Chereads / Second Life, True Love / Chapter 5 - Chapter 5

Chapter 5 - Chapter 5

"Hei, apa kamu mau berdiri di depan pintu terus? Atau kamu mau masuk ke dalam?" sebuah suara datang dari arah belakang, mengejutkan Adelia. Gadis itu segera berbalik dan menemukan seorang remaja dengan tinggi badan di atas rata-rata, menatap dirinya dengan tidak acuh, mungkin sedikit kesal karena tubuh besar Adelia jelas menghalangi pintu masuk.

"Bisa minggir sedikit, gue mau masuk" ucap remaja lelaki itu lagi, sambil menunjuk ke arah ruangan hukuman.

"Ya, silahkan" balas Adelia, menggeser badannya, mempersilakan anak muda itu untuk masuk.

"Ayo masuk semua, apa kalian diminta ke kelas hukuman oleh guru kalian?" tanya kepala sekolah dari arah belakang. Kepala sekolah baru saja kembali dari ruangannya untuk mengecek siswa yang dikirim ke ruang hukuman.

"Ya Pak" jawab Adelia dan remaja tadi bersamaan. Mereka berdua segera masuk dan duduk, menempati bangku di dalam kelas.

"Oke, sebelum mulai silahkan perkenalan diri dulu, sepertinya saya belum pernah melihat kalian." ucap Pak Steven. Kedua remaja ini baru pertama kali dia lihat masuk kelas hukuman, biasanya siswa yang berada di kelas hukuman selalu siswa yang sama.

"Perempuan dulu" ucap remaja itu. Adelia segera mendengus kesal, kalau masalah seperti ini saja pasti perempuan diminta lebih dulu, batinnya.

"Saya Adelia Pak, dari kelas 1-3" Adelia mulai memperkenalkan dirinya.

"Alasan diminta kesini?" tanya Pak Steven lagi.

"Saya sedang mengikuti kelas Bu Clara dan Bu Clara meminta saya ke kelas hukuman karena saya tidak mengerjakan kuis" jelas Adelia.

"Kenapa kamu tidak mengerjakan kuisnya?" tanya Steven lagi.

"Karena saya tidak bisa Pak. Saya sudah bilang ke Bu Clara kalau saya tidak mengerti sama sekali dengan soal yang diminta oleh Bu Clara untuk dikerjakan, jadi saya tidak kerjakan" jawab Adelia lagi dengan wajah tenang.

"Kenapa kamu tidak berusaha mengerjakan?" tanya Steven lagi.

Adelia menghembuskan nafasnya dengan sedikit kesal. Mengapa banyak sekali pertanyaan, pikirnya.

"Karena saya bodoh Pak, saya benar-benar tidak mengerti tentang apapun yang ada di papan tulis tadi, apa kebodohan saya patut mendapat hukuman? Saya disini untuk belajar Pak. Apa adil saya dihukum karena kebodohan saya? Apa kita harus selalu pintar agar tidak dihukum? Kalau begitu apa gunanya saya sekolah kalau sudah pintar Pak?" tanya Adelia dengan wajah serius.

Pak Steven tidak langsung menjawab, dia hanya tersenyum tanpa ada sepatah katapun keluar dari bibirnya. Remaja ini ada benarnya, pikir Steven dalam hati. Setelahnya lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya pada remaja satu lagi yang duduk di dekat Adelia.

"Nah, kalau kamu, apa yang buat kamu harus kesini?" tanya Steven pada remaja lelaki itu.

"Saya sendiri bingung kenapa Pak. Saya anak baru, saat masuk kelas, saya langsung diminta keluar menuju ruang hukuman" jawab remaja itu.

"Kamu anak baru? Siapa nama kamu?" tanya Steven lagi. Dia baru sadar, ada seorang anak pindahan dari kota B di sekolah ini. Bagaimana bisa melupakan hal yang begitu penting, Steven menyalahkan dirinya sendiri. Usia membuat ingatannya menjadi sedikit lebih buruk.

"Saya Dion Pak, saya anak baru. Hari ini hari pertama saya. Tadi setelah jam istirahat, saya sedikit kesulitan menemukan kelas saya." cerita Dion lagi.

"Tadi kamu bilang, Bu Clara yang meminta kamu kesini?" tanya Pak Steven lagi. Dion langsung mengangguk.

"Kalian berdua, ikut saya kembali ke kelas" perintah Pak Steven sambil berdiri dan langsung berjalan pergi ke luar dari kelas hukuman.

Adelia dan Dion sama-sama terkejut dan saling bertukar pandang dengan wajah bingung karena perintah kepala sekolah mereka. Mengapa mereka harus kembali ke kelas lagi, tanya keduanya dalam hati.

"Ayo, kenapa masih duduk di sana? Apa kalian memang mau tinggal di kelas hukuman?" tanya Steven.

"Baik Pak" jawab Adelia dan Dion bersamaan. Kedua remaja itu segera bangun dari tempat duduknya dan berjalan mengikuti kepala sekolah mereka.

"Selamat siang anak-anak, Bu Clara" Steven segera menyapa seluruh anak kelas 1-3 dan tentunya ibu guru matematika yang sedang meminta Adam mengerjakan kuis di papan tulis.

