Chereads / Second Life, True Love / Chapter 11 - Chapter 11

Chapter 11 - Chapter 11

"Ayah, kenapa Ayah tidur disini?" tanya Martha dengan wajah keheranan. Pagi ini dia berniat membangunkan Adelia untuk mandi, tapi saat masuk ke kamar tidur anak gadisnya, Martha justru mendapatkan suaminya yang berbaring di kamar tidur Adelia.

"Jam berapa ini?" tanya James dengan mata mengantuk.

"Masih subuh, Ayah kenapa tidur disini?" tanya Martha lagi, tetap penasaran.

"Tadi malam Adel tidur di kamar kita, Ayah enggak tega bangunin Adel Bu, makanya Ayah tidur disini" jawab James sambil mengucek matanya.

"Loh, kalau Adel tidur di kamar kita, sekarang anak itu dimana?" tanya Martha lagi. James menggelengkan kepalanya, nyawanya belum terkumpul seluruhnya.

Martha melirik kamar mandi. Pintunya terbuka, jelas tidak ada anak sulungnya disana. Wanita 40 tahunan itu langsung menuju ke kamar mandi di kamar tidurnya, tidak ada orang juga. James mengikuti langkah istrinya dari belakang dengan mata setengah terpejam, dia masih belum mengerti apa yang sedang terjadi, setengah otaknya masih tertidur.

"Del!" teriak Martha memanggil, kali ini menuju dapur. Siapa tahu Adelia kelaparan dan sudah membuat sarapan sendiri, mungkin gadis itu sedang membuat omelette atau roti bakar, pikir Martha. Sayangnya tebakan Martha lagi-lagi tidak tepat. Dapur kosong, tidak ada siapapun.

"Adel!" Martha mulai panik. Pergi kemana anak ini, tanya Martha lagi dalam hati.

James mulai terbangun dan ikut mencari Adel ke kamar Aaron. Tapi anak gadisnya juga tidak ada disana. James hanya menemukan Aaron yang baru terbangun dengan wajah bingung.

"Ada apa Yah? Kenapa ibu pagi-pagi sudah berteriak-teriak?" tanya Aaron.

"Kakak kamu hilang" jawab James sekenanya.

"Dimana Adel ya Yah?" tanya Martha dari pintu kamar Aaron. Wajahnya terlihat pucat, panik dan bingung.

Sebuah suara dari lantai bawah terdengar. Suara pintu depan rumah baru saja tertutup. Tanpa menunggu lama, Martha, James dan Aaron sama-sama beranjak menuju pintu depan.

"Adel!" panggil Martha.

Mereka bertiga mendapati Adelia dengan peluh di seluruh tubuhnya. Gadis itu baru saja berolah raga, lari pagi, saat ini dia memakai jaket tebal dan celana olah raga longgar lengkap dengan handuk di lehernya.

"Ayah? Ibu? Ada apa? Kenapa kumpul semua di sini?" tanya Adelia, terkejut karena semua keluarganya seperti menyambut kehadirannya.

"Kamu habis olah raga? Kenapa enggak pamit sama ibu?" tanya Martha. Wanita itu menghembuskan napas lega. Sudah banyak pikiran buruk terlintas di kepalanya tadi.

"Lain kali pamit dulu ya, Sayang" ucap James.

"Maaf ya Yah, Bu. Adel tadi sebenarnya sudah bilang ke ibu, cuma ibu sepertinya setengah sadar tadi. Adel baru selesai olah raga Bu, lari pagi" jawab Adelia sambil tersenyum manis.

Ternyata orang tua Adelia mengkhawatirkan dirinya, menyenangkan sekali rasanya dikhawatirkan seperti ini. Sekarang Adelia baru tahu rasanya, dia bukannya merasa menyesal tapi malah tersenyum lebar karena merasakan diperhatikan oleh ayah dan ibunya.

"Olah raga? Wah, apa tadi matahari terbit dari Utara Bu? Tumben sekali" balas Aaron, setengah mengejek. Kakaknya itu sama sekali tidak pernah berolahraga,

"Ish, dasar. Matahari selalu terbit dari timur" balas Adelia, menjitak kepala adik lelakinya dengan gemas. Aaron mengaduh sambil mengusap kepalanya.

"Mulai hari ini aku mau olah raga Bu, biar sehat. Oh ya, aku mandi dulu ya Bu, nanti terlambat" balas Adelia, berjalan meninggalkan Ayah, Ibu dan Aaron yang masih kebingungan.

"Ada apa ya Yah?" tanya Martha. Ekor matanya masih mengawasi Adelia yang sudah naik ke lantai atas.

"Entahlah Bu, yang penting ini kabar baik" balas James sambil tergelak. Dia juga berpikir pasti matahari baru saja terbit dari barat, Utara atau selatan saat melihat anak gadisnya berolah raga di pagi subuh seperti ini.

___________

"Yah, Bu, Adel pamit" ucap Adelia.

