Chereads / Mencintaimu Dalam Doa ( Jodoh) / Chapter 30 - Chapter 29

Chapter 30 - Chapter 29

Jakarta Timur, Pukul 20.30 malam.

Setelah memastikan semuanya rapi, Misha segera keluar dari kamarnya dan menuju lobby guest house. Disana ada Hamdan yang tengah duduk di sofa sambil mengisap sebatang rokok.

Hamdan menatap Adiknya dan tersenyum tipis. Tentu saja ia bersemangat karena rencananya akan berhasil. Hamdan mematikan sisa putung rokok yang sudah mengecil di asbak kemudian segera berdiri.

"Sudah siap?"

Misha mengangguk. "Sudah, Kak."

"Ayo, kita hampir terlambat."

Hamdan segera berlalu menuju parkiran mobil sementara Misha mengekorinya di belakang dengan perasaan gelisah. Ntah kenapa sejak tawaran Hamdan 30 menit yang lalu, Misha pun merasa tidak tenang.

"Ya Allah, lindunginlah hamba. Hamba akan berusaha berprasangka baik dengan Kak Hamdan." lirih Misha dalam hati.

Misha sudah berada didalam mobil. Sementara pria itu sudah mengemudikan mobilnya. Seperti biasa, jalanan ibukota Jakarta saat dimalam hari masih terlihat padat.

Di tangan Misha, ada tasbil digital yang ia gunakan untuk menghalau rasa cemas agar hatinya tenang dan tidak kosong.

Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit, akhirnya Hamdan tiba disalah satu bassement parkiran mobil. Seperti yang di ketahui Misha, rekan Kakaknya itu saat ini sedang menunggu di sebuah apartemen.

Misha keluar dari mobil Hamdan. Ia kembali berjalan di belakang Hamdan sampai akhirnya, ia memasuki sebuah lift dan kotak besi itu bergerak ke lantai atas.

"Pokoknya nanti santai saja, temanku itu orangnya baik. Kamu nggak perlu takut. Lagian, saat ini kamu masih masa cuti kerja, kan?"

Misha mengangguk. Tapi, tanpa Hamdan sadari, tetap saja ia tidak bisa meredakan rasa cemasnya. Apalagi kedua tangannya saat ini sudah berkeringat dingin.

"Kalau begitu, semuanya tidak akan menjadi masalah. Anggap saja selama libur cuti, kamu mendapatkan job freelance dan tambahan uang."

Ting! Pintu lift terbuka lebar. Hamdan melangkahkan kakinya keluar dari lift di ikuti Misha. Misha memperhatikan disekitarnya ketika saat ini ia berada koridor apartemen yang sepi. Hamdan berhenti tepat di depan pintu apartemen nomor 5 kemudian mengetuk pintunya.

"Ini tempatnya. Ingat, kamu jangan takut. Oke?"

Misha mengangguk lagi. Wajahnya sudah pucat. Detik berikutnya pintu apartemen terbuka, dan Misha menatap seorang wanita berdiri di ambang pintu. Mishameneguk ludahnya dengan gugup.

"Adik kamu cantik sekali." puji wanita itu sambil menatap kearah Hamdan yang ada di belakang Misha.

Hamdan mengangguk. Tentunya dengan senyuman sinis bahkan mengedipkan salah satu matanya.

"Hamdan sudah memberitahuku sebelumnya tentangmu, senang berkenalan denganmu, Misha. Ayo masuk."

Misha pun masuk, lalu ia menolehkan kepalanya ke belakang. Berharap Kakaknya itu ikut masuk dan setidaknya menemaninya. Tapi sayangnya, Hamdan malah terlihat santai.

"Aku keluar sebentar, mau beli rokok."

"Tapi, Kak-"

"Ayo, Misha, masuk." ajak wanita tadi memanggilnya.

Misha dilema, sementara Hamdan sudah pergi meninggalkan tempat. Tak ada yang bisa Misha lakukan selain pasrah.

Sesampainya di bassement parkiran, Hamdan hanya tersenyum sinis sambil menerima panggilan dari seseorang.

"Aku sudah transfer uang itu ke rekeningmu. Sekarang dia dimana?"

"Oke, terima kasih. Dia sudah berada di Apartemen no 5, Om. Om tenang saja. Dia cantik. Saya yakin, Om pasti menyukainya."

💘💘💘💘

Jakarta Utara, Pukul 21.00 malam

Franklin baru saja meninggalkan rumah ketika beberapa menit yang lalu, Daddy Fandi menyuruhnya ke apotik untuk membeli obat. Akhir-akhir ini Daddynya itu terlihat kurang sehat dan butuh vitamin C. Mungkin karena selama semingguan ini dia sibuk menjaga Mommynya sehingga membuat Daddynya itu kurang istirahat.

Jalanan kota Jakarta terlihat sedikit lenggang meskipun kendaraan masih saja terlihat berlalu lalang. Franklin mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang sampai akhirnya, ia menyipitkan kedua matanya melihat seorang wanita yang begitu familiar berlari cepat di pinggir jalan.

"Bukankah, itu Misha? Ngapain dia berlarian begitu?"

Franklin terus mengemudikan mobilnya melalui Misha. Ia menatap spion tengah dan melihat Misha yang terlihat panik. Ia pun menghela napasnya.

"Positif thinking saja, mungkin dia sedang olahraga di malam hari."

Mobil yang Franklin kemudikan stop di persimpangan 4 ketika lampu menyala merah. Franklin kembali terdiam. Ntah kenapa tiba-tiba ia merasa tidak enak hanya karena melihat Misha berlarian? Apakah wanita itu baik-baik saja?

