Kediaman Hamilton, Pukul 16.00 sore. Jakarta Timur.
Sholat ashar baru saja selesai bertepatan saat acara pengajian ibu-ibu berakhir 30 menit yang lalu. Acara pengajian rutian seminggu sekali secara bergilir dari rumah ke rumah setiap anggota pun hanya berlangsung selama 45 menit.
Misha melipat mukenanya dengan rapi setelah ia melaksanakan sholat ashar. Setelah itu, ia pun segera membalikkan badannya dan terkejut mendapati Jasmine disana.
Jasmine terlihat santai sambil memegang kaca kecil untuk merapikan sedikit dalaman hijabnya.
Misha ingat, Jasmine adalah orang yang pertama kali menegurnya saat di ruangan Franklin dengan mengatainya seorang wanita mantan narapidana beberapa minggu yang lalu. Dan Misha juga tidak menyangka, kalau Jasmine hadir diacara pengajian Mommy Ayesha hari ini. Misha mencoba mengabaikan Jasmine dan berjalan keluar mushola.
"Bagaimana rasanya setelah bebas dari penjara?"
Tiba-tiba Misha menghentikan langkahnya. Ia pun rasanya enggan menoleh kebelakang. Tak hanya itu, Jasmine malah berdiri dan berjalan kearah Misha hingga akhirnya mereka saling berhadapan.
"Menurut berita yang aku baca, kasus narkoba yang menimpamu dulu begitu menghebohkan kota Jogjakarta, loh. Ya, gimana nggak heboh? Siswi teladan kok bisa ketangkapan membawa narkoba didalam tas sekolah?"
"Please, jangan drama deh."
Tiba-tiba suara seorang wanita membuat keduanya menoleh. Vita datang disaat yang tepat dan menyelamatkan situasi. Misha juga tidak menyangka kalau keluarga besar Vita ternyata sudah ikut dalam anggota pengajian ibu-ibu sejak dulu. Sangat masuk akal bila Vita juga hadir diacara siang ini. Vita mendekati Misha dan mengamit lengan sahabatnya.
"Ayo, Mi. Kita keluar. Jangan di ambil hati ya,"
Misha hanya menurut ketika saat ini Vita menarik pergelangan tangannya hingga membuat Jasmine mendengkus kesal. Sesampainya di luar, Vita melirik kearah Misha.
"Dia itu, siapa, Mi?"
Misha menggeleng lemah. "Em, dia teman kerja Kak Franklin."
"Kok kamu tahu?"
"Nggak sengaja pernah bertemu saat aku mengantarkan pesanan kopi di ruangan Kak Franklin."
"Oh gitu," Vita manggut-manggut. "Aku juga nggak nyangka kalau selama ini kamu dan Pak Franklin juga saling kenal. Pantas, setiap hari Jum'at Pak Franklin bagi-bagi kopi gratis sama para karyawan. Ternyata kopinya beli di tempat kerjamu."
Misha tersenyum tipis. "Tapi kopinya enak, kan?"
"Ya enak lah, apalagi gratis."
Misha dan Vita pun tertawa. Mereka menyusuri pekarangan halaman luas milik Kediaman Hamilton sambil berjalan santai. Dari jarak jauh, Franklin menatap keduanya melalui jendela kamarnya. Ia pun merogoh ponselnya dan menghubungi seseorang.
Suara ponsel Vita berdering. Vita menghentikan langkahnya dan menatap layarnya. Seketika Vita terdiam.
"Mi, em, kamu duluan deh masuk."
"Loh kenapa? Ayo bareng."
"Aku, mau terima panggilan ini."
"Yaudah, angkat gih. Lagian aku nggak ngurusin percakapan kamu kok. Aku malu masuk kedalam sendirian."
Vita memasang raut wajah tidak enak. Menyadari hal itu, Misha menghela napasnya. "Penting banget ya?"
"Iya, aku butuh privasi. Tolong banget ya."
"Iya deh, iya. Yaudah, aku masuk duluan ya, bye."
Vita melambaikan tangannya pada Misha yang sudah berlalu meninggalkannya. Kemudian segera menerima panggilan itu.
"Aku tunggu kamu, di taman belakang dekat kolam renang."
