"Maksudnya?" tanya Clara kembali, sedikit bingung dengan jawaban anak muridnya ini.
"Maksudnya, saya tidak mengerti semuanya Bu" jawab Adelia dengan wajah serius.
"Semua pelajaran yang Ibu ajarkan hari ini tidak saya mengerti" lanjut Adelia lagi.
Jawaban jujur Adelia langsung membuat seisi kelasnya tertawa terbahak-bahak. Di samping Adelia, Dion menatap teman barunya itu dengan senyuman geli. Gadis yang aneh, pikir Dion dalam hati.
Di depan Dion, Adelia mengedarkan pandangannya ke seisi kelas. Dia menatap anak-anak remaja itu dengan wajah kesal. Adelia berdecak kesal, padahal kalau di tes satu persatu Adelia yakin mereka juga pasti sama tidak mengerti seperti dirinya.
"Saya sudah lama tidak belajar matematika" ucap Adelia tanpa berpikir.
"Kelas terakhir saya dua hari yang lalu Adelia, jangan bercanda" balas Clara, mulai kesal lagi melihat kelakuan siswanya yang tidak biasa.
"Tapi saya benar-benar tidak bisa Bu" balas Adelia lagi dengan raut wajah polos. Adelia memang punya banyak butik dengan penghasilan yang fantastis, tapi dia punya tim akuntan handal untuk membantu mengurus keuangan butik-butiknya, mana ada waktu dia untuk menghitung sendiri. Ilmu matematika yang ada di kepalanya hanya ilmu-ilmu dasar, mungkin hanya setingkat siswa sekolah dasar.
"Saya yakin Bu, pasti banyak juga teman-teman saya yang tidak mengerti, hanya mereka tidak mengatakannya dengan jujur seperti saya" celoteh Adelia lagi.
Clara melebarkan kedua matanya mendengar kalimat jujur tadi. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas. Beberapa anak menghindari tatapan matanya. Guru perempuan itu berbalik menuju mejanya di depan kelas, mengambil daftar absen dan memilih nama siswanya secara acak.
"Rita" panggil Clara.
"I, iya Bu" jawab seorang siswa yang duduk tidak jauh dari Adelia.
"Maju ke depan, coba kerjakan soal nomer 1" perintah Clara.
Rita tidak langsung maju, dia berdiri, lalu mendengus dan melirik ke arah Adelia dengan wajah kesal. Sial sekali, batinnya dalam hati. Sementara Adelia tidak perduli, dia membalas tatapan mata Rita dengan wajah datar.
"Robby, kamu juga maju ke depan, selesaikan soal nomor dua" Clara melanjutkan memanggil seorang siswa lagi.
Setelah menunggu selama 5 menit, ternyata dua orang siswa Clara sama seperti Adelia, mereka tidak bisa mengerjakan soal di buku latihan. Robby bisa mengerjakan setengah jalan tapi kebingungan di akhir, sementara Rita hanya bisa menulis soal saja. Clara sangat terkejut dengan kenyataan hari ini. Selama ini dia berpikir cara mengajarnya sudah dimengerti oleh para siswanya, ternyata kebanyakkan dari mereka tidak mengerti tapi tidak mau mengungkapkan dengan jujur seperti Adelia.
"Apa ada lagi yang sama tidak mengerti ya seperti Adelia?" tanya Clara sambil menghela napas berat. Ibu guru itu merasa gagal hari ini. Beberapa siswa mengacungkan jari tangannya, mereka enggan berpura-pura mengerti setelah Adelia mengaku dengan jujur. Dion juga ikut mengangkat tangannya. Di mejanya Adelia hanya tersenyum senang, dia benar ternyata.
"Dion, kamu juga tidak mengerti?" tanya Clara. Dion mengangguk dengan mantap. Matematika memang bukan mata pelajaran favoritnya.
"Baik, kalau begitu, ibu mulai dari awal lagi" ucap Clara. Pada akhirnya dia kembali ke papan tulis dan menjelaskan lagi tentang materi hari ini. Di akhir, Clara menggunakan contoh soal Rita dan Robby, dan meminta kedua anak itu kembali lagi ke depan untuk mengerjakan lagi soal yang sebelumnya tidak bisa mereka kerjakan. Clara cukup merasa puas ketika kedua siswanya itu bisa mengerjakan, walaupun Rita masih tetap salah, tapi setidaknya ada perubahan, pikir Clara.