"Pak Steven?!" Clara tercengang melihat kehadiran Steven di dalam kelasnya, biasanya Steven hanya berjalan-jalan mengelilingi sekolah sambil mengisi kelas hukuman untuk melihat siapa saja yang mengalami hukuman. Dia tambah terkejut saat melihat dua sosok siswa yang baru saja dia minta pergi ke kelas hukuman. Mengapa sang kepala sekolah harus mengembalikan sendiri dua anak itu, ini sungguh-sungguh tidak biasa, tanya Clara dalam hati.

"Bu Clara, bisa kita bicara sebentar di kantor saya?" tanya Steven sambil tersenyum.

"Baik Pak" balas Clara cepat, segera beranjak menuju tempat Steven berdiri.

"Adam, lanjutkan mengerjakan semua soalnya ya. Dion, Adelia, kalian kembali ke meja kalian. Ah, sebelum saya lupa, anak-anak sekalian, saya lupa memperkenalkan anak baru di kelas kalian, Dion, dia baru pindah dari kota B, ayo Dion sapa teman-teman baru kamu" ucap Steven.

"Selamat siang semuanya, perkenalkan saya Dion, saya baru pindah dari kota B" sapa Dion pada seluruh anak-anak di kelas barunya.

"Silakan duduk di tempat kosong Dion," pinta Steven.

Dion duduk tepat di belakang Adelia, kebetulan hanya bangku itu yang kosong di kelas itu.

"Adam, silakan melanjutkan mengerjakan kuis hari ini, saya mengobrol sebentar dengan Bu Clara" ucap Steven.

Adam mengangguk dengan patuh, remaja berkacamata itu dengan senang hati melakukan apa yang kepala sekolah minta. Sementara Steven dan Clara keluar dari kelas.

"Bu Clara, tadi Adelia bilang kalau ibu meminta dia ke ruang hukuman karena tidak mengerjakan soal kuis ibu hari ini?" tanya Steven. Clara langsung mengiyakan.

"Adelia hanya duduk dan diam saja, tidak menulis apapun, alasannya dia tidak mengerti, saya menghukum dia karena anak itu bahkan tidak berusaha Pak" jelas Clara.

"Apa ibu sudah menjelaskan materi soal kuis ibu hari ini?" tanya Steven lagi.

"Belum Pak. Kuis yang saya berikan sebenarnya adalah pretest dari materi yang akan saya ajarkan hari ini." jelas Clara lagi.

"Kalau begitu, wajar saja kalau Adelia tidak mengerti kan?" balas Steven segera.

Clara tidak menjawab, sejujurnya tadi dia terlalu marah saat Adelia dengan jujur dan polos mengatakan kalau dia tidak bisa mengerjakan karena tidak mengerti. Clara sadar dia salah karena terlalu cepat mengirim Adelia ke ruang hukuman.

"Lalu bagaimana dengan siswa baru tadi, kenapa ibu menghukumnya juga?" tanya Steven lagi.

"Dia terlambat Pak" jawab Clara. Kali ini dia yakin dia akan kena tegur lagi dari kepala sekolah.

"Anak itu anak baru, dia kebingungan mencari kelasnya, harusnya ibu bertanya dulu. Ya, sudah, tidak ada hukuman untuk mereka berdua, itu keputusan dari saya. Saya harap ibu lebih bijak menghukum siswa lain kali. Kita tidak boleh menghukum karena anak murid kita tidak mengerti" balas Steven dengan tegas. Bagi Steven, guru tidak boleh begitu saja menghukum siswanya.

"Baik Pak" balas Clara.

"Silakan kembali ke kelas untuk melanjutkan kelas ibu" perintah Steven. Clara mengangguk dan langsung beranjak pergi.

Guru matematika itu memeriksa hasil pekerjaan Adam. Siswa itu memang pintar sekali. Adam mengerjakan tiga soal kuis tadi dengan sempurna. Clara mengambil secara acak kertas hasil kuis di tumpukan kertas di atas mejanya. Dia melihat sekilas, dari soal pertama saja sudah ada kesalahan. Kepala sekolah benar, dia keterlaluan tadi.

"Oke, buka buku kalian, kita mulai materi hari ini" ucap Clara. Memulai materinya hari ini.

Adelia berusaha memusatkan perhatiannya pada materi yang Clara sampaikan di depan kelas. Walaupun tubuhnya kini berusia 15 tahun, tapi otaknya tetap seorang wanita berusia 30an, dia sulit menerima pelajaran, apalagi ini matematika.

"Sampai disini, apa ada pertanyaan?" tanya Clara. Adelia langsung mengangkat tangan kanannya.

"Ya Adelia, apa pertanyaan kamu?" tanya Clara.

"Semuanya Bu" jawab Adelia.

"Maksudnya?" tanya Clara kembali, sedikit bingung.

"Maksudnya, saya tidak mengerti semuanya Bu" jawab Adelia dengan wajah serius.

Jawaban jujur Adelia langsung membuat seisi kelasnya tertawa terbahak-bahak. Di samping Adelia, Dion menatap teman barunya itu dengan senyuman geli. Gadis yang aneh, pikir Dion dalam hati.