Vita hanya terdiam dan ia tahu bahwa saat ini seseorang tersebut sedang ingin berbicara serius dengannya.
💘💘💘💘
Semua keluarga sudah berkumpul. Diruang tamu yang mewah dan besar, ada Daddy Fandi dan Mommy Aifa beserta putra dan putrinya. Tentu saja para cucu Hamilton berjumlah 7 putra meramaikan suasana.
"Dad," panggil Aifa pelan.
"Ya?"
"Bagaimana menurut Daddy soal Misha?"
"Misha? Yang mana?"
Aifa menatap Daddynya dengan gemas. Sementara Rex tertawa geli.
"Ituloh, yang datang kesini sama Aifa pukul 11.00 siang tadi."
"Oh yang itu?" Fandi manggut-manggut. "Dia, cantik, Jasmine juga cantik."
"Mereka juga ramah dan sopan. Tadi Jasmine sempat kasih oleh-oleh ke kita. Mamanya baru pulang dari Umroh. Mommy suruh pelayan letakan oleh-oleh itu di kamar. Nanti Mommy kasih ke kalian." sela Mommy Ayesha tiba-tiba.
"Tapi Aifa suka sama Misha daripada Jasmine. Jadi, Jasmine atau Misha nih?" tanya Aifa pada seluruh keluarganya.
"Ak sih, pilih Misha," sahut Feby lagi.
"Iya sama, aku juga pilih Misha, yank." sela Rex.
"Kok Mas jahat? Pilih Misha? Nggak pilih Aifa? Huaaaaa jahat!"
Frankie sampai menepuk jidatnya. Kakaknya itu sejak dulu memang lebay, manja, dan penuh drama. Padahal Kakak ipar Rex itu tidak bermaksud demikian. Daddy Fandi pun tertawa.
"Sudah-sudah, Aifa, iya Daddy setuju sama adikmu dan menantu Daddy. Daddy pilih Misha."
Seketika raut wajah Aifa berbinar. "Berarti sudah lampu hijau dong, ya? Ah senangnya akhirnya Aifa punya adek ipar! Cewek lagi."
"Lah emang calon adek ipar Kakak suatu saat itu cewek, kan?" Frankie menatap Kakaknya dengan jengah. Seketika raut wajahnya berubah sinis.
"Kecuali kembaranku si Franklin itu jadi homo, hahaha."
Sebuah bantal sofa melayang kearah Frankie. Aifa mendengkus kesal. Sedangkan Daddy Fandi dan Ayesha serta lainnya hanya menggelengkan kepala mereka. Sejak dulu, Frankie memang tidak berubah. Suka mengejek Aifa. Tidak seperti kembarannya Franklin yang cenderung tidak banyak berbicara.
"Jadi kapan nih, kita ketemu keluarga Misha?" sambung Feby tiba-tiba.
"Setuju! Iya, Dad, kapan? Mumpung Misha single loh. Jangan sampai dia di embat sama pria lain seperti Ava. Tentang Ava cukup dijadikan pelajaran buat kita. Kan kasian, adek Aifa itu sudah kelamaan menyendiri. Keburu nggak laku,"
"Hush!" teguran Ayesha membuat Aifa menyengirkan bibirnya. "Jangan terlalu terburu-buru. Biarkan Franklin yang memilih nantinya. Memilih pasangan itu bukan perkara yang mudah dan sembarang seperti membeli barang."
"Tapi Mommy suka sama Misha kan?"
"Iya, Mommy senang sama Misha. Yang penting dia itu seakidah dengan kita, Solehah, dan terlahir dari keluarga yang baik-baik."
Seketika Ayesha meringis karena kakinya terasa sakit. Fandi pun segera berdiri dari duduknya dan menggendong istrinya bride style.
"Hm, iya, apa yang di katakan Mommy kalian benar. Sepertinya Mommy mau istirahat dulu."
Detik berikutnya, Misha pun segera menyembunyikan diri agar Daddy Franklin tidak melihat keberadaannya. Ia mendengar semua obrolan keluarga Franklin dengan perasaan sesak.
Seperti yang mereka bilang. Untuk akidah? Tentu saja ia seakidah dengan Franklin. Solehah? Sebisa mungkin ia akan belajar sedikit demi sedikit untuk bisa menjadi seorang wanita muslimah seperti yang sudah diajarkan dalam Islam. Tapi untuk terlahir dari keluarga yang baik-baik? Apakah suatu saat mereka akan menerima dirinya?
