"Apa elu yakin enggak ada yang salah sama elu Del?" tanya Natasha setelah kelas bahasa Inggris selesai.
Adelia tidak menjawab, hanya menatap Natasha dengan wajah bingung, sementara tangannya tetap membereskan semua barang yang berada di atas meja.
"Hei gadis kelas hukuman" panggil Dion. Adelia melirik dengan wajah tidak acuh, lalu segera berpaling.
"Hei!" panggil Dion lagi. Kali ini dia mengetuk sandaran kursi Adelia.
"Nama gue bukan "Hei"" balas Adelia.
"Kalau gitu kita kenalan" balas Dion dengan tidak tahu malu, dia segera mengulurkan tangannya. Adelia hanya melirik tanpa membalas uluran tangan lelaki itu. Menyebalkan sekali, batin Adelia dalam hati.
"Gue enggak ada waktu, mau pulang" balas Adelia. Dia sudah selesai membereskan barang bawaannya. Adelia langsung berdiri dari duduknya berjalan menuju pintu depan kelas.
"Del, mau kemana?!" tanya Natasha panik karena melihat Adelia sudah berjalan menuju pintu. Tanpa pikir panjang, Natasha segera menarik tangan sahabatnya itu hingga dirinya nyaris terseret oleh Adelia. Jelas saja, tubuh mungil Natasha mana bisa menahan tubuh besar Adelia.
"Pulang, emang kenapa sih?" tanya Adelia lagi. Seingatnya kelas ini adalah kelas terakhir, apa ada kelas lagi, tanya Adelia dalam hati.
"Lu harus temui dokter deh. Jelas ada yang enggak beres sama otak lu" ucap Natasha lagi. Gadis mungil itu berjinjit untuk mengecek suhu temannya dengan punggung tangannya.
"Iih, apaan sih Nat, gue enggak sakit kok. Emang kita belum kelar?" tanya Adelia lagi, mundur selangkah dari tempatnya berdiri.
"Kita masih ada les privat selesai sekolah Del" balas Natasha, kembali menarik tangan Adelia agar tidak pergi untuk pulang.
"Les?" tanya Adelia. Natasha mengangguk.
"Ayo!" ajak Natasha, menarik tangan Adelia ke kelas les mereka.
Adelia berusaha mencari memorinya 15 tahun yang lalu. Mengingat-ingat apa saja yang dia lakukan dulu di kelas 1 SMA, tiba-tiba dia teringat rutinitasnya dulu.
"Aah, les menyebalkan itu" ucap Adelia sambil mencibir. Adelia heran mengapa orang tuanya dulu sangat mencemaskan pendidikan sekolahnya dengan memberikan Adelia berbagai macam les.
"Menyebalkan, tapi penting untuk naik kelas. Nilai lu di semester kemarin super pas-pasan." Natasha berusaha mengingatkan posisi sahabatnya itu di peringkat kelas.
Adelia dulu bukan siswa yang pintar dan berprestasi. Untuk masuk ke sekolah ini saja dia harus belajar mati-matian dan tentunya Ayahnya harus mengeluarkan sumbangan yang besar. Belum lagi dengan semua les tambahan yang harus Adelia ikuti untuk mendongkrak nilainya. Mengingat itu semua membuat hati Adelia merasa malu. Bagaimana bisa dia melupakan jasa Ayahnya begitu saja setelah dia membantu membayar hutang keluarganya dan membantu keuangan mereka. Harusnya Adelia merasa bangga akan apa yang pernah dia lakukan, bukannya merasa marah dan benci sehingga menjauhi keluarganya seperti yang sebelumnya dia lakukan.
"Gue mau pulang" ucap Adelia tiba-tiba. Semua ini membuat Adelia merindukan keluarganya, atau tepatnya, merindukan Ayahnya.
"Abis les juga bakal pulang, enggak sabaran amat sih" balas Natasha, tidak perduli dengan kalimat Adelia, dia tetap berjuang menyeret Adelia hingga sampai di kelas les privat.
Hari ini les privat pelajaran Fisika, selain matematika, fisika juga salah satu ketakutan terbesar Adelia, makanya dia meminta ayahnya untuk mengikuti les ini dan Ayah setuju. Sama seperti kelas matematika sebelumnya, Adelia berterus terang kalau dia tidak mengerti mengenai semua materi les hari ini sehingga gurunya harus mengulangi lagi materi les.
"Adelia, bisa tunggu sebentar, ibu ingin bicara" panggil Bu Ani, guru fisika mereka.
Wanita paruh baya bertubuh tinggi besar itu baik sekali. Dia hampir tidak pernah marah pada siswanya. Adelia menurut dan tinggal di kelas. Ani menunggu sampai semua siswanya keluar dari kelas. Kening Natasha berkerut lagi. Astaga, apa lagi sekarang batin gadis itu dalam hati.
"Ibu lihat kamu sangat kesulitan mempelajari materi yang ibu sampaikan" ucap Ani dengan lembut.
"Iya Bu. Saya memang bodoh sekali dengan matematika dan fisika" jawab Adelia jujur.
