Chereads / Second Life, True Love / Chapter 4 - Chapter 4

Chapter 4 - Chapter 4

"Gue gemuk Nat. Badan gue gemuk! Ini enggak boleh!" balas Adelia lagi dengan wajah panik.

"Lu kenapa sih Del? Badan lu memang begini dari pertama kita bertemu, dari dulu juga memang gemuk, terus apa masalahnya?" Natasha menggaruk kepalanya yang tidak gatal, saking kebingungannya. Ini bukan Adelia sahabat yang biasanya dia kenal, karena Adelia tidak pernah memperdulikan masalah penampilannya, gadis itu selalu bahagia dengan apapun yang dia punya. Tapi mengapa tiba-tiba dia malah panik karena bentuk badannya, Natasha benar-benar kebingungan.

"Gue gemuk Nat! Ini enggak bisa dibiarkan, gue enggak bisa punya penampilan kaya begini" balas Adelia lagi, menunjuk dirinya sendiri.

"Oke, gue rasa ada yang salah sama kepala lu, apa tadi pas jam olah raga kepala lu terbentur? Atau barangkali karena jamur di menu makan siang tadi, ah, gue udah kepikiran kalau rasa jamur itu memang aneh" Natasha memikirkan beberapa kemungkinan alasan kelakuan aneh Adelia siang ini.

Adelia baru akan menjawab pertanyaan konyol dari Natasha, tapi bel sekolah kembali berbunyi, di sekolah mereka bel tanda selesai istirahat akan berbunyi dua kali, bel pertama adalah bel peringatan kalau waktu istirahat akan segera berakhir, dan bel kedua tandanya waktu istirahat telah selesai dan semua siswa harus kembali ke kelas karena pelajaran selanjutnya akan dimulai.

"Oke, Del. Bel udah bunyi lagi, gue enggak mau kita ketinggalan kelasnya Bu Clara" ajak Natasha lagi. Menarik tangan Adelia dan menyeret sahabatnya itu keluar dari kamar mandi secepatnya.

Kelas Bu Clara terkenal cukup "angker". Guru matematika itu galak sekali bila ada yang terlambat atau tidak serius di kelasnya. Bila melakukan salah satu dari dua hal itu, sama saja dengan bunuh diri.

"Ah, untung Bu Clara belum masuk" gumam Natasha setelah menghempaskan tubuhnya ke kursi tempat duduknya. Dia lelah sekali harus menarik tubuh Adelia tadi dari kamar mandi sampai ke dalam kelas. Natasha mengipasi dirinya dengan buku tulis yang ada di atas meja belajarnya. Pagi tadi dia baru saja berolah raga, tapi siang ini Adelia memaksa dirinya "berolah raga" lagi.

"Selamat siang anak-anak" sapa Bu Clara.

"Siang Bu" balas seluruh kelas. Semua siswa langsung merapikan duduknya.

"Oke, sebelum memulai pelajaran, kita adakan kuis dulu, saya yakin semua sudah belajar kan?" ucap Bu Clara yang langsung disambut dengan suara helaan napas dari seluruh kelas.

Tidak memperdulikan para siswanya, Bu Clara langsung menuliskan tiga soal matematika yang berisi materi yang akan mereka pelajari hari ini. Setelah selesai menulis, wanita berusia 30an awal itu langsung berbalik badan sambil tersenyum.

"Ibu beri waktu 15 menit untuk 3 soal ini" ucap Ibu Clara.

Segera setelah Bu Clara mengatakan kalimat itu, para siswa sibuk mengerjakan soal yang ada di papan tulis, kecuali Adelia. Gadis itu justru sibuk memperhatikan isi kelasnya. Kepalanya sibuk menoleh ke kanan dan kiri. Ruangan kelas ini persis sama seperti ingatannya dulu. Adelia bersekolah di sekolah swasta terbaik di kotanya. Ayahnya bersusah payah menyekolahkan dirinya di sini.

"Ah, mengapa aku bisa membenci Ayah, padahal demi aku bersekolah disini, Ayah sampai berusaha setengah mati" ucap Adelia dalam hati.

Matanya berhenti menatap Adam, sang juara kelas. Remaja berkaca mata itu mengerjakan dengan wajah serius, ada kerutan halus di antara kedua alisnya. dua puluh tahun dari sekarang, Adam menjadi seorang dokter bedah saraf yang cukup terkenal, namanya sering wara-wiri di beberapa seminar lokal maupun internasional, wajar saja kalau sekarang dia sangat rajin dan ambisius.

