Desa Grogol, Kecamatan Sukoharjo. Pukul 19.00 malam.
Surah Al-khafi ayat 1-10
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Ayat 1)
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلٰى عَبْدِهِ الْكِتٰبَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَّهٗ عِوَجًا ۜ
Al-ḥamdu lillāhillażī anzala 'alā 'abdihil-kitāba wa lam yaj'al lahụ 'iwajā.
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok;
(Ayat2)
قَيِّمًا لِّيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيْدًا مِّنْ لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَهُمْ اَجْرًا حَسَنًاۙ
Qayyimal liyunżira ba'san syadīdam mil ladun-hu wa yubasysyiral-mu'minīnallażīna ya'malụnaṣ-ṣāliḥāti anna lahum ajran ḥasanā.
Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.
(Ayat3)
مَّاكِثِيْنَ فِيْهِ اَبَدًاۙ
Mākiṡīna fīhi abadā
Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.
(Ayat4)
وَّيُنْذِرَ الَّذِيْنَ قَالُوا اتَّخَذَ اللّٰهُ وَلَدًاۖ
Wa yunżirallażīna qāluttakhażallāhu waladā
Dan untuk memperingatkan kepada orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."
(Ayat5)
مَّا لَهُمْ بِهٖ مِنْ عِلْمٍ وَّلَا لِاٰبَاۤىِٕهِمْۗ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْۗ اِنْ يَّقُوْلُوْنَ اِلَّا كَذِبًا
Mā lahum bihī min 'ilmiw wa lā li'ābā'ihim, kaburat kalimatan takhruju min afwāhihim, iy yaqụlụna illā każibā
Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka.
(Ayat6)
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ اِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوْا بِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَسَفًا
Fa la'allaka bākhi'un nafsaka 'alā āṡārihim il lam yu'minụ bihāżal-ḥadīṡi asafā
Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).
(Ayat7)
اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا
Innā ja'alnā mā 'alal-arḍi zīnatal lahā linabluwahum ayyuhum aḥsanu 'amalā
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.
(Ayat8)
وَاِنَّا لَجَاعِلُوْنَ مَا عَلَيْهَا صَعِيْدًا جُرُزًاۗ
Wa innā lajā'ilụna mā 'alaihā ṣa'īdan juruzā
Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering.
(Ayat9)
اَمْ حَسِبْتَ اَنَّ اَصْحٰبَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيْمِ كَانُوْا مِنْ اٰيٰتِنَا عَجَبًا
Am ḥasibta anna aṣ-ḥābal-kahfi war-raqīmi kānụ min āyātinā 'ajabā
Apakah engkau mengira bahwa orang yang mendiami gua, dan (yang mempunyai) raqim itu, termasuk tanda-tanda (kebesaran) Kami yang menakjubkan?
(Ayat10)
اِذْ اَوَى الْفِتْيَةُ اِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوْا رَبَّنَآ اٰتِنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً وَّهَيِّئْ لَنَا مِنْ اَمْرِنَا رَشَدًا
iż awal-fityatu ilal-kahfi fa qālụ rabbanā ātinā mil ladungka raḥmataw wa hayyi' lanā min amrinā rasyadā
(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami."
"Shadaqallahul'azhim."
Misha menutup Al-Qurannya, kemudian ia menciumnya dengan pelan. Sebuah surah Al Khafi yang ia baca ketika di malam Jum'at.
Dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ
"Siapa yang menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, maka ia akan terlindungi dari Dajjal." (HR. Muslim no. 809).
"Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua jumat." (HR. Abu Bakr bin Mardawaih)
Misha segera melepas mukenanya kemudian melipatnya dengan rapi di lanjutkan dengan meletakkan Al Qur'an nya diatas meja.
Misha ia terdiam sejenak. Tiba-tiba ia teringat Hamdan. Dengan cepat ia memakai hijab instan miliknya lalu keluar kamar dan mendapati Hamdan sedang duduk di ruang tamu sambil menaikan salah satu kakinya di atas meja.
Misha menghela napasnya. Dilihatnya Hamdan sedang asyik menghisap rokok. Asap mengepul di udara. Hanya karena itu Misha merasa pusing mencium asap rokok tersebut.
Hamdan menatap adiknya. Ia tetap tidak perduli seperti biasanya. Tanpa diduga Misha mendekatinya lalu meraih botol kaca berisi minuman berakohol diatas meja kemudian membuangnya ke tempat sampah. Tak perduli meskipun masih ada isinya.
"Sudah aku bilang hentikan minum-minum keras dan merokok, Kak! Selain tidak sehat, minuman alkohol itu adalah minuman yang haram. Apakah Kakak tidak memikirkan hal itu sama sekali?"
Hamdan tersenyum sinis. Ia mematikan sisa putung rokok yang sudah mengecil di asbaknya. Hamdan berdiri dan berhadapan dengan Misha.
"Jangan sok suci." Hamdan bersedekap. "Urus saja diri kamu sendiri dan jangan pernah mengurusi hidupku."
