"Enggak, tapi aku yakin itu pasti artinya telur tapi entah dari negara mana" jawab Dion dengan tenang.
"Oke, oke. Ini bahasa Mandarin, artinya telur ayam" balas Adelia, mengalah. Dion hanya mengangguk, tentu saja dia tidak merasa heran mendengar penjelasan dari rekannya ini.
"Jadi kita mau berbagi tugas bagaimana?" tanya Dion dengan wajah serius. Remaja itu bahkan sudah menulis di buku catatannya nama-nama hari dan membuat sebuah kolom untuk kegiatan.
"Serahkan aja sama aku, kamu cuman perlu menulis apa yang aku kerjakan saja" jawab Adelia, dia tidak mau nilainya kacau karena remaja ini. Adelia tidak percaya pada siapapun kecuali dirinya sendiri dan Natasha saat ini.
"Maksudnya?" tanya Dion dengan keningnya yang mengkerut. Gadis ini sungguh tidak biasa.
"Ya, intinya kamu tinggal nulis aja nanti kegiatan selama seminggu ini. Biar aku urus telurnya selama seminggu ini, kamu tinggal tahu beres, gampang kan?" jelas Adelia dengan wajah serius dan tenang. Dia merasa sama sekali tidak butuh bantuan Dion dalam mengerjakan tugas ini.
Dion menghirup udara disekitarnya dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan. Sungguh gadis manis di depannya ini sukses menguji kesabarannya dalam bereaksi. Gadis ini tahu cara membuat orang marah dalam sekejap.
"Apa kamu tahu maksud ibu guru memberi kita tugas ini?" tanya Dion.
"Jelas tahu, memangnya kamu tahu?" balas Adelia dengan wajah tenang, tidak perduli apapun maksud dari teman sekelasnya itu.
"Sabar, sabar Dion, sabaaar" ucap Dion dalam hatinya, mencoba tetap bersabar.
"Jelaskan kalau gitu?" ucap Dion lagi.
"Tugas ini tentang kerja sama dalam mengerjakan sesuatu, itu maksudnya" balas Adelia dengan tenang.
"Ayolah, anak muda, walaupun saat ini kita seumuran, tapi gue bahkan berusia 15 tahun lebih tua dibanding elu. Enggak mungkin gue enggak tahu apa maksud Bu Claire kasih tugas konyol kaya gini" ucap Adelia dalam hati, menatap wajah Dion dengan malas.
"Jadi?" tanya Dion lagi. Adelia mengerutkan keningnya. Mengapa lelaki ini senang sekali bertanya, batinnya.
"Jadi ya terserah. Kamu gabung sama saya terakhir, jadi saya yang jadi ketua di tim kita dan kamu anggota, dan saya yang putuskan siapa yang mengurus telur ini, dan keputusannya, saya yang urus, gitu aja" jawab Adelia.
"Ketua? Rasanya tadi Bu Claire enggak ada deh bilang masalah ketua dan anggota, yang ada kita berpasangan untuk mengurus telur ini selama 1 minggu. Apa kamu enggak bisa bahasa Indonesia ya? Kenapa bisa enggak mengerti kaya gini?" balas Dion sambil menggelengkan kepalanya. Dia bersikap seolah-olah Adelia sangat keterlaluan karena tidak mengerti penjelasan yang mudah dari Bu Claire.
"Terserah, tapi keputusannya dari saya sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat" balas Adelia, tidak mau kalah.
"Oke, kalau gitu, kita biarkan Bu Claire yang selesaikan, dari pada kita ribut enggak jelas sekarang" balas Dion. Pada saat bersamaan, Bu Claire masuk ke dalam kelas.
"Nah, itu Bu Claire datang, sekalian kita langsung tanya, apa bisa dengan cara kamu" balas Dion, setengah mengancam.
Mata Adelia membulat. Kalau Dion mengatakan pada Bu Claire, bisa-bisa dia langsung mendapatkan nilai jelek untuk mata pelajaran ini.
"Tunggu!!" larang Adelia cepat, menarik tangan Dion cepat. Suara Adelia menarik perhatian semua orang, termasuk Bu Claire.
"Dion, Adelia? Ada apa? Ada yang ingin kalian tanyakan?" tanya Claire, menatap dua orang siswanya yang terlihat sedang bersitegang, sepertinya anak muda ini sedang beradu pendapat
"Saya mau bertanya..."