"Hmm. Kalau begitu, bagaimana kalau kamu ada waktu kosong di hari Jumat, ibu akan sediakan waktu untuk kamu kalau ada yang ingin kamu tanyakan" lanjut Ani. Dia merasa gagal saat Adelia berterus terang seperti tadi.
"Baik Bu. Saya berjanji akan bersungguh-sungguh belajar kali ini" janji Adelia dalam hati.
"Iya, Ibu percaya. Ya sudah, pulang sana, sudah sore." balas Ani sambil tersenyum.
"Terimakasih banyak Bu" jawab Adelia, membungkukkan badannya 90 derajat sebelum pergi dari kelas.
"Del!" panggil Natasha. Dia menunggu sambil berharap-harap cemas apa lagi yang terjadi pada temannya ini.
"Nat, kok masih disini?" tanya Adelia.
"Tungguin lu lah, kita kan pulang bareng" balas Natasha. Tapi sesungguhnya dia khawatir dengan keadaan temannya ini.
"Oh iya, lupa" balas Adelia, memamerkan cengiran tanpa dosanya pada Natasha.
"Tsk, sumpah, hari ini gue jantungan berkali-kali." ucap Natasha, mengelus-elus dadanya. Hari ini dia seperti naik roller coaster melihat apa yang dilakukan Adelia hari ini.
"Kenapa memangnya?" tanya Adelia dengan polos.
"Kelakuan lu lah yang buat gue sakit jantung! Aish!" jawab Natasha dengan marah sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas melihat wajah tanpa dosa dari yang dibuat Adelia saat ini di depannya.
"Pulang yuk!" ajak Adelia dengan riang, dia rindu dengan orang tuanya, ingin segera bertemu dengan mereka.
Natasha dan Adelia tinggal berdekatan, jadi setiap pulang sekolah mereka selalu pulang bersama. Natasha anak tunggal. Orang tuanya adalah dokter. Ayahnya dokter spesialis bedah, ibunya dokter spesialis mata. Kedua orang tua Natasha sangat sibuk, tapi ibunya selalu punya waktu untuk menjemput anak sematawayangnya. Walaupun anak tunggal, Natasha sangat berbeda, dia baik, dan tidak manja. Adelia heran deng
"Mama!" panggil Natasha dengan suara manja saat melihat mobil ibunya datang. Sementara Adelia membungkuk dengan hormat, sebelum masuk ke dalam mobil.
"Selamat sore, Adel ikut Tante" ucap Adelia dengan sopan.
"Halo, gimana sekolah?" sapa Nora, ibu Natasha.
"Hari ini Adel buat aku sport jantung Ma" curhat Natasha segera.
"Sport jantung?" balas Nora dengan wajah bingung. Gadis kecilnya terlihat kelelahan. Bagaimana tidak, sepanjang siang Natasha harus mengejar dan menyeret Adelia kesana kemari, ditambah ada pelajaran olah raga pagi ini. Tubuh mungilnya nyaris tidak bisa menahan semuanya.
"Oh ya Ma. Coba periksa kepala Adelia, dia aneh seharian ini" ucap Natasha segera. Dia baru ingat kalau ibunya dokter, mungkin bisa menemukan alasan mengapa Adelia bertingkah aneh setelah istirahat makan siang.
"Kenapa?" tanya Nora, mengalihkan pandangan ke arah Adelia. Sekilas dia tidak melihat ada keanehan dari sahabat putrinya itu.
"Aku baik aja kok Tan. Natasha cuman bercanda aja" balas Adelia cepat.
"Apa kepala kamu terbentur?" tanya Nora. Adelia segera menggelengkan kepalanya. Nora menjulurkan tangannya untuk memeriksa Adelia.
"Sepertinya tidak ada yang aneh kok" ucap Nora setelah memeriksa sebentar.
"Yakin Ma enggak ada yang salah? Beneran tadi tuh dia asli aneh banget kelakuannya" cerita Natasha lagi, berusaha meyakinkan ibunya kalau ada yang salah dengan Adelia.
"Hmmm, Mama enggak tahu sih kalau ada teenanger yang berlaku normal, kalian semua aneh di mata kami orang dewasa" canda Nora, sambil tertawa. Masa remaja adalah masa untuk bertingkah tidak normal kan, pikir Nora dalam hati.
Natasha akan protes lagi, tapi ibu nya sudah melajukan kendaraannya dan mengganti topik lain.
"Sampai jumpa besok" pamit Adelia, kembali membungkuk 90 derajat.
"Bye! Besok jangan buat gue jantungan lagi ya!" balas Natasha. Adelia tersenyum saja.
Setelah Natasha dan ibunya pergi, Adelia berbalik dan melihat rumahnya. Rumah yang sudah lama tidak dia temui. Rumah itu masih terlihat sama. Ibu nya pasti sedang menyiapkan makan malam saat ini. Adelia bergegas masuk, dia sudah tidak sabar ingin berjumpa dengan keluarganya.
____________
Halo semua...
up baru ya .. ditunggu sekali dukungannya untuk cerita baru saya ini..
semoga bisa menghibur reader semuanya ya..
ditunggu juga komentar dan review nya untuk cerita ini..
happy reading semua..