Misha menundukkan wajahnya. Tubuhnya terasa lemas. Aifa memang menyukai kehadirannya. Itupun karena wanita cantik itu belum mengetahui yang sebenarnya. Bagaimana jika suatu saat rahasia itu terbongkar sehingga membuat semuanya menjadi kacau?
💘💘💘💘
Jasmine menatap Franklin yang kini sedang berdiri di hadapannya. Sebelah tangan Franklin, terdapat goddybag yang berasal darinya.
"Sebelumnya terima kasih atas pemberianmu, seharusnya kamu tidak perlu repot-repot, Jas."
"Loh, santai saja Franklin. Lagian itu titipan dari Mamah buat kamu. Mamah baru pulang dari Umroh. Yang dapat oleh-oleh bukan hanya kamu, tapi Daddy dan Mommymu dan Keluarga kamu. Anggap saja sebagai tanda terima kasihku atas kerja sama kita diperusahaan."
Franklin tersenyum tipis. "Kalau begitu terima kasih."
"Sama-sama. Em, aku balik dulu ya, Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Jasmine sudah pergi berlalu meninggalkan Franklin bertepatan saat seorang wanita datang menghampirinya. Franklin tahu itu siapa, dengan perlahan ia membalikkan badan dan menatap ke lain.
"Bapak mau bicara sama ya?" sahut wanita itu.
"Iya, langsung saja ke intinya."
Wanita itu segera mengangguk dan menceritakan semuanya. Franklin memasukkan salah satu tangannya didalam saku celana jeans-nya. Ia cukup terkejut mengetahui kejadian semalam yang menimpa Misha melalui seorang wanita yang selama ini menjadi mata-matanya itu.
"Jadi, pria itu berniat menjual adiknya sendiri ke pria hidung belang?"
Wanita itu mengangguk. "Iya, Pak. Semalam saya dan Misha mengobrol lewat panggilan ponsel."
"Apakah benar, pria itu Kakak kandungnya? Dia melakukan hal itu seperti bukan saudara kandung saja."
"Hamdan memang Kakak kandungnya. Sewaktu di Jogja, saya mengenal Hamdan sebagai pria yang baik. Tapi ntah kenapa, semenjak dia membawa Misha ke Surakarta setelah orang tua mereka meninggal, dia langsung berubah. Menurut penjelasan dari Misha, Hamdan seperti itu karena faktor pergaulannya dengan orang-orang yang tidak baik."
Franklin terdiam. Sebenarnya ia kasihan sama Misha. Tapi, kendala untuk mendekati wanita begitu susah karena sampai sekarang, Misha masih bungkam soal rahasia yang dia sembunyikan.
"Misha menyimpan rahasia tentangku. Ntah itu apa. Hingga sekarang dia tetap tutup mulut."
"Apakah perlu saya mendesaknya Pak? Sebenarnya saya juga penasaran sih."
Franklin menggeleng. "Tidak perlu. Sudah cukup kamu membantu saya untuk mengetahui hal-hal tentang Misha. Apa yang dia suka dan lainnya. Terima kasih, Vita."
Vita tersenyum tipis. Ia merasa jantungnya berdegup kencang. Setelah menyimpan perasaan yang terpendam selama semingguan ini, Vita menghela napasnya.
"Pak?"
"Ya?"
"Apakah saya boleh berbicara sesuatu? Em, mumpung masih disini. Kalau di perusahaan besok, kayaknya nggak bisa. Bapak tahu sendiri kalau sudah jam kerja, masing-masing diantara kita pasti sibuk."
"Silahkan. Kamu mau bicara apa?"
"Sebenarnya saya.."
Vita berdeham. Ia menarik napas sejenak dan menghembus secara perlahan.
"Sebenarnya saya suka sama Bapak."
Saat itu juga Franklin terdiam. Ia sangat terkejut. Pertama kali dalam hidupnya ada seorang wanita yang terang-terangan mengungkapkan perasaannya. Franklin tidak berniat menoleh kearah Vita. Baginya, Vita memang cantik. Dan sebagai seorang pria, ia wajib menundukkan pandangannya.
Franklin menghela napasnya, kenapa disaat ia sudah berhijrah ada saja wanita yang tiba-tiba suka dengannya? Tak hanya itu, sikap Jasmine padanya begitu dekat akhir-akhir ini. Apakah Allah sedang menguji iman dan hatinya?
"Kenapa kamu bisa suka sama saya?"
"Semua itu terjadi akibat kita sering chat dan komunikasi hanya untuk membahas Misha, Pak. Nggak hanya itu, akhir-akhir ini, diam-diam saya sering curi-curi pandang melihat Bapak dari kejauhan kalau di perusahaan."
Detik berikutnya, Misha hanya bisa menatap nanar dari belakang dengan posisi yang sedikit jauh dari mereka. Padahal ia berniat mencari Vita. Ia ingin curhat mengenai masalah pribadi terutama tentang hatinya dengan Franklin. Akhir-akhir ia dan Vita sama-sama sibuk, sehingga untuk mengobrol pun, jarang di lakukan.
Tapi siapa sangka, belum saja ia mencurahkan isi hatinya tentang Franklin, situasi membuatnya terluka duluan. Ia tidak menyangka kalau Vita juga menyukai Franklin, sahabatnya sendiri.
Sekarang Misha sadar, kenapa Franklin mengetahui semua tentangnya. Tentang dimana ia tinggal, tentang kesukaannya, warna favorit, dan lainnya.
Semua itu berasal dari Vita. Vita sudah membuatnya kecewa. Hati Misha serasa remuk. Air mata tidak mampu ia tahan lagi. Dengan perlahan, air mata turun di pipinya. Misha segera menghapusnya.
Tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengalah. Diam adalah emas. Sabar adalah ujian untuk hatinya saat ini.
"Aku ikhlas Ta, Kak Franklin sama kamu. Kalian cocok. Kamu terlahir dari keluarga yang baik-baik, sedangkan aku?"
Misha pun membalikkan badannya. Dengan lesu ia berjalan karena ia berniat ingin pulang saat ini juga. Ia berusaha berprasangka baik kepada Allah, mungkin Franklin bukan pilihan yang baik untuknya. Terkadang apa yang kita inginkan, belum tentu itu adalah hal yang tepat untuk kita. Sungguh Allah mengetahui apa yang tidak kita ketahui.
"Misha?"
Misha mendongakkan wajahnya. Aifa berdiri di hadapannya dengan raut wajah ceria seperti biasanya. Misha memaksakan senyumnya.
"Ya, Kak?"
"Sejak tadi Aifa cari kamu, Adek ipar! Ayo kita keruang tamu. Semua keluarga sudah berkumpul selagi menunggu Mommy istirahat dikamar."
Aifa menarik pergelangan tangan Misha. Misha hanya bisa diam dan menurut. Kapan lagi ia akan di berlakukan sebaik ini dengan keluarga Hamilton?
"Aifa sudah cerita sama Mommy Luna kalau dirumah ini ada calon istrinya Franklin. Oh iya, beliau itu Mommy mertua Aifa. Terus diluar juga ada sahabat Daddy yang sudah dianggap keluarga. Namanya Om Farhan dan istrinya. Ah satu lagi, ada sahabat Aifa, namanya Angel. Eh salah, maksudnya Aulia. Pokoknya semua harus tahu sama adek Misha. Kan Dek Misha calon adek ipar Aifa. Aamiin."
Aifa begitu bersemangat. Tapi tidak dengan Misha, tanpa Aifa sadari, lagi-lagi Misha berusaha untuk tidak menangis karena sebentar lagi, ia akan merasakan detik-detik terakhir meninggalkan keluarga Hamilton yang sudah baik kepadanya.
💘💘💘💘💘
Elus dada kalian kalau sesak 😟 kan aku sudah bilang, siapkan tisu 🤧
Tapi jangan lama-lama sedihnya hhe. Karena malam ini adalah malam Nisfu Sya'ban

Jazzakallah Khairan ukhti sudah baca, sehat selalu buat kalian.
Semoga wabah penyakit Corona segera Allah hilangngkan di bumi ini. Aamiin
With Love 💋 LiaRezaVahlefi
Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Akun Wattpad khusus fiksi remaja Lia_Reza_Vahlefi