
"Hah?!" Natasha sangat kecewa. Dari semua lelaki di kelas, mengapa harus bersama lelaki badung ini, ucapnya dalam hati.
Antrian menyisakan Dion, yang sengaja mengambil tempat paling akhir. Claire sedikit bingung karena kertas di dalam kotak sudah tidak ada lagi. Ibu guru itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas.
"Selain Adelia, apa ada yang belum dapat pasangan?" tanya Claire. Semua anak menggelengkan kepalanya. Adelia juga ikut menggeleng.
"Bu, kita melupakan Sarah, dia sedang sakit dan tidak masuk. Sarah kena cacar air Bu" ucap Natalia. Dia baru ingat kalau teman yang harusnya duduk di depannya hari ini tidak masuk.
"Owh, pantas saja jumlah kalian jadi pas. Hmmm, mohon maaf Adelia, sepertinya kamu tidak jadi orang tua tunggal. Dion, akan jadi pasangan kamu seminggu ini" ucap Claire.
"Tsk!" Adelia berdecak kesal. Lagi-lagi dia harus berurusan dengan remaja usil ini lagi. Mengapa harus dengan Dion, batinnya.
Dion kembali ke tempat duduknya, dia tersenyum ke arah Adelia, pasangannya satu minggu ini.
"Adelia Rahmanda, semoga kita bisa akur ya satu minggu ini" ucap Dion sambil mengulurkan tangannya, Adelia membalas uluran tangan Dion dengan wajah malas.
"Oke, karena semuanya sudah punya pasangan, ibu akan jelaskan aturan mainnya. Akhir minggu nanti, kalian harus membawa telur yang kalian sudah jaga selama satu minggu ini, bagaimanapun bentuknya. Lalu ibu minta kalian juga mendokumentasikan kegiatan kalian dalam 1 minggu terakhir dan mempresentasikan hasilnya. Selain itu kalian juga harus menuliskan apa saja kebaikan dan keburukan dari pasangan kalian minggu depan. Untuk hari ini kalian bisa memulai dengan memberi nama untuk "anak" baru kalian dan membuat rencana jadwal kegiatan "anak" kalian selama 1 minggu nanti. Ibu beri waktu 15 menit, nanti masing-masing pasangan harus memaparkan di depan kelas," ucap Claire.
"Baik Bu" jawab semua anak di kelas. Sedetik kemudian mereka mulai sibuk dengan pasangan baru mereka.
Adelia membalikkan kursinya, saat ini dia berhadapan dengan Dion.
"Oke, pertama kita harus kasih nama untuk telur ini, ada ide?" tanya Dion, membuka pembicaraan.
"Telur" jawab Adelia singkat. Dion mengerutkan keningnya, tidak suka ide itu.
"Apa tidak ada ide lain?" tanya Dion. Mengapa gadis ini selalu bersikap seperti ini, batin Dion.
"Egg, Tamago, Gyelan, Oeuf, Uovo." jawab Adelia dengan wajah datar. Gadis itu hanya menyebutkan arti telur dari berbagai negara.
"Ya Tuhan" gumam Dion, menyabarkan dirinya sendiri. Dia nyaris marah mendengar saran dari pasangan ini.
"Apa ada ide lain?" tanya Dion, masih mencoba bersabar. Adelia mengangguk dengan tenang. Dia tahu Dion marah, tapi dia tidak perduli.
"Jīdàn" jawab Adelia dengan santai.
"Hmm, lumayan terdengar lebih keren" balas Dion. Adelia tertawa melihat remaja itu mendadak setuju. Padahal apa yang baru dia katakan tadi adalah bahasa mandarin dari telur ayam.
"Kenapa tertawa?" tanya Dion, heran.
"Apa kamu tahu artinya?" tanya Adelia, masih tertawa.
"Enggak, tapi aku yakin itu pasti artinya telur tapi entah dari negara mana" jawab Dion dengan tenang. Sedari tadi Adelia menyebutkan arti kata telur dari berbagai negara, Dion yakin pasti ini artinya telur juga, hanya dia tidak tahu dari negara mana. Tapi karena kata yang Adelia ucapkan ini terdengar lebih baik untuk sebuah nama, mana Dion setuju saja.
"Oke, oke. Ini bahasa Mandarin, artinya telur ayam" balas Adelia, mengalah. Dion hanya mengangguk, tentu saja dia tidak merasa heran mendengar penjelasan dari rekannya ini.