Chereads / Mencintaimu Dalam Doa ( Jodoh) / Chapter 31 - Chapter 30

Chapter 31 - Chapter 30

Kediaman Aifa Hamilton, Pukul 21.30 malam.

Pintu kamar Aifa terketuk. Aifa yang baru saja memejamkan kedua matanya karena mengantuk pun akhirnya terpaksa turun dari tempat tidur sambil menutup mulutnya karena menguap.

Aifa membuka pintunya. Seorang wanita paruh baya yang menjadi asisten rumah tangganya berdiri dengan raut wajah bersalah.

"Ada apa sih, Mbak? Aifa lagi ngantuk, lelah, pengen bobo cantik, kalau Aifa telat tidur, nanti Aifa bisa penuaan dini dan Aifa khawatir kulit wajah Aifa bisa timbul kerutan."

Asisten wanita paruh baya itu hanya tersenyum canggung sambil mengangguk. "Aduh, maafin saya ya Bu Aifa. Diluar ada Mas Franklin."

"Ha? Franklin? Ngapain? Malam-malam begini kesini?

Buru-buru Aifa segera mengabaikan asisten rumah tangganya dan melangkah menuju tangga turun.

"Saya nggak tahu Bu, yang jelas Mas Franklin bersama wanita di ruang tamu."

Tiba-tiba Aifa menghentikan langkahnya, ia menoleh menatap asisten rumah tangganya ke belakang.

"Wanita? Siapa lagi? Temen Franklin? Keluarga Aifa? Atau.." seketika raut wajah Aifa berbinar. "Ah jangan-jangan calon adik ipar buat Aifa. Ya Allah akhirnya, Franklin laku juga."

Aifa menuruni anak tangga satu per satu dan lagi-lagi ia berhenti tepat di pertengahan anak tangga. Aifa tertegun melihat Franklin menggendong seorang wanita ala bride style.

"Franklin?"

"Kak, apakah suami Kakak sudah pulang dari Los Angeles?"

"Belum, Insya Allah besok siang sudah tiba di Jakarta bersama Mommy mertua. Tapi, dia kenapa? Apakah dia calon Franklin?"

Franklin tidak menggubris Kakaknya yang sudah bisa ia tebak akan bereaksi panik, lebay, dan kepo maksimal. Franklin memilih menuju kamar tamu dengan menaiki anak tangga satu per satu karena ia sudah hapal dimana letaknya mengingat dulunya pernah menginap di rumah Kakak kandungnya itu.

"Franklin, dia juga cantik. Dia lagi tertidur karena kecapekan ya? Kok bisa? Franklin habis ngapain sih sama dia? Apakah-"

"Dia pingsan. Izin titip dia untuk malam ini saja." potong Franklin dengan cepat. Ia pun menatap wanita paruh baya yang menjadi asisten rumah tangga Aifa. "Tolong buka pintu kamar ini, Mbak."

Asisten rumah tangga itu mengangguk dan segera melaksanakan perintah Franklin. Franklin dan Aifa memasuki kamar tersebut. Dengan hati-hati, Franklin menurunkan tubuh Misha yang pingsan sejak 10 menit yang lalu ke atas tempat tidur.

Setelah itu Franklin beralih menghubungi dokter pribadi keluarga Hamilton untuk kerumah Aifa saat ini juga meskipun Aifa sendiri merasa kebingungan dipenuhi tanda tanya.

๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜

60 menit kemudian.. Pukul 22.30 Malam.

Misha terbangun dengan kepala yang pusing. Sayup-sayup ia mengusap kedua matanya. Tak hanya itu, rasa mual dan pusing semakin menyiksa tubuhnya.

"Adik ipar Aifa sudah sadar?"

Misha menoleh ke arah pintu. Seorang wanita yang sangat cantik dan manis berdiri disana sambil membawa nampan berisi segelas air putih dan makanan. Seketika Misha kebingungan ketika Aifa memasuki kamarnya dan meletakan makanan diatas meja kecil samping tempat tidur.

Aifa tersenyum tipis. "Alhamdulillah Misha sudah sadar. 30 menit yang lalu Dokter pribadi keluarga kami datang untuk memeriksa kondisi Misha. Kata dokter, Misha syok dan pingsan. Terus perut Misha penuh angin karena belum di isi makanan. Misha juga punya gejala maag. Apakah Misha masih mual?"

Misha mengangguk canggung. Tak hanya itu, pikirannya mulai berseliweran kemana-mana. Kenapa ia bisa pingsan? Dan kenapa sekarang bisa berada di sebuah kamar yang mewah serta adanya seorang wanita cantik yang perduli dengan keadaannya? Seingatnya ia menangis di mobil Franklin lalu, setelahnya ia tidak mengingat apapun lagi.

"Iya, saya mual. Maaf, kenapa saya bisa berada disini?"

