"Gadis kelas hukuman" panggil Dion lagi, mengindahkan kalimat Adelia sebelumnya.
Mendengar panggilan Dion yang tidak berubah terhadap dirinya, Adelia mulai kesal, gadis itu menaikkan wajahnya hingga bertatapan langsung dengan wajah Dion.
"Sudah saya bilang kalau itu bukan nama saya" balas Adelia, cemberut. Mood pagi harinya rusak karena remaja usil ini.
"Kalau begitu kita kenalan" pinta Dion. Adelia memutar bola matanya dengan malas. Astaga, ada yang dengan otak remaja ini, batin Adelia, mengeluh dalam hati.
"Jelas-jelas kemarin sudah dengar nama saya disebut, apa masih perlu kenalan?" balas Adelia, masih keras kepala. Dion lekas mengangguk mengiyakan, tidak kalah keras kepala dengan Adelia.
"Oh, astaga anak ini.." gumam Adelia pelan, tidak terdengar oleh Dion. Remaja itu masih menunggu keputusan Adelia.
"Halo, nama saya Adelia Rahmanda, senang berkenalan dengan kamu" balas Adelia, tersenyum dengan terpaksa.
"Well, gue Dion Putra, senang juga berkenalan dengan lu" balas Dion tanpa rasa bersalah.
"Ok, udah kan? Mulai sekarang jangan panggil lagi gue "gadis kelas hukuman", itu menyebalkan tau" balas Adelia sambil mencibir.
"Deal. Tapi gue akan panggil itu kalau gue mau" balas Dion dengan usil.
"Ya, ya, ya.. Sekarang gue mau belajar, bye" balas Adelia cepat. Gadis itu tidak memperdulikan lagi Dion, dia mulai membuka buku untuk mata pelajaran hari ini. Karena Adelia kembali tidak mengacuhkan dirinya, Dion kembali ke tempat duduknya sambil cemberut.
Semalam, Adelia bekerja keras untuk mengerjakan tugas sekolah dan juga mempelajari materi yang sudah tertinggal. Tubuhnya mungkin 15 tahun saat ini, tapi sepertinya otaknya masih 30 tahun seperti di masa depan, jadi Adelia sedikit mengalami kesulitan untuk memahami pelajaran sekolah menengah atas yang sudah lama tidak dia ingat lagi.
"Hei, tumben pagi amat datangnya" sapa Natasha. Sahabatnya itu terengah-engah karena habis berlari. Hari ini dia hampir saja terlambat karena ibunya harus pergi ke suatu tempat dulu.
"Udah kerjain PR?" tanya Natasha lagi. Adelia mengangguk.
"Bisa?" tanya Natasha. Adelia menggelengkan kepalanya.
"Lalu?" tanya Natasha lagi, sedikit penasaran, tapi juga khawatir sahabatnya ini akan berbuat aneh lagi seperti semalam.
"Aku biarkan saja, nanti ditanyakan" jawab Adelia dengan tenang.
"Ya Tuhan," Natasha menepuk keningnya, sudah tidak tahan dengan sikap Adelia yang seenaknya. Dia melirik jam dinding kelasnya, masih ada waktu 10 menit sebelum bel masuk berbunyi.
"Masih ada waktu," gumam Natasha.
"Mana soal yang enggak ngerti?" tanya Natasha. Adelia menunjukkan beberapa soal yang tidak bisa dia kerjakan, terutama untuk pelajaran kimia. Dengan sabar Natasha mengajarkan kepada Adelia soal-soal itu.
"Kriiing!" bel masuk berbunyi tepat saat Adelia berhasil mengerjakan soal terakhir.
"Fiuuuuh" Natasha menghembuskan napas lega. Dia menyeka keningnya yang berkeringat, terlalu lega karena berhasil membantu sahabatnya yang aneh ini menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Tapi ini lebih baik dari pada harus melihat sikap masa bodoh dan sembarangan Adelia saat pelajaran sudah dimulai, seperti kemarin.
"Thank you Nat" ucap Adelia dengan tulus. Dia menatap dengan wajah penuh rasa terimakasih. Adelia di masa depan bahkan tidak ingat kalau dia pernah punya sahabat sebaik Natasha dulu.
"Nanti sore sepertinya gue minta beliin El krim" canda Natasha. Adelia tertawa dan langsung mengiyakan. Di masa depan nanti, bila Adelia kembali, Adelia pasti akan mencari Natasha untuk kembali bersahabat dengannya.
