Jakarta Timur, Pukul 11.30 siang.
Misha sudah berada didalam mobil Hamdan. Ia menatap jalanan ibukota Jakarta yang memang padat sejak dulu. Pikirannya menerawang ketika 30 menit yang lalu Franklin mengatainya cantik.
Sementara Hamdan sedang mengemudikan mobilnya, Misha menghela napas lagi. Benaknya masih memikirkan Franklin. Bukannya ia merasa kepedean di bilang cantik, hanya saja sebagai wanita normal, ntah kenapa ia merasa deg-degan mendengar ucapan itu yang terlontar dari bibir seorang pria yang ia sukai sejak dulu.
"Oh iya, malam ini ada tawaran job. Kamu mau nggak?"
Misha menoleh kesamping. Hamdan masih fokus mengemudikan mobilnya. Saat ini lampu di persimpangan sedang menyala warna merah. Hamdan menyetopkan mobilnya.
"Job apa?" tanya Misha was-was.
"Foto endrose. Temanku punya butik baju muslim. Kabar kamu menjadi brand ambassador parfum halal itu sudah beredar luas dimana-mana."
Seketika Misha terdiam. Bayangan masalalu yang pernah dijebak akibat kasus narkoba karena ketangkapan membawa barang terlarang tersebut membuat Misha merasa takut.
"Eh, kamu dengar nggak?"
Misha meneguk ludahnya dengan gugup. "Iya Kak, Mimi dengar. Tapi maaf, Mimi nggak bisa."
"Kenapa?"
"Mimi takut-"
"Nggak usah takut. Kali ini aku nggak bohong. Udahlah, terima saja jobnya. Lumayan loh. Tapi jangan lupa bagi hasil lagi, 50%." potong Hamdan cepat.
Lampu di persimpangan menyala hijau. Hamdan kembali mengemudikan mobilnya. Sebuah mobil yang ia pinjam milik temannya di kota Jakarta.
"Apakah uang dari Mimi barusan tidak cukup."
"Masih kurang."
"Kak, Mimi harap Kakak jangan menggunakan yang tidak-tidak."
Hamdan mendengkus kesal. Adik kandung perempuan yang kerap dipanggil akrab Mimi sejak kecil itu, membuatnya merasa kalau Misha itu terlalu banyak mengatur hidupnya.
"Kamu menuduhku?"
"Bukan, Kak. Mimi cuma-"
"Pokoknya malam ini, jam 20.00 malam. Oke?"
Detik berikutnya Misha terdiam lagi. Kekurangan dalam hidupnya sejak dulu selain mudah panik, ia juga mudah penakut. Dan Misha tidak berani membantah selain hanya bisa diam.
💘💘💘💘
Jakarta Utara, Pukul 14.00 siang.
Setelah melalukan aktivitas job foto brand ambassador di perusahaan Rayna dan menyempatkan Sholat zuhur di mesjid, Franklin memutuskan akan kerumah sakit saat ini juga.
Sore ini, Mommy Ayesha akan pulang kerumah karena kondisinya sudah pulih setelah melakukan perawatan intensif di rumah sakit pasca operasi amputasi di kaki kanannya.
Ponsel Franklin berdering. Nama Jasmine terpampang di layarnya. Franklin segera menerimanya.
"Assalamualaikum, ya Jas?"
"Wa'alaikumussalam. Franklin, kamu dimana?"
"Em, aku lagi menuju rumah sakit."
"Oh kebetulan sekali. Apakah aku boleh jenguk Mommymu?"
"Boleh. Kamu sudah balik ke Bandung?"
"Iya, sejak kemarin. Maaf baru bisa ke Jakarta hari ini. Sekarang aku ditempat tanteku. Kamu bisa jemput aku, nggak?"
Franklin terdiam. Menjemput Jasmine dan satu mobil dengannya? Franklin tersenyum miris. Tentu saja ia tidak mau, apalagi hal seperti itu tidaklah terlalu darurat.
"Maaf, aku sudah dekat rumah sakit. Kita ketemuan di depan lobby rumah sakit saja, ya."
"Oh gitu ya, em oke deh. Aku otw sekarang. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Franklin memutuskan panggilannya. Ia menghela napas. Ntah kenapa akhir-akhir ini Jasmine sering menghubunginya melalui pesan chat WhatsApp dan panggilan telepon.
💘💘💘💘
Rumah sakit kota Jakarta Utara, pukul 14.15 sore.
Kondisi Ayesha saat ini sudah pulih dengan baik. Di temani Fandi, suaminya itu tidak henti-hentinya terus memberikan semangat dan dukungan agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan.
Ayesha tersenyum tipis sambil menatap kaki kanannya yang sudah tidak ada lagi di balik selimut pasien yang ia kenakan. Kehilangan satu kaki memang bukanlah akhir dari segalanya.
"Tante yang sabar ya, saya yakin, Tante wanita yang kuat."
Ava memegang pelan punggung tangan Ayesha. Ayesha pun tersenyum tipis.
"Insya Allah. Terima kasih ya, Ava. Kamu sudah bekerja dengan baik."
"Sama-sama, Tante."
"Oh iya, kehamilan kamu sudah berapa bulan?"