"Kakak jangan begitu," Misha menatap Hamdan dengan suaranya uang yang terdengar lirih. "Itu salah satu ucapan yang di benci Allah. Aku sayang sama Kakak. Aku hanya ingin Kakak tidak terus menerus melakukan perbuatan dosa. Itu saja."
Hamdan menatap jengah adiknya yang baginya terlalu mengatur hidupnya. Daripada meladeni adiknya, ia memilih pergi dari sana dan menuju pintu luar.
"Kakak mau kemana?"
"Pergi. Bosan dirumah."
"Apakah Kakak akan terus begini?"
"Suka-sukaku. Lebih baik kamu diam daripada-"
"Bagaimana jika Kakak ditangkap polisi? Aku tidak ingin sendiri tanpa Kakak."
Hamdan menghentikan niatnya. Ia pun membalikkan badannya. Tatapannya mulai tidak suka kearah Misha.
"Apa maksudmu?"
"Kakak ada menabrak seseorang kan tadi sore?"
Bukannya menjawab, Hamdan malah tertawa. Dengan santai ia berjalan kearah Misha dan berdiri menjulang di hadapannya.
"Kamu menuduhku? Hm?"
"Tidak, aku-"
"Dengar!" Misha meringis kesakitan saat Hamdan malah menubruk tubuhnya Kedinding yang ada di belakangnya. Tak hanya itu, Hamdan mencengkram kedua bahu Misha dengan kuat. "Jangan asal menuduh kalau tidak ada bukti!" geram Hamdan.
"Kak, lepas, sakit.." air mata mengalir di pipi Misha.
"Jadilah seperti adik kecil yang penurut kalau kamu tidak ingin aku berbuat macam-macam padamu!"
Hamdan menatap Misha dengan tajam dengan ancaman suaranya yang dingin. Tak hanya itu, tak segan-segan ia memberi cengkraman terakhir dengan kuat di lengan adiknya itu karena merasa benci.
Brak!
Setelah puas melampiaskan rasa kesalnya, ia memilih pergi dari sana dengan menutup pintu rumahnya dalam sekali tutup. Jantung Misha rasanya ingin copot.
Dengan perlahan Misha meluruh di dinding. Ia pun akhirnya terduduk sambil memeluk kedua lututnya dan menenggelamkan wajahnya.
"Kenapa Kakak semakin membuatku rumit? Apakah Kakak tidak pernah merasa bersalah sekali saja akibat kejadian dulu yang menjebakku hingga aku mendekam dipenjara selama 4 tahun?"
Misha merasa tidak sanggup. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menangis.
"Ya Allah, kenapa hamba takut? Kenapa hamba merasa bila Kak Hamdan lagi-lagi membuat keluarga Hamilton celaka?"
"Ya Allah, semoga saja yang menabrak bukan Kak Hamdan. Semoga Allah selalu melindungi Kak Hamdan dimana pun dia berada."
"Ya Allah, sesungguhnya hamba yakin kalau suatu saat Kak Hamdan akan sadar dan seegra berubah untuk kembali ke jalan yang benar, Aaminn."
Seseorang misterius berdiri didekat jendela tanpa Misha sadari sejak tadi. Ia terlihat terkejut begitu mendengar suara lirihan Misha. Tidak ingin keberadaannya di ketahui siapapun, ia pun memilih pergi dari sana tanpa menimbulkan kecurigaan apapun.
💘💘💘💘
Apartemen Solo Residen. Pukul 21.00 malam.
Franklin menatap koper yang baru saja ia isi dengan beberapa pakaiannya untuk keperluannya selama di Jakarta. Besok pagi ia dan sekeluarga akan berangkat ke Jakarta demi memindahkan Mommynya dari rumah sakit solo ke Jakarta menggunakan pesawat pribadi Hamilton.
Salain karena pemindahan Mommynya, tentu saja ia akan melakukan kegiatan sesi foto brand ambassador parfum halal milik Rayna di Jakarta.
Lagi-lagi notifikasi pesan WhatsApp di ponsel Franklin baru saja masuk. Franklin segera meraih ponselnya diatas tempat tidur.
+62812xxxxxxxx : "Aku hanya mendengar suara Misha seperti itu. Selebihnya aku memilih pergi daripada ketahuan."
Franklin terdiam. Dalam hati ia merasa was-was. Franklin mengela napasnya.
Franklin : Jika bukti tidak di temukan, akan menyulitkan diriku untuk mencari tahu siapa yang menabrak Mommyku. Pria itu belum tentu menabraknya. Kamu harus ingat, manusia di kota ini banyak. Kecelakaan mungkin bisa saja terjadi dibanyak tempat setiap menitnya. Bisa jadi pria itu menabrak orang lain, bukan Mommyku."
Franklin mengirim balasannya dan sudah centang dua. Setelah itu ia mematikan ponselnya bila tidak ada keperluan lainnya.
Franklin menatap jam di dinding. Jam menunjukan pukul 21.00 malam. Ntah kenapa tiba-tiba ia menginginkan secangkir kopi?
"Sedikit saja tidak masalah. Aku butuh kafein."
💘💘💘💘
Kedai kopi Van Java. Pukul 21.30 malam.
Anita menatap Misha yang kini sedang duduk di hadapannya. Ia tersenyum tipis.