Hari ini berlangsung cepat. Pelajaran demi pelajaran berlalu. Walau dengan susah payah, Adelia bisa melewatinya.
"Gimana?" tanya Natasha, khawatir melihat keadaan Adelia yang "berjuang" menghadapi materi pelajaran hari ini.
"Aman" balas Adelia sambil mengacungkan jempol tangannya.
"Pelajaran terakhir sangat menyenangkan." bisik Natasha.
Mata pelajaran terakhir adalah pelajaran sosial dan pengembangan karakter. Ini pelajaran khusus di sekolah ini. Kepala sekolah sadar, kalau siswa-siswi sekolahnya berasal dari masyarakat kelas atas, tapi banyak sekali kasus perundungan di sekolahnya. Karena masalah ini, Kepala sekolah memutuskan menambahkan mata pelajaran ini untuk siswa-siswi di tahun pertama dan kedua di sekolahnya.
Ibu Claire adalah pengajar khusus untuk mata pelajaran ini. Ibu Claire mungkin berbeda dengan guru lainnya. Wanita itu masih berusia muda dengan penampilan khas anak muda. Rambutnya dipotong pendek, wanita yang masih berusia 25 tahun ini juga suka memakai anting-anting dengan ukuran besar. Tidak ada hukuman di kelas ini, Ibu Claire juga membebaskan siswanya untuk berekspresi. Biasanya Claire akan memberikan tugas-tugas yang sedikit aneh untuk siswa-siswi nya. Guru ini adalah guru favorit di sekolah ini.
Siang ini, Claire masuk ke dalam kelas dengan kotak berisi sesuatu di dalamnya. Claire sudah punya ide untuk tugasnya minggu ini. Adelia tersenyum melihat gurunya. Dia teringat guru favoritnya ini. Mata pelajaran terakhir ini pasti berlangsung seru, pikir Adelia.
"Selamat siang anak-anak" sapa Claire.
"Pagi Bu" balas seluruh anak di kelas.
"Siang ini ibu punya tugas khusus yang seru untuk kalian semua" Claire memulai kelasnya.
Wanita muda itu membuka kotak yang dia bawa, lalu mengeluarkan rak berisi telur. Telur-telur ini sudah punya tanda khusus dari Claire.
"Telur?" gumam Natasha dan Adelia bersamaan, mereka saling menatap masing-masing dengan wajah bingung.
"Semua tahu kan ini apa..?" tanya Claire. Semua anak mengiyakan. Dalam hati mereka bertanya-tanya, mau diapakan telur-telur itu.
"Tugas minggu ini adalah, kalian harus menjadi "ibu dan ayah" untuk telur-telur ini. Nanti ibu akan memasangkan kalian siswa laki-laki dan perempuan, selama seminggu akan menjaga satu telur. Anggap telur ini "anak" kalian yang harus kalian jaga secara bergantian. Hasil akhirnya nanti di minggu yang akan datang, kalian harus menuliskan jurnal harian kegiatan apa saja yang kalian lakukan bersama "anak" kalian dan kekurangan serta kelebihan apa dari "pasangan" kalian selama menjaga telur ini. Kalian harus berusaha agar tidak pecah atau retak, tapi ingat, tidak boleh ada yang curang ya.. Ibu akan lebih menghargai kejujuran kalian selama menjalankan tugas ini" jelas Claire sambil tersenyum.
Para siswa langsung menyambut dengan riuh tugas baru mereka. Semuanya merasa antusias. Claire memang selalu berhasil membuat pelajaran menjadi menyenangkan. Ibu guru itu mulai menghitung jumlah siswa wanitanya, ternyata siswa perempuan lebih banyak dibanding siswa lelaki.
"Hmmm, karena siswa perempuan lebih banyak dibanding siswa lelaki, maka semua siswa perempuan harus menuliskan nama si secarik kertas dan siswa laki-laki akan memilih satu persatu, nama yang tersisa sepertinya akan menjadi orang tua tunggal" ucap Claire sambil melihat daftar absensi kelas.
Adelia tersenyum, sebelumnya dulu, di kelas ini, telurnya berakhir pecah, dia juga lupa siapa yang menjadi pasangannya. Yang pasti tugas ini berakhir tidak bahagia. Adelia segera mengacungkan tangannya.
"Ya Adelia?" tanya Claire.
"Saya mengajukan diri untuk menjadi orang tua tunggal" ucap Adelia tanpa ragu.