"Iya, Bu. Jadi, Dion dan saya sedikit bingung bagaimana cara presentasi satu minggu lagi" potong Adelia cepat. Tangannya mencengkram kuat tangan Dion, memberi kode agar remaja 15 tahun ini tutup mulut dan memaksa Dion kembali duduk.
"Ooh, oke. Media untuk presentasi bisa macam-macam. Kalian boleh pakai apa saja, yang penting harus menarik, dan menjelaskan apa saja yang kamu dan pasangan kamu lakukan dalam 7 hari kedepan" jelas Claire.
Adelia langsung manggut-manggut, seakan mencerna kalimat gurunya dengan baik. Dion melirik "pasangannya" itu. Dia juga melirik cengkraman tangan Adelia yang masih tetap erat memegang pergelangan tangan Dion.
"Sudah mengerti?" tanya Claire.
"Mengerti Bu" jawab Adelia keras.
"Lepas" pinta Dion.
"Oke" balas Adelia, segera melepaskan pegangan. Warna merah jelas tercetak di pergelangan tangan Dion.
"Jadi?" tanya Dion.
"Oke, kita kerja sama, puas?" tanya Adelia.
"Hari Selasa dan Kamis gue ada latihan basket, selain hari itu, gue free" ucap Dion.
"Oke, Senin, Rabu, telur ini kamu yang jaga, Hari ini, Kamis Jumat, Sabtu dan Minggu telur ini sama saya" Adelia segera membagi tugas dengan cepat.
"No, biar adil, Sabtu Minggu kita bagi dua" balas Dion, tidak setuju.
"Bagi dua?" tanya Adelia, tidak mengerti dengan sikap Dion. Biasanya siswa laki-laki cenderung tidak perduli dengan tugas konyol seperti ini, mengapa lelaki ini seperti ini, terlalu ambisius. Padahal Adelia menawarkan hal yang meringankannya, tapi Dion menolak mentah-mentah.
"Ya, bagi dua waktu kita menjaga telur ini. Jumat kan sama kamu, Sabtu sore, aku akan jemput ke rumah kamu, Jīdàn akan bermalam di rumah aku sampai Minggu sore, kamu jemput Jīdàn di rumah aku, gimana?" tanya Dion, memberi usul yang menurutnya paling adil.
"Kenapa harus jemput menjemput, enggak praktis banget. Mendingan kita ketemu di suatu tempat, di hari Sabtu dan Minggu" balas Adelia.
"Wah, apa kamu bahkan sudah ajak aku malam mingguan?? Ckckck, Jīdàn, ibu kamu bahkan sudah merencanakan kencan" balas Dion sambil menggelengkan kepalanya, pura-pura heran dengan sikap Adelia.
"Tsk, siapa juga yang ajak kencan? Anak aneh" balas Adelia cepat.
"Oke deal! Sabtu Minggu kita kencan" balas Dion sambil tersenyum.
"Kencan? Tsk! Jangan bercanda" balas Adelia sambil memutar bola matanya dengan angkuh.
Mana mungkin Adelia berkencan dengan anak dibawah umur. Walaupun sekarang Adelia berusia 15 tahun, tapi tetap saja, terasa gila bila dia harus berkencan dengan bocah 15 tahun yang saat ini tersenyum usil di hadapannya. Hanya memikirkannya saja sudah membuat Adelia merasa geli sendiri. Di masa sebelumnya dia sama sekali tidak pernah berkencan, mengapa saat kembali di masa sekarang Adelia harus berhadapan dengan bocah baru dewasa yang menyebalkan seperti Dion, batin Adelia.
"Jangan terlalu lama melihat wajah aku, kalau suka bisa repot" ucap Dion dengan cengiran usilnya. Adelia sontak membelalakkan kedua matanya.
"Kamu sangat aneh, siapa juga yang suka?" balas Adelia, mengalihkan pandangannya.
"Hahaha, baru begitu saja gadis ini sudah marah" batin Dion. Entah mengapa Dion senang sekali mengganggu gadis di hadapannya ini. Semakin marah justru semakin senang melihatnya. Gadis ini terlihat manis bila sedang berdiam diri, tapi begitu dia membuka mulutnya, terasa angkuh dan menyebalkan, tapi Dion penasaran dengan sikap gadis yang tidak biasa ini.