"Kalau untuk hal ini mengapa sampai jauh-jauh kemari, Sha?"
Misha memaksakan senyumnya. "Bagi saya, ini sesuatu yang penting Mbak. Jadi, apakah saya bisa meminta cuti saya tahun ini?"
"Boleh sih," Anita mengusap dagunya. "Tahun ini kamu belum ambil cuti kan?"
"Iya Mbak."
"Memangnya kamu mau kemana Sha? Tempat keluarga kamu ya?"
"Bukan. Alhamdulillah saja dapat job di Jakarta. Tapi bukan pekerjaan yang menetap kok, Mbak."
"Oh gitu," Anita mengangguk. "Oke, mulai besok kamu cuti."
Misha bernapas lega. Akhirnya besok lusa ia bisa cuti dan berangkat ke Jakarta. Setelah berbasa-basi sejenak, ia pun segera keluar dari ruangan kerja Anita dan ia tidak menyangka melihat Franklin dengan santai menikmati secangkir kopi di kedainya malam ini.
Misha memperhatikan jam di pergelangan tangannya. Padahal setengah jam lagi kedai akan tutup. Ia pun memilih pergi dari sana, berharap jika Franklin tidak melihatnya.
"Misha?"
DEG!
Misha meringis. Ia memejamkan matanya dan membuka kedua matanya secara perlahan. Dalam hati ia berharap Franklin tidak melihatnya.
Jangan bilang pria itu akan menyuruhnya mengantarkan pesanan untuknya apalagi saat ini bukan shift kerjanya? Secara tidak langsung tentu saja ia tidak ingin Franklin mengetahui rahasia yang ia simpan selama ini.
"Saya pesan secangkir coklat panas." ucap Franklin yang didengar oleh Misha.
Misha memberanikan diri mendekati meja Franklin. "Baik Kak, saya akan pesankan ke teman saya-"
"Kamu pekerja sini kan?" potong Franklin cepat.
"I-iya, Kak."
"Yaudah bikinin."
"Tapi-"
"Pelanggan adalah raja."
Misha terdiam. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah dan membuatkan secangkir coklat panas untuk pria itu.
Butuh waktu kurang lebih 5 menit Misha kembali keluar dari tempat barista dan mengantarkan pesanan Franklin.
"Ini, Kak. Pesanannya."
"Terima kasih."
"Sama-sama, permisi-"
"Duduk."
"Ha?"
"Duduk didepan saya."
Jantung Misha sudah deg-degan. Tapi tidak dengan Franklin yang terlihat santai sambil bersedekap.
"Maaf, Kak. Saya-"
"Kamu lagi nggak kerja kan?"
Misha mengangguk pelan. "Iya, Kak."
"Yaudah, temenin saya minum. Lagian kamu sedang tidak memakai baju kerja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Dengan kikuk Misha duduk dihadapan Franklin. Kedua tangannya sudah berkeringat dingin. Franklin sadar Misha sedang gugup.
"Jangan gugup atau grogi. Saya nggak makan orang."
"Maaf,"
Misha menundukan wajahnya. Ia merasa kedua pipinya sudah bersemu merah. Dalam hati ia berharap semoga Franklin tidak menyadarinya.
Franklin menatap Misha sejenak. Bagi Franklin, Misha memang cantik. Berkulit putih. Tutur katanya begitu pelan dan halus. Tak hanya itu, sejak pertama kali bertemu, wanita itu tidak mau menatapnya terlalu lama.
Mungkin di awali obrolan ringan atau menghilangkan kecanggungan sedikit demi sedikit bisa membuat wanita itu tidak panik dan terbiasa dengannya.
Ya, Franklin yakin itu. Ia akan melakukan hal itu agar bisa mendapatkan apa yang ia mau dari Misha.
"Kamu sudah lama bekerja disini?"
"Iya Kak."
"Berapa lama?"
"Alhamdulillah baru setahun, Kak."
"Oh gitu,"
Hening. Tidak ada pembicaraan lagi. Dalam hati Franklin merutuki kebodohannya yang memang tidak pandai menciptakan suasana nyaman hanya untuk obrolan ringan.
"Umur kamu berapa?"
"Saya, 25 tahun, Kak."
"Oh iya." Franklin mengangguk. Ia menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Saat ini ia bingung harus bertanya hal apa lagi.
"Tempat tanggal lahir?"
Detik berikutnya, Misha menatap Franklin saat itu juga. Ia mengerjap-ngerjapkkan kedua matanya bingung.
"Ini ngobrolin apa sih sebenarnya?"
ucap Misha dalam hati.
💘💘💘💘
Saking gak ada pengalamannya sama lawan jenis, Ngobrol aja macam isi biodata
🤣🤣🤣
Jazzakallah Khairan sudah baca. Sebenarnya malam ini di up, tapi insya Allah malam ini ada kesibukan hhe. Jadi sekarang aja ya.
Sehat selalu buat kalian. 💕
With Love 💋 LiaRezaVahlefi
Instagram lia_rezaa_vahlefii
Akun Wattpad khusus fiksi remaja
Lia_Reza_Vahlefi