Hari terus berlalu, tanpa terasa ini sudah berjalan satu bulan. Rico selalu datang ke tempat jembatan cinta untuk menemui si gadis manis. Rico sudah memberikan nama untuk gadis manis itu, namanya adalah Cinta. Alasan Rico memberinya nama Cinta, karena memang si gadis adalah penunggu jembatan yang diberi nama cinta oleh orang-orang.
Awalnya Cinta merasa sangat kesal selalu didatangi oleh Rico setiap malamnya, tetapi karena sudah terbiasa dia menjadi tidak keberatan. Apalagi selama ini Rico tidak mengganggu apalagi mengusiknya. Rico justru selalu memberikan kenyamanan kepada Cinta.
Walau pun sudah sering bertemu, tapi Rico masih belum bisa membuat Cinta bercerita tentang masa lalunya. Didalam hati Rico juga masih ada pertanyaan yang sangat mengusiknya. Bedanya sekarang Rico sudah tidak peduli, entah Cinta adalah seorang hantu atau hanya manusia biasa. Tapi sejujurnya Rico tetap ingin mengetahui asal-usul Cinta. Rico akan mencari tahunya kelak.
Ditempat kerja pun Rico hanya memikirkan Cinta. Rico mulai tersenyum sendiri membayangkan rambut panjang milik cinta dan tahi lalat diatas bibir yang sangat menggoda imannya.
Adit yang melihat tingkah Rico seperti itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Ini bukan yang pertama kalinya Rico seperti itu. Sudah sering Adit menangkap basah Rico sedang tersenyum sendirian.
Waktu yang ditunggu-tunggu oleh Rico pun tiba. Malam ini Rico akan datang kembali ketempat Ia bisa berjumpa dengan sang pemilik hati.
Rico berjalan dengan gagahnya untuk menghampiri Cinta. Setangkai mawar putih sudah Ia pegang sedari tadi.
Seperti biasa Cinta sedang terduduk dengan manis dan anggun diatas jembatan. Gaun warna putih telah membalut tubuhnya, rambut yang tersanggul rapi memberikan kesan tersendiri bagi yang melihatnya.
Cinta mulai menyadari kehadiran Rico didekatnya. Ia tersenyum manis kepada Rico. Hal yang pertama Rico lihat adalah tahi lalat diatas bibir milik Cinta. Sepertinya tahi lalat itu yang membuat Rico begitu tergila-gila.
"Cinta," panggil Rico dengan begitu halus.
"Selamat datang diduniaku Mas Rico," ucap Cinta.
"Aku ingin duniamu bisa menjadi duniaku," ucap Rico.
Rico membelai wajah Cinta begitu lembut. Cinta sudah tidak keberatan dengan hal itu, dia membiarkan Rico melakukannya.
Tanpa sadar pandangan mata mereka berdua bertemu. Cinta menunduk karena merasakan malu. Rico tersenyum melihat cinta malu-malu seperti itu.
Melihat Rico tersenyum, Cinta semakin merasa gugup, Ia kebingungan harus melakukan apa sekarang.
Dalam situasi seperti ini Rico hampir tidak bisa menahan dirinya. Semampu mungkin Ia menormalkan hasratnya yang terpendam.
"Mas, untuk apa Mas datang ke sini setiap malam?" tanya Cinta.
"Kenapa? Apa kamu tidak menyukainya?" Rico malah balik bertanya.
Cinta berbalik badan dan melangkah perlahan untuk menjauhi Rico. Satu tetes air mulai keluar dari mata kanan Cinta. Entah apa yang membuatnya seperti itu.
Rico tidak mengetahui bahwa Cinta mulai meneteskan air matanya.
"Cinta, aku datang ke sini malam ini hanya untuk memberikan bunga untukmu. Ambilah!" terang Rico.
Rico mendekati Cinta, lalu menyentuh pundaknya dan membalikan tubuh Cinta untuk menghadap kearahnya.
Cinta menatap Rico dengan begitu dalam. Perlahan bibir mungil itu mulai mengembang. Senyuman tercetak jelas dibibirnya. Rico menyodorkan bunga tersebut kepada cinta. Cukup lama Cinta hanya diam saja, tak kunjung mengambil bunga dari tangan Rico.
Rico yang mengetahui bahwa Cinta merasa malu, Ia pun berinisiatif untuk memegang tangan Cinta, lalu meletakan bunga tersebut ditangan lembut milik Cinta.
