Chereads / Mencintaimu Dalam Doa ( Jodoh) / Chapter 22 - Chapter 21

Chapter 22 - Chapter 21

PT. FR Food Jaya. Pukul 10.00 pagi. Surakarta.

Semua karyawan terlihat senang sekaligus bersyukur ketika di hari Jum'at, dengan senang hati Franklin mentraktir segelas cup kopi ukuran 240ml secara gratis kepada seluruh karyawan di perusahaannya.

Selain karena niat Franklin yang ingin menyenangkan hati para karyawan sekaligus bagi-bagi rezeki untuk pertama kalinya menjadi pemimpin tertinggi, tentu saja secara tidak langsung tujuannya adalah untuk bertemu dengan Misha.

Semua pemikiran itu terlintas ketika lagi-lagi ia membaca sebuah novel milik Aifa yang menceritakan tentang seorang pengusaha kecil yang selalu membagi-bagikan rezeki makanan cateringan kepada seluruh karyawannya agar senantiasa menjalin erat hubungan antar karyawan sekaligus memperoleh pahala dari Allah SWT.

Setelah membaca sebagian novel milik Aifa itu, ia langsung menghubungi Anita dan memesan segelas kopi 240ml sebanyak 150 cup. Franklin tersenyum sinis, tentu saja ia juga menyuruh Misha untuk mengantarkan kopinya bersama rekan sift nya.

Ponsel Franklin bergetar kecil ketika sebuah notip pesan WhatsApp masuk. Franklin menatap layar ponselnya. Seseorang yang menjadi mata-matanya tentang Misha pun mengirimkan pesan singkatnya.

+62812xxxxxxxx : "Selain Teddy bear coklat, Misha suka cupcake."

Franklin terdiam. Ia mulai berpikir sejenak.

Franklin : "Selain itu? Ah kemarin aku memberinya Teddy Bear meskipun hal itu membuatnya terkejut."

+62812xxxxxxxx : "Dia suka koleksi flatshoes. Tapi itu dulu. Sepertinya sekarang tidak semenjak hidupnya berkecukupan."

Franklin : "Oke, terima kasih."

+62812xxxxxxxx : "Sama-sama. Sebenarnya hal apa yang membuatmu penasaran tentang Misha?"

Franklin tidak membalas pesannya lagi. Tentu saja ia tidak ingin memberitahu banyak hal apalagi menyangkut urusan pribadinya. Ia hanya ingin bertanya tentang benda-benda atau hal apapun yang disukai Misha kemudian berusaha memberikan hal itu padanya.

Ntah kenapa ia yakin usahanya suatu saat akan membuahkan hasil meskipun ia harus bersabar menghadapinya. Mengahadapi seorang wanita asing dengan pria yang tak berpengalaman baginya.

Pintu terketuk. Franklin mengantongi ponselnya. Tanpa diduga seorang wanita hadir dengan sopan. Franklin terkejut kalau wanita itupun adalah Misha. Ah bukankah hari ini ia memesan 150 cup kopi pada Kedai Van Java milik Anita? Tentu saja Misha akan keruangannya mengantarkan kopi untuknya.

"Asalamualaikum,"

"Wa'alaikumussalam, Masuk."

Dengan canggung Misha memasuki ruangan Franklin. Hawa dingin dan sejuk serta tambahan wewangian apel tercium di hidung Misha. Misha memperhatikan seisi ruangan Franklin yang luas dan besar dengan nuansa warna netral, abu-abu dan putih.

Ponsel Franklin kembali bergetar. Franklin mengabaikan Misha sejenak dan lagi-lagi seorang mata-mata itu mengirimkan pesan untuknya.

+62812xxxxxxxx : "Oke kalau kamu nggak mau kasih tahu hal yang sebenarnya. Seperti yang aku tahu, Misha itu orang yang mudah panik dan syok. Jadi, kamu pasti mengerti maksudku kan?"

Franklin berdiri dari duduknya dan mengabaikan ponselnya. Sebisa mungkin ia bersikap biasa-biasa saja meskipun berlawanan dengan orang asing untuk urusan pribadi saja rasanya begitu sulit untuknya.

"Kopi saya?"

Dengan perlahan Misha menyerahkan Kraft paper cup kopi milik Franklin. Lagi-lagi tubuhnya mulai panas dingin.

"Ini, Kak."

"Tidak pakai rum?"

"Maaf Kak, kopi di kedai kami memang tidak menggunakan rum."

"Oke, terima kasih."

Misha mengangguk. Baginya, berhadapan dengan Franklin yang selama ini ia lihat di majalah bisnis dengan penampilan jas formal, rambut di sisir rapi, mengenakan dasi serta pentofel yang mengkilat adalah sebuah mimpi yang kini menjadi kenyataan.

"Sama-sama, Kak. Permisi."

"Sebentar."

DEG!

Raut wajah Misha mulai gugup. Dalam hati ia berdoa semoga saja Franklin tidak membuatnya pingsan. Tangan Misha mulai berkeringat dingin. Tubuhnya juga terasa melemas.

"Maaf Kak, a-ada apa?"

Franklin bersedekap. "Hanya penasaran dengan ucapanmu waktu itu. Apakah benar kamu menyimpan rahasia tentangku? Aku harap jangan berbohong, kamu tahu sendiri berbohong adalah perbuatan dosa."

Misha meneguk ludahnya dengan gugup. Ntah kenapa dadanya sesak.

Misha menundukkan wajahnya.

"I-iya, Kak."

"Apakah saya boleh tahu?"

Misha menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak bisa memberitahukan hal itu."

"Kenapa?"

"Jika saya memberitahukan hal itu, maka-"

Pintu terketuk tiba-tiba. Aldi datang disaat Franklin tengah membahas urusan pribadinya dengan Misha.

"Asalamualaikum, Maaf Pak mengganggu. Ibu Jasmine ingin bertemu Bapak. Beliau ada disini."

Tanpa menunggu respon dari Franklin, tiba-tiba Jasmine masuk dengan santai. Franklin sedikit tak percaya kalau sejak kemarin Jasmine yang di maksud Aldi adalah teman semasa sekolah menengah atas di Bandung.

"Jasmine?"

"Hai, Frank. Asalamualaikum."

Dengan suara gemeletuk highells setinggi 5 Cm, Jasmin melangkahkan kedua kakinya mendekati Franklin hingga membuat Misha sedikit menggeser posisinya.

"Wa'alaikumussalam.."

"Aku sudah bisa menebak kamu pasti akan terkejut dengan kedatangan aku, kemari, iya kan? Kamu apa kabar?"

Jasmine mengulurkan tangannya kearah Franklin. Dengan sopan Franklin hanya menangkupkan kedua tangannya didepan dada. Jasmine yang sadar pun hanya tersenyum tipis dengan canggung.

"Alhamdulillah aku baik. Maaf sebelumnya aku tidak tahu, kupikir Jasmine orang lain."

Jasmine tersenyum tipis. Tanpa sengaja ia menolehkan kepalanya kesamping. Ia terkejut melihat seorang wanita yang pernah ia lihat di salah satu media headline news.

"Loh, kamu disini?"

Misha sedikit bingung dengan pertanyaan wanita yang bernama Jasmine itu. Seolah-olah Jasmine mengenalinya. Padahal ia sama sekali tidak pernah bertemu dengannya.

"Bukannya kamu di penjara ya? Kamu sudah bebas dan menjadi mantan narapidana?"

Detik berikutnya Franklin syok mendengar lontaran Jasmine yang begