Adelia melemparkan ponselnya ke sembarang tempat. Hatinya kesal bukan main. Bukannya dia ingin bersikap kasar, hanya saja, memang semenjak karirnya semakin menanjak, kehidupan pribadinya jelas hancur berantakan. Sudah hampir dua tahun dia tidak pulang ke Bandung untuk mengunjungi orang tua serta adik laki-laki satu-satunya, Aaron. Tapi Adelia merasa hal ini juga terjadi akibat andil dari keluarganya juga. Kalau bukan akibat kebodohan Ayahnya, mungkin Adelia tidak akan berubah menjadi wanita penggila kerja seperti sekarang dan ayahnya juga yang menyebabkan Adelia enggan untuk pulang. Adelia bahkan tidak mau kenal lagi dengan semua keluarganya itu.
Mendadak Adelia kembali pada kenangan buruk masa lalunya. Sekitar 10 tahun yang lalu, Ayahnya terkena penipuan bisnis oleh sahabatnya sendiri. Sialnya, bisnis itu rugi besar dan akibatnya James terjerat hutang dalam jumlah cukup besar, sementara sahabat Ayah itu hilang entah kemana, sudah berbagai cara dicari, tetap tidak dapat ditemukan. Adelia kala itu baru saja lulus SMA, gadis muda itu harus merelakan cita-cita dan impiannya untuk berkuliah karena masalah ini. Dia terpaksa langsung bekerja setelah lulus SMA untuk membantu Ayah melunasi hutang. Adelia bekerja apa saja, mulai dari kasir supermarket sampai menjadi pencuci piring di restaurant. Dia juga masih ingat betapa takutnya dia saat sekelompok orang berbadan besar mendatangi rumahnya. Mereka menagih hutang James hampir setiap hari. Tidak jarang seluruh keluarganya menerima perlakuan kasar dari debt collector itu.
Beruntung, Dewi Fortuna masih berada di pihak Adelia. Dia diterima menjadi karyawan magang di sebuah perusahaan fashion. Perusahaan tempat dia bekerja berkembang pesat, membuat karirnya juga berkembang. Berkat kerja kerasnya Adelia juga bisa bekerja sambil kuliah lagi. Dia berjuang keras untuk bisa bekerja sembari tetap kuliah. Tidak sampai tiga tahun, Adelia sudah bisa melunasi semua hutang Ayahnya. Tapi muncul masalah lain, saat adiknya terjerat masalah narkoba. Seperti sebelumnya, Adelia kembali harus ikut membereskan masalah itu. Semua masalah yang menimpa keluarganya membuat Adelia menjadi muak, baginya keluarganya hanya seperti benalu dalam kehidupannya. Benalu yang membuat hidupnya selalu didera rasa sulit. Karena itu dia memutuskan untuk tidak terlalu sering berhubungan dengan semua anggota keluarganya. Adelia merasa dia bisa hidup sendiri. Dia hanya mengirimi keluarganya uang bulanan, dan hingga saat ini Adelia hanya mau berbicara dengan ibu kandungnya saja.
Kalau soal pasangan, tidak jauh menyedihkan bila dibandingkan dengan hubungan keluarga. Adelia sama sekali tidak punya kekasih selama beberapa tahun terakhir. Hanya saja beberapa bulan terakhir, ada seorang aktor bernama Ryan, yang gencar mendekatinya. Hubungan mereka sebenarnya hanya sebatas pekerjaan awalnya, tapi lelaki itu sering sekali mengajak Adelia untuk berkencan. Adelia sempat beberapa kali mengiyakan, tapi sebenarnya dia tidak ada hati sama sekali dengan lelaki itu. Saat itu Adelia merasa bosan saja dan sedikit memanfaatkan nama besar Ryan yang sedang naik daun untuk kepentingan bisnisnya. Usahanya berhasil karena setelah rumor dirinya berkencan dengan Ryan cukup ramai wara-wiri di media cetak dan elektronik, butik Adelia semakin terkenal.
Ponsel Adelia kembali berdering, kali ini dari sekretarisnya yang memberi tahu akan ada meeting mendadak pukul 08.00 nanti untuk persiapan rancangan baru mereka. Adelia melirik jam dinding ruang kerjanya.
"Sial, sudah jam setengah tujuh!" makinya. Kalau saja ibunya tidak menghubungi dirinya, sudah pasti Adelia tidak akan melamun akan kenangan masa lalunya, batin Adelia. Lagi-lagi dia menyalahkan keluarganya. Tanpa menunggu waktu lagi, dengan segera Adelia bergegas untuk bersiap-siap menuju kantor. Dia tidak mau terlambat, bisa membuat citra buruk pada bisnisnya.
Pagi ini lalu lintas tidak terlalu padat, Adelia memilih jalan tol untuk menuju kantornya, untuk menghindari macet. Dia memacu mobil sedan mewahnya dengan kecepatan 100km/jam, memang sudah melewati batas kecepatan yang seharusnya. Masih ada waktu sekitar 45 menit bila dia sedikit mengebut, pikirnya. Adelia masuk kembali ke lajur untuk mendahului, dia mencoba memacu kendaraan melewati sebuah bus di lajur sebelahnya, selintas Adelia tidak melihat ada kendaraan lagi didepannya, Adelia pun memacu kendaraannya lebih cepat lagi, hingga mencapai kecepatan 140km/jam.
Tiba-tiba, tanpa Adelia sadari, ada sebuah minivan berwarna putih yang berbelok dengan tiba-tiba ke lajur tempat mobilnya melaju, Adelia mencoba untuk menginjak rem, untuk menghentikan kendaraannya, lalu membanting setir mobilnya ke lajur yang kosong. Malang bagi Adelia, ada sebuah sedan biru yang mengikutinya di belakang dengan kecepatan tinggi, sehingga sedan itu tidak sempat menghentikan laju kendaraannya, sehingga menabrak bagian belakang mobil sedan Adelia. Bus yang tadi Adelia coba dahului juga ikut menabrak bagian samping mobil Adelia, menyebabkan mobil Adelia terbalik beberapa kali dan berhenti dalam posisi terbalik.
Adelia mencoba membuka matanya, sekujur tubuhnya terasa nyeri. Ada rasa hangat dan basah dikepalanya. Dia merasakan darah segar mengucur di dahinya. Perlahan-lahan beberapa orang mulai mendekati mobilnya. Setelah beberapa saat, sayup-sayup Adelia mendengar ada bunyi sirine ambulans mendekat. Pandangan matanya semakin buram, Adelia ingin berteriak minta tolong, berharap ada yang menolong dirinya sekarang, tapi tidak ada suara apapun yang terdengar keluar dari mulutnya, hanya erangan tidak jelas saja yang terdengar dari bibirnya.
Beberapa lelaki berusaha membantunya membuka pintu mobilnya sambil memanggil dirinya. Adelia mencoba bergerak, tapi semakin dia mencoba, semakin badannya bertambah nyeri. Dia memutuskan untuk berhenti bergerak. Wajah ayah, ibu dan adiknya silih berganti datang kepadanya. Semua memori bersama keluarganya, berputar terus-menerus dipikirannya. Mulai dari masa kecilnya, sampai memori terakhir saat pagi tadi ibunya menelpon Adelia. Mendadak pandangan Adella berubah gelap, badannya terasa semakin melemah, Adelia pikir mungkin ini saatnya dia meninggalkan dunia ini. Air mata menetes dari sudut matanya, dalam keadaan sangat putus asa, sebuah doa keluar dari bibir Adelia.
"Ya Tuhan, berilah aku kesempatan untuk hidup, agar bisa memperbaiki hubunganku dengan keluargaku," ucapnya dalam hati. Terbersit sesal di hatinya karena tadi pagi berlaku kasar pada ibu kandungnya. Kalau saja Adelia tahu kalau panggilan itu adalah kesempatan terakhir dia bisa mendengar dan berbicara pada ibunya, dan juga meminta maaf pada wanita yang tidak bersalah itu, pasti dia tidak akan bersikap kasar.
Lalu setelah selesai mengucapkan permintaannya, Adelia merasa matanya bertambah mengantuk, badannya sudah tidak bisa bergerak sama sekali, dan perlahan dia mulai tidak sadarkan diri.
"Adelia !!!! Hello..?!" suara perempuan yang Adelia kenali mendadak terdengar di telinganya. Suara itu kemudian disertai sebuah siku menusuk lengan kanan Adelia, membuat dirinya tersentak.
"Dimana ini?" Gumam Adelia, kebingungan. Tidak ada rasa nyeri pada tubuhnya, dahinya juga tidak terkena darah akibat kecelakaan. Dia mengamati sekelilingnya. Ini tidak seperti di surga, apalagi di neraka. Ini juga bukan rumah sakit.
Adelia kembali memeriksa kedua tangannya dengan cermat dan memegang kepalanya, semuanya masih terlihat baik. Dia benar-benar sehat sekarang. Gadis itu memandang ke arah depan, dia sedang duduk di sebuah kursi panjang dengan nampan makan siang yang baru setengah dia habiskan di hadapannya.
"Astaga!" Pekik Adelia saat menyadari dimana dia saat ini. Adelia berada di sekolah SMA nya dulu, tepatnya di kantin sekolahnya! Hari ini dia tidak meninggal dunia atau terluka akibat kecelakaan itu, tapi dia kembali ke masa lalu, tepatnya masa SMA nya.