Martha dan James saling berpandangan, mereka sedikit bingung. Pagi ini anak gadisnya itu terlihat bersemangat berangkat ke sekolah. Berbeda dengan pagi-pagi yang lalu. James kadang merasa bersalah karena memasukkan anaknya ke sekolah unggulan terbaik di kota. James tahu betapa sulitnya Adelia menyesuaikan diri, pergaulan anak jaman sekarang berbeda dengan era James dulu, banyak perundungan. Tapi, semua ini James lakukan karena dia hanya ingin anaknya mendapatkan pendidikan terbaik untuk masa depannya. James tidak mau Adelia atau Aaron mengalami perjuangan berat dalam mencapai cita-cita seperti dirinya.

"Semangat sekali" gumam Martha, dia melirik ke arah suaminya. James tidak menjawab hanya mengangguk.

Adelia jelas bersemangat pagi ini, dia sudah belajar semalaman dan mengerjakan semua pekerjaan rumahnya dengan baik. Ada banyak rencana yang dia pikirkan saat ini, satu yang pasti, dia harus memperbaiki semuanya, mulai dari hubungan dirinya dan keluarganya, juga masa depannya. Adelia akan mengubah masa remajanya yang dipenuhi dengan perundungan.

"Semangat!" seru Adelia dengan kencang, dia bahkan lupa kalau saat ini berada di gerbang pintu masuk sekolahnya, dan banyak senior yang berada di sekeliling Adelia.

"Minggir gajah, menghalangi jalan aja!" hardik seorang siswa perempuan yang merupakan senior Adelia. Gadis itu melihat tampilan Adelia dengan wajah penuh rasa jijik, seakan-akan ada kotoran yang menempel pada tubuh Adelia. Hardikan gadis itu disambut cekikikan rekan-rekannya.

"Tsk," Adelia hanya bisa berdecak kesal. Tapi dia menahan diri untuk tidak marah apalagi memicu pertengkaran, Adel teringat ayahnya, akan merepotkan kedua orang tuanya bila pagi ini dia terlibat perkelahian dengan kakak kelasnya.

"Sabar Del, sabar.. Mereka cuman gadis 16 tahunan tukang bully. Lihat aja ya anak kecil kurang ajar, sebentar lagi gue bakalan masuk jajaran siswa paling cantik di sekolah" batin Adelia. Gadis itu berjalan lebih dulu, mendahului gadis-gadis senior yang baru saja menghina dirinya. Adelia berjalan dengan percaya diri melewati mereka. Dia tidak boleh terlihat tidak percaya diri, batin Adelia lagi.

"Hei gadis kelas hukuman" sapa Dion dengan senyum usil di wajahnya. Adelia tidak menjawab, hanya mendengus pelan, tidak mengacuhkan Dion.

"Kenapa enggak balas sapaan gue, malah cuek gitu?" ucap Dion lagi, mengetuk kursi Adelia. Anak muda ini tidak suka bila ada yang tidak mengacuhkan dirinya.

"Ya Tuhan, gangguan apa lagi ini?" batin Adelia. Dia membalikkan badannya ke arah belakang, menatap Dion.

"Bicara sama saya?" jawab Adelia dengan wajah tenang, mau tidak mau dia terpaksa mengacuhkan pengganggu paginya. Mengapa pagi yang tenang langsung diganggu oleh anak-anak kecil ini, batin Adelia, kesal dalam hati.

"Ya, apa lu enggak dengar gue dari tadi panggil-panggil elu?" jawab Dion. Adelia langsung menggelengkan kepalanya dengan wajah datar tanpa rasa bersalah, seakan-akan memang Dion tidak memanggil dirinya.

"Jelas-jelas tadi gue panggil elu" balas Dion sambil mencibir.

"Oh ya kapan?" balas Adelia lagi, masih mencoba tenang.

"Tadi, pas lu mau duduk, gue panggil, hei, gadis kelas hukuman" jawab Dion dengan wajah tidak bersalah. Dia menirukan semuanya seperti sebelumnya.

"Itu bukan nama saya" balas Adelia dengan tenang. Percuma saja kalau dia marah-marah dengan remaja-remaja ini. Adelia kembali tidak mengacuhkan Dion, badannya kembali menghadap ke depan.

Dion tidak habis akal, remaja lelaki itu berdiri dari duduknya lalu menempati kursi kosong tepat di depan meja Adelia. Setelah duduk dan menghadap ke arah Adelia, Dion mengetukkan jarinya ke meja Adelia.

"Gadis kelas hukuman" panggil Dion lagi, mengindahkan kalimat Adelia sebelumnya.

Mendengar panggilan Dion yang tidak berubah terhadap dirinya, Adelia mulai kesal, gadis itu menaikkan wajahnya hingga bertatapan langsung dengan wajah Dion.

"Sudah saya bilang kalau itu bukan nama saya" balas Adelia, cemberut. Mood pagi harinya rusak karena remaja usil ini.

____________

Hai, mohon maaf lama sekali ya up cerita ini..

semoga suka.. dan jangan lupa untuk baca cerita aku yang lain ya..

terimakasih untuk dukungan para reader baik hati.. dan..

happy reading semuanya..