Ayesha menatap perut Ava yang masih terlihat rata. Namun aura kehamilan wanita itu mulai terpancar. Terlihat dari pipinya yang mulai chubby.
"Alhamdulillah, jalan 3 bulan, Tan."
"Masya Allah, sehat terus ya. Jaga kondisi kehamilan kamu. Kehamilan anak pertama memang momen-momen yang membahagiakan." sela Fandi lagi.
Tiba-tiba pintu terbuka. Franklin pun masuk bersama Jasmine yang ada di belakangnya.
"Assalamualaikum,"
"Wa'alaikumussalam." jawab Ayesha, Fandi, dan Ava.
Ketiganya pun seketika terdiam. Untuk pertama kalinya, orang tua Franklin melihat putranya datang bersama seorang wanita. Hal yang langka dalam hidup Franklin.
"Sini, Franklin. Kamu apa kabar?" ucap Ayesha sambil tersenyum ramah. Franklin mendekati Mommynya, tak lupa mencium punggung tangannya.
"Alhamdulillah, aku baik. Bagaimana kondisi Mommy?"
"Alhamdulillah, Mommy juga baik. Kamu kesini sama siapa?"
"Calon kamu?" sela Fandi tiba-tiba.
Saat itu juga, Ava menatap Jasmine dari ujung kaki hingga ujung kepala. Jasmine terlihat salah tingkah.
"Em, kenalin Tante, Om. Saya Jasmine, temen Franklin."
Fandi menatap Jasmine. Wanita itu cantik. Serasi dengan putranya. Tapi tidak dengan Ava yang memilih pamit undur diri. Dan lagi, tanpa sengaja tatapan Franklin dan Ava bertemu hanya 3 detik. Keduanya memutuskan tatapan sampai akhirnya, Franklin memilih menatap Mommnya. Ava melihat Franklin dari belakang begitu berada didepan pintu.
"Alhamdulillah, semoga kalian berjodoh."
💘💘💘💘
Guest house Kota Jakarta, pukul 22.00 malam.
"Ya Allah, hamba berlindung dari segala macam bahaya, musibah, fitnah, serta perzinahan diluar sana."
"Ya Allah, jadikanlah hamba seorang wanita yang mampu bersabar saat ujian datang kepada hamba."
"Ya Allah, berikanlah hamba rezeki, kesehatan, dan umur yang panjang, serta kelancaran untuk urusan di dunia dan akhirat. Serta wafatkan lah kami dalam keadaan Khusnul khatimah."
"Ya Allah, berikanlah hidayah kepada keluarga kami untuk kembali kejalan yang benar terutama untuk Kak Hamdan. Hamba sadar, Kak Hamdan adalah salah satu ujian hidup untuk hamba."
"Ya Allah, semoga Allah mempertemukan hamba dengan calon jodoh terbaik pilihan Allah suatu saat untuk hamba, siapapun itu, semoga dia adalah calon imam yang menuntun hamba ke surgaNya Allah. Aamiin."
Misha melepas mukenanya dan melipatnya dengan rapi. Ia terdiam. Sesungguhnya dalam hati ia berharap Franklin. Tapi rasanya tidak mungkin.
Pintu terketuk pelan. Pikiran Misha pun teralihkan. Ia pun menuju pintu dan menatap Hamdan didepan matanya.
"Sudah siap belum?"
"Siap untuk apa?"
Hamdan mendecakkan lidahnya. "Jangan pura-pura lupa sama omonganku tadi siang. Ya job foto endrose lah."
"Tapi, Kak. Mimi-"
"Jangan banyak alasan! Kalau kamu nggak percaya, nih aku hubungin teman aku."
Hamdan mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi salah satu temannya kemudian menloudspeker panggilannya begitu tersambung.
"Ya, Halo?"
"Halo, apakah malam ini jadi?"
Misha terdiam. Teman Kakaknya itu terdengar suara wanita.
"Iya jadi, adik kamu bisa kan?"
"Iya bisa. Oke, aku otw ya."
"Oke, aku tunggu."
Panggilan berakhir. Hamdan menatap adiknya dengan sinis. "Masih nggak percaya?"
"Em, ba-baiklah. Mimi, akan berganti baju dulu."
"Oke, nggak pakai lama."
Misha mengangguk lemah. Detik berikutnya Misha menutup pintunya. Ia pun segera bersiap-siap didalam kamarnya.
Tapi tidak dengan Hamdan. Begitu pintu kamar adiknya tertutup, ia malah tersenyum misterius. Sebuah senyuman dengan niat jahat yang tidak akan diketahui Misha kali ini..
💘💘💘💘
Misha dalam bahaya 😓
Tetap stay di cerita ini ya ☺️
Chapter 1-28 utk Chemistry Franklin sama si doi, emang masih dikit. Karena seorang Franklin, bukan karakter playboy yang mudah mendekati wanita sejak chapter awal.
Tentunya kalian yg baca semua karyaku sejak dulu, pasti tahu kan ya, Franklin itu gimana hhe.
Dia punya cara sendiri kayaknya buat deketin calon jodohnya suatu saat.
😁😁
Jazzakallah Khairan ukhti sudah baca. Sehat selalu buat kalian.
With Love 💋 LiaRezaVahlefi
Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Akun Wattpad khusus fiksi remaja Lia_Reza_Vahlefi