"Mas, aku senang jika Mas, terus datang ketempatku, tapi ..." ucapan Cinta menggantung.
"Tapi kenapa, Cinta? Katakan padaku! Apa yang membuatmu ragu?" ucap Rico.
"Aku tidak mau ketergantungan kepadamu Mas. Aku takut sewaktu-waktu Mas akan bosan," jelas Cinta.
"Aku tidak akan pernah bosan terhadapmu Cintaku," Rico mengatakan hal tersebut dengan penuh keyakinan.
Tanpa diduga Cinta langsung berhambur kedalam pelukan Rico. Cinta mulai menangis dipelukan Rico, sampai membasahi pakaian Rico.
Rico sangat tidak tega melihat keadan Cinta saat ini. Rico ingin Cinta bisa terbuka terhadapnya.
Tangan Rico mulai menyentuh punggung Cinta, lalu detik berikutnya Rico langsung melingkarkan tangannya ditubuh Cinta.
"Jangan menangis, Cinta! Tersenyumlah!" titah Rico.
"Hiks ... hiks ... tolong jika Mas ingin pergi, maka pergi sekarang! Jangan tunggu sampai aku merasa nyaman terhadap Mas, baru Mas pergi," ucap Cinta.
"Aku tidak akan pergi meninggalkanmu apapun yang terjadi," ucap Rico.
Cinta melepas pelukannya dan menghapus air matanya kasar. Tak ingin terlihat lebih menyedihkan lagi dihadapan Rico, Cinta pun memutuskan untuk segera pergi dari tempatnya sekarang berada.
Jujur Rico sangat tidak ingin berpisah dengan Cinta secepat itu. Rico masih ingin berlama-lama dengan Cinta. Tapi dia juga tidak ingin egois. Rico ingin membuat Cinta merasa nyaman saat berada didekatnya. Semampu mungkin Rico akan membuat senyuman Cinta kembali terukir dibibir manisnya.
Untuk saat ini Rico tidak ingin terlalu memaksakan kehendaknya. Dia akan ikuti dulu apapun keinginan Cinta. Nanti lambat laun dia akan mencoba untuk membuat Cinta berubah seperti dulu.
Rico mendudukan tubuhnya dipinggiran jalan. Dia mengacak rambutnya karena frustasi. Entah cara apa yang harus Rico gunakan untuk memenangkan kepercayaan Cinta.
Dengan lesu, Rico mencoba untuk berdiri. Dia tidak ingin berlama-lama berada ditempat tersebut jika tak ada Cinta. Seandainya Cinta ada juga bersamanya, mungkin Rico akan betah duduk dijembatan sampai pagi. Asal Cinta menemaninya.
Rico tiba dirumahnya, kedua orang tuanya telah menunggu Rico dimeja makan. Mereka berdua memperhatikan Rico dari atas sampai bawah. Mereka bingung kenapa anaknya bisa selecek itu. Wajahnya juga terlihat begitu lesu. Tidak biasanya mereka melihat anaknya dalam keadaan seperti ini. Mereka ingin bertanya, tapi sepertinya waktunya tidak tepat. Jadi mereka memilih diam saja.
"Rico, cepat makan, Nak. Mamih dan Papih udah nungguin kamu dari tadi. Kami sudah sangat lapar," ucap Mamih.
"Tidak, Mih. Rico tidak lapar. Kalau Papih dan Mamih sudah lapar, kalian makan duluan saja. Rico tidak akan makan," terang Rico.
"Loh, kenapa, Nak? Kamu harus makan," titah Papih.
"Tidak mau, Pih. Sudah ya, Rico mau masuk kedalam kamar dulu. Permisi, Pih, Mih. Rico duluan tidur," pamit Rico kepada kedua orang tuanya.
Rico pun pergi meninggalkan kedua orang tuanya dimeja makan. Mamih dan Papih Rico hanya bisa saling lirik.
"Rico kenapa ya, Pih?" tanya Mamih.
"Entah. Mungkin dia hanya kecapean saja, Mih. Sudah, ga usah dibahas dulu. Lebih baik kita makan saja sekarang," jelas Papih.
"Hmm ... baik, Pih," turut Mamih.
Mereka pun makan tanpa Rico. Meski sebenarnya Mamih sedikit susah untuk menelan makanannya jika tanpa Rico, tapi dia tetap memaksakan makanan itu untuk masuk kemulutnya. Mamih tidak ingin membuat Papih marah karena telah membuang-buang makanan.