Franklin mengecek jam di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 malam. Tint! Suara bunyi klakson pengendara lain membuat Franklin tersadar dan segera mengemudikan kembali mobilnya.

💘💘💘💘

"Misha, coba kamu pakai baju ini deh, ini cocok buat kamu."

Dengan bingung Misha menerima sebuah pakaian dari seorang wanita yang tentu saja tidak ia kenal sejak tadi. Misha syok, sebuah pakaian tipis menerawang berwarna merah. Yang benar saja?

"Ini buat apa, Kak?" tanya Misha hati-hati.

"Loh Kakak kamu nggak bilang sama kamu?"

"Maksud Kakak?"

"Ini tuh endrose pakaian tipis. Aku bahkan sudah membayar full sama Kakakmu untuk bayaran kamu "

Dalam hati Misha merasa miris sekaligus geram dengan Kakaknya. Lagi-lagi pria berusia 30 tahun itu menjebaknya.

"Yasudah, sekarang kamu ganti ya. Jangan lupa berpoles, perlengkapan makeup nya ada di meja rias." tunjuk wanita itu kearah meja rias ketika saat ini posisi mereka sedang berada di dalam kamar.

Misha pun mengangguk. Setelah itu wanita tersebut keluar dengan tersenyum puas. Pintu kamar tertutup. Bukannya menuruti perintah wanita tadi, Misha malah membuka sedikit pintu kamarnya. Samar-samar ia mendengar percakapan seorang pria.

Dengan langkah pelan, Misha mengendap-endap. Sesampainya di sebuah tembok, Misha bersembunyi dan syok ketika melihat seorang pria paruh baya berbadan buncit sedang melakukan transaksi dengan wanita tadi.

"Dia sudah didalam. Cantik banget. Om pasti puas."

Air mata mengalir di pipi Misha, kenapa Hamdan bisa setega itu dan menjualnya kepada pria hidung belang? Misha menghapus air matanya dengan cepat dan segera mencari cara agar bisa kabur tanpa diketahui siapapun.

Kedua mata Misha menatap sebuah sumber listrik yang ada di dekatnya dan terpajang di dinding. Misha yakin, bila alat itu di matikan, maka semua penerangan disini akan gelap.

Tanpa membuang waktu lagi, dengan berani Misha menekan tombol tersebut dan akhirnya semua menjadi gelap.

"Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba listriknya mati?"

Misha mendengar suara pria buncit itu yang terkejut karena suasana menjadi gelap. Dengan langkah pelan, Misha segera menuju ruang tamu apartemen begitu wanita tadi dan pria tersebut lengah dan sibuk mencari penerangan.

Nafas Misha tersengal-sengal. Buliran keringat menetes di pipinya. Allah selalu memberi pertolongan dan perlindungan untuknya dan Misha bernapas lega begitu membuka pintu apartemennya dan keluar begitu saja.

"Hei! Mau kemana kamu!"

Misha menoleh kebelakang, lagi-lagi ia harus berlari cepat. Ia sudah lemas dan tidak tahu harus kemana. Air mata mengalir di pipinya setelah mengingat kejadian 30 menit yang lalu.

"Ya Allah, selamatkan hamba."

Misha terus berlari. Tak perduli jika flatshoes yang ia kenakan lepas saat tersandung batu. Misha mengabaikan telapak kakinya yang terbalut kaos kaki itu, sakit akibat menginjak bebatuan kecil di jalanan.

Tiba-tiba sebuah mobil menepi didepan matanya. Tak hanya itu, kaca mobilnya menurun untuk terbuka lebar. Seorang pria menjulurkan lehernya menatap kearahnya.

"Cepat masuk!"

Misha terkejut. "KakFranklin!"

"Cepat!"

"Hei! Tunggu! Kamu milikku malam ini!"

Misha menoleh kebelakang, pria hidung belang dan dua anak buah yang ada di belakangnya terus mengejarnya. Misha segera berlari kemudian membuka pintu bagian depan mobil Franklin yang terkunci.

"Kak! Buka pintunya!" Misha menggedor-gedor pintu mobil Franklin.

"Jangan duduk didepan, di belakang!"

"Tapi, Kak aku mohon cepat!"

"Jangan didepan!"

"Kak, ayolah, please aku-"

"KALAU KAMU DIDEPAN, NANTI AKU BISA GROGI KALAU KAMU ADA DISEBELAHKU!"

"Kak.." hikss, hiks, isak Misha "Tolong selamatkan aku,"

Misha tak habis pikir, situsi sedang gawat, tapi Franklin malah memperlambat situasi. Franklin segera membuka kunci pintu mobil bagian belakang secara otomatis dan Misha masuk sambil bernapas lega meskipun napasnya tersengal-sengal.

Mobil sudah melaju cepat. Franklin menatap ke arah spion tengah selama beberapa detik melihat Misha lalu memfokuskan diri mengemudikan mobilnya dalam keadaan bingung harus membawa Misha kemana.

Detik berikutnya, hanya suara isakan pelan yang terdengar. Misha menangis dengan pilu hingga tanpa sadar membuat hati Franklin ikutan sesak sambil mencengkram kuat kemudi stirnya.

"Ya Allah, kenapa hatiku sakit melihatnya menangis?"

💘💘💘💘

Tegang sih, tapi Franklin sempat bikin kesel juga tadi 😂

Walaupun akhirnya Franklin gak tega sama Misha 😭

Jazzakallah Khairan ukhti sudah baca. Semoga secara perlahan kalian bisa suka sama Misha seperti keputusan aku yg sudah nulis mereka 💕

With Love 💋 LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Akun Wattpad khusus fiksi remaja Lia_Reza_Vahlefi