Kepala Adelia bergeser ke belakang, ada seorang remaja berkulit sawo matang yang mengerjakan soal kuis hari ini sambil menganggukkan kepalanya dan sedikit bersenandung. Ya, dia Andre, remaja bongsor itu memang nantinya menjadi seorang pemusik walau tidak terkenal dalam waktu lama. Di SMA, Andre selalu mengisi pentas seni dengan penampilannya.

"Adel, apa kamu sudah selesai?" tanya Bu Clara. Sedari Clara memperhatikan kelakuan aneh dari siswinya itu. Adelia belum menulis apapun di kertasnya, gadis itu hanya celingak-celinguk sambil tersenyum sendiri.

"Belum Bu" balas Adelia dengan tenang.

"Waktunya hanya tinggal 10 menit lagi Adel, kalau kamu tidak mulai mengerjakan dari sekarang, ibu yakin tidak akan bisa selesai." Clara mencoba mengingatkan Adelia lagi.

"Percuma Bu, saya sama sekali belum belajar dan sejujurnya, saya juga sama sekali tidak mengerti materi yang akan ibu sampaikan hari ini" ucap Adelia dengan wajah tenang.

Ruangan kelas sontak dipenuhi dengan gelak tawa dan beberapa helaan napas panjang dari semua siswa. Bahkan Willy, siswa yang paling badung di kelas saja cukup terkejut dengan tingkah "ajaib" dari Adelia.

"Maksud kamu?" tanya Bu Clara, mulai naik pitam karena kejujuran siswi kelas 1 ini. Adelia tidak langsung menjawab, dia tersenyum. Mungkin kalau dihitung secara usia di masa depan, jarak usia mereka tidak terlalu.

"Ibu Clara yang terhormat, saya meminta maaf. Tapi sungguh, saya sama sekali tidak mengerti apapun tentang soal yang Ibu berikan di papan tulis, saya akui saya tidak belajar semalam, jadi saya sekali lagi meminta maaf kalau saya tidak akan mengerjakan kuis yang ibu berikan siang hari ini" ucap Adelia dengan tenang.

Clara tercengang mendengar penjelasan gadis muda di hadapannya, ini pertama kalinya ada yang begitu jujur. Entah Clara harus marah atau mungkin malu dan kesal, Clara juga jadi bingung sendiri. Di samping Adelia, Natasha hanya bisa melotot dengan mulut sedikit terbuka karena tingkah sahabatnya yang semakin aneh sejak jam istirahat tadi.

"Kamu pergi ke ruang hukuman" perintah Bu Clara.

"Ruang hukuman?" Adelia menaikkan kedua alisnya. Apa salahnya kalau dia bodoh dan tidak bisa mengerjakan soal, batin Adelia, sedikit menolak perintah gurunya. Bagi Adelia, bodoh bukan merupakan kesalahan, memang apa salahnya kalau ada siswa yang tidak mengerti.

"Ya, apa kamu juga mau menolak perintah Ibu?" tanya Clara lagi, kali ini kesabarannya sudah di ujung tanduk, mungkin kalau Adelia menolak, amarah guru muda ini akan meledak.

"Tidak Bu, saya akan kesana, sekali lagi saya minta maaf" balas Adelia, segera berdiri dari duduknya, menunduk dengan hormat pada Clara, lalu keluar dari kelas.

"Astaga," gumam Natasha pelan sambil menepuk dahinya, masih bingung dengan kelakuan Adelia.

Adelia berjalan dengan tenang menuju kelas hukuman. Biasanya kelas ini kosong, karena hanya beberapa anak yang memang sulit diatur saja yang akan diminta untuk pergi kesini. Siswa-siswa di sekolah ini kebanyakkan siswa yang berprestasi, jarang sekali ada pembuat onar.

Saat sampai di depan pintu kelas hukuman, Adelia mengetuk terlebih dahulu. Kepala sekolah mereka yang sering berada disini, pria berusia 50 tahunan itu sangat baik hati, biasanya Pak Steven akan bertanya apa masalah siswanya sehingga diminta ke kelas hukuman.

"Hei, apa kamu mau berdiri di depan pintu terus?" sebuah suara datang dari arah belakang, mengejutkan Adelia.