"Tadi adik Aifa yang nolongin Misha. Katanya Misha pingsan. Terus kalau Misha panik, Misha pasti pingsan. Misha punya riwayat mudah panik. Pokoknya tadi Franklin cerita semua tentang Misha. Nggak banyak sih. Ah, ini di makan ya. Sepertinya kita istirahat dulu malam ini, besok pagi kita lanjut cerita ya. Selamat malam, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Misha menatap kepergian wanita cantik yang sejak tadi menyebut nama dirinya Aifa. Ia tidak menyangka kalau Aifa sebaik dan seramah itu. Misha mengedarkan pandangannya keseluruhan ruangan kamar yang terlihat mewah, bersih, wangi, dengan fasilitas yang lengkap. Ini pertama kalinya Misha tidur ditempat orang kaya seperti keluarga Franklin.

Misha menghela napasnya. Apakah benar Franklin menceritakan semua tentang dirinya pada Aifa walaupun hanya sedikit saja? Ia juga heran, sejak kapan Franklin mengetahui ia punya riwayat mudah panik dan gelisah?

Mendadak kepala Misha pusing. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menghargai kebaikan Aifa dengan memakan sajian diatas nampan beserta resep obat dari dokter untuknya.

๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜

Keesokan harinya, kediaman Aifa Hamilton pukul 06.00 pagi. Jakarta Timur.

Lagi-lagi Misha terdiam disebuah ruangan walk in closet yang terletak di kamar tempat ia menginap semalam. Ruangan tersebut hanya berisi lemari yang besar dan kosong karena memang di khususkan untuk tamu saja.

Pintu ruangan terbuka. Misha menoleh kesamping. Asisten rumah tangga Aifa pun datang menghampirinya sambil membawa goddybag.

"Ini pakaian buat Non. Dari Mas Franklin tadi malam."

"Dari Kak Franklin?"

Asisten itu mengangguk sambil tersenyum ramah. "Iya Non, sudah saya cuci dan strika karena semalam kondisinya baru beli."

"Baru beli?" Misha mengerutkan dahinya dan menerima goddybag tersebut dengan canggung.

"Iya Non. Em, sarapan sudah siap. Ibu Aifa sudah menunggu Non Misha di ruang makan."

Misha mengangguk lagi. Setelah kepergian asisten rumah tangga tadi, lagi-lagi Misha di buat bingung ketika ia mengeluarkan isi goddybagnya. Satu set gamis lengkap dengan khimarnya sesuai warna favoritnyaย  peach blossom dengan ukuran M dan tingginya yang akan pas begitu muat di tubuhnya.

Tak hanya itu, ada sepasang flatshoes warna hitam dengan ukuran 40 terlihat cantik di kedua kakinya. Ntah kenapa Misha merasa bahwa Franklin begitu mengetahui semua ukuran pakaian, alas kaki hingga ke warna favoritnya segala? Tanpa banyak bicara lagi, Misha pun segera mengenakan semuanya.

๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜

15 menit kemudian.

Aifa menatap Misha dengan raut wajah berbinar. Saat ini, ia sedang menikmati sarapan. Disebelah Aifa, ada si kembar yang sedang di beri suapan dengan babysitternya.

"Ayo, calon adik ipar, makan yang banyak biar kenyang."

Misha tersenyum canggung. Sebenarnya ia malu. Sejak tadi ia bingung harus merespon bagaimana.

"I-iya, Kak."

"Santai saja Misha, jangan gugup. Anggap saja Aifa ini calon Kakak Ipar yang cantik dan manis buat Misha."

Dan lagi, pipi Misha sudah merona merah. Aifa begitu baik dengannya. Tak hanya itu, sajian sarapan pagi lengkap dengan dessert dan buah-buahan serta jus segar terhidang khusus didepan matanya.

"Kata Franklin, Misha dari Surakarta dan bekerja di kedai kopi ya?"

Misha mengangguk canggung. "Iya Kak."

"Misha tahu nggak? Franklin itu baru saja patah hati loh sama wanita akibat di tinggal menikah."

Seketika Misha terdiam. Aifa benar-benar banyak berbicara sejak tadi. Terutama tentang seorang Franklin sehingga sedikit banyaknya membuat Misha tahu kalau pria itu pernah mengalami patah hati yang tidak pernah diketahui siapapun terkecuali sama pihak keluarganya.

"Franklin itu sudah 3 tahun suka sama wanita itu. Menurut perkiraan Aifa sih begitu. Tapi Aifa sebel! Adik Aifa itu terlalu santai dan kurang usaha, alhasil wanita itu embat pria lain deh."

"Satu keluarga merasa kasian sama Franklin meskipun Franklin terlihat biasa-biasa saja. Gara-gara itu, alhasil Daddy menghibur Franklin dengan memberi sebuah perusahaan PT FR Food di Surakarta. Supaya bisa fokus sama karir dan bisnis."