"Adelia, coba ke depan, kerjakan soal no 3, ibu mau lihat bagian mana yang kamu belum mengerti" pinta Clara.
"Baik Bu." jawab Adelia patuh. Dia mengerjakan soal itu di papan tulis, berusaha mengikuti langkah-langkah yang baru diajarkan oleh guru matematika nya.
"Saya tidak mengerti di bagian ini" ucap Adelia pada Clara. Guru itu langsung menjelaskan, Adelia mengerjakan sisanya, dan dia bisa. Gadis itu kembali ke bangkunya dengan wajah puas. Tidak terlalu buruk untuk pelajaran pertama, ucap Adelia dalam hati.
"Terimakasih atas hari ini. Ibu minta maaf karena belum menjadi guru yang baik. Ibu harap di kesempatan selanjutnya, kalian jujur saja bila tidak mengerti mengenai apapun materi yang ibu sampaikan." ucap Clara di akhir kelasnya.
Rita langsung berjalan dengan ekspresi marah ke meja Adelia, segera setelah Clara keluar dari kelas. Gadis nakal itu langsung memukul meja Adelia.
"Hei, gendut! Bisa-bisanya kamu buat aku terlihat bodoh hari ini!" ucap Rita dengan marah. Tidak bisa mengerjakan soal tadi membuat dirinya malu sekali. Rita selalu merasa dirinya pintar, padahal tidak, kejadian tadi jelas membuat dirinya malu.
Adelia tidak marah, dia hanya tertawa melihat tingkah remaja di hadapannya. Adelia mungkin saat ini berusia 15 tahun, tapi isi kepalanya adalah orang dewasa berusia 30 tahun, dia sudah melalui banyak asam garam dalam kehidupannya, ancaman dari anak remaja seperti yang Rita lakukan sekarang jelas tidak berarti baginya.
"Kenapa malah tertawa?!" balas Rita lagi, tambah mengamuk karena tawa Adelia.
"Harusnya kamu berterima kasih sama aku, karena aku kamu jadi bisa mengerjakan soal itu kan?" balas Adelia dengan tenang.
"Lu gila atau bego? Buat apa gue berterima kasih sama orang yang udah buat gue kelihatan tolol di depan Bu Clara?" balas Rita lagi.
"Orang tua kita keluarin duit jutaan untuk bisa sekolah disini, kalau begitu, alangkah sayangnya uang orang tua kamu kalau hari ini kamu pulang ke rumah tanpa mengerti materi yang disampaikan guru kita hari ini, bukankah itu sedikit merugi? Aku enggak mau rugi, orang tua aku susah payah bekerja untuk sekolahin aku disini" jelas Adelia.
"Gue setuju sama Adel. Thanks Del!" ucap Robby sambil mengacungkan jempolnya.
"Sama-sama" balas Adelia sambil tersenyum. Dia merasa mendapat banyak dukungan, apa lagi setelah Robby mengucapkan kalimat itu, beberapa teman sekelas lain ikut menimpali dan setuju dengan apa yang Adelia katakan.
"Nona Rita sayang, mulai dari sekarang, biasakan untuk bisa mengakui kelemahan kita. Bodoh bukan berarti buruk. Kita masih pelajar, kalau kita pintar mungkin kita sudah jadi guru atau dosen" nasihat Adelia lagi.
Rita terdiam. Dia ingin menjawab, tapi setelah otaknya mencerna apa yang Adelia katakan, dia berpikir, ada benarnya juga perkataan Adelia ini. Gadis itu hanya berdecak kesal sambil melirik ke arah Adelia lalu kembali ke kursinya.
"Apa lu beneran Adel?" tanya Natasha dengan tatapan mata takjub. Adelia yang dia kenal tidak seperti ini.
"Tentu, cuma lebih tua dan dewasa" balas Adelia sambil mengedipkan sebelah matanya ke Natasha, membuat sahabatnya tergelak karena merasa geli.
Tuhan pasti mengirim dia kembali ke masa lalu karena sesuatu alasan yang khusus, Adelia tidak tahu apa itu, tapi satu yang pasti, Adelia tidak akan melakukan kesalahan seperti kehidupannya dulu.