Misha hanya mengangguk. Sesekali hanya menimpalinya dengan senyuman canggung.

"Franklin nggak ada cerita hal itu ya, sama Misha?"

"Nggak, Kak."

"Ih, pantesan. Sudah Aifa tebak. Aifa pikir, setidaknya sama Misha, dia itu terbuka. Eh, malah tetap irit bicara dan tertutup."

"Mungkin memang begitu Kak, sifatnya."

Misha meneguk segelas air putih meskipun sejak tadi hatinya sudah dag dig dug

"Iya, sama kayak kamu Misha. Aifa perhatikan Misha itu mirip dengan Franklin. Sama-sama pendiam dan irit bicara. Wah jangan-jangan kalian jodoh? Bukankah jodoh itu cerminan?"

Uhuk! Uhuk! Seketika Misha terbatuk. Ia memukul-mukul dadanya yang sesak. Dengan cepat Misha meraih tisu untuk mengelap bibirnya akibat perkataan Aifa barusan. Sedangkan Aifa, wanita itu malah menyengirkan bibirnya.

"Misha kaget ya sampai tersedak? Hehehe, Aifa cuma bisa berharap sama Allah semoga Franklin berjodoh dengan Misha. Mungkin ini jalan takdirnya kenapa adik Aifa itu tidak berjodoh dengan Ava."

"Ava?"

Aifa mengangguk. "Iya, Ava. Si dokter bedah di kota Jakarta ini. Dulu, sedikit lagi mereka hampir nikah. Bahkan sempat dinner bareng loh. Tapi namanya bukan jodoh, Franklin dan kami sekeluarga bisa apa?"

Seketika raut wajah Aifa terlihat muram meskipun Misha sedikit cemburu.

"Tapi pada akhirnya, Dokter Ava yang mengoperasi kaki kanan Mommy setelah mengalami kecelakaan di Surakarta. Kaki Mommy sebelah kanan patah sekaligus ada luka akibat diabetesnya. Ava memutuskan untuk mengamputasi kaki kanan Mommy. Akan berbahaya bila lukanya di biarkan. Alhasil, sekarang Mommy hidup tanpa satu kaki."

DEG!

Misha syok. Tentu saja ia mengingat kejadian itu yang sempat ia curigai bahwa penyebabnya adalah Hamdan. Tak hanya itu, dunia memang sempit. Ia juga tidak menyangka kalau Franklin pernah dekat dengan Ava, seorang Kakak kandung dari sahabatnya yang bernama Vita.

"Aduh, maaf ya jadi sedih gini. Em, ayo kita siap-siap. Setelah ini kita akan pergi."

"Kemana, Kak?"

"Ke rumah Daddy dan Mommy Aifa."

Seketika Misha panik. "Em, Kak, kita ngapain kesana?"

"Hari ini ada pengajian dirumah Mommy. Sekalian, Aifa akan kenalkan Misha sebagai calon adik ipar Aifa."

"Tapi, Kak-"

"Sudah jangan nolak, lagian sejak semalam kamu belum bertemu Franklin kan?" Aifa beranjak dari duduknya. "Aifa siap-siap dulu ya. Oh iya, ini ada si kembar, ayo main-main dulu sama mereka sambil belajar jadi calon Mommy suatu saat hehehe."

Misha menatap kepergian Aifa dengan perasaan gugup, cemas, dan takut. Pergi kerumah orang tua Franklin dengan situasi setelah apa yang terjadi bukanlah hal yang mudah.

Ingin rasanya Misha pergi dari sana. Tapi ia tidak bisa melakukannya. Aifa dan Franklin sudah berlaku baik telah menolongnya sejak semalam meskipun ia mengabaikan panggilan Hamdan sejak semalam dan semua pesan singkatnya yang berisi ocehan.

Tak hanya itu, Misha juga meninggalkan koper yang berisi beberapa pakaiannya di kamar guest house sejak semalam. Hanya tas slinbag, ponsel, serta dompet yang ia bawa.

Berusaha mengalihkan perasaannya yang sedang cemas, tidak ada yang bisa Misha lakukan selain bermain dengan si kembar yang terlihat tampan di usianya yang hampir menginjak 2 tahun. Berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Ya Allah, berilah hamba kesabaran dan kekuatan setelah ini. Terutama saat di depan keluarga besar Kak Franklin. Aamiin."

๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜๐Ÿ’˜

Siapkan hati kaliaaaaaannn Insya Allah setelah Chapter ini ya.

Aku sudah wanti-wanti loh.. pembaca lama pasti tahu gimana maksudnya.. hhe..

Siapkan tisu juga kalau perlu..

๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†

Jazzakallah Khairan ukhti sudah bacaย  sehat selalu buat ukhti.

With Love ๐Ÿ’‹ LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Akun Wattpad khusus fiksi remaja Lia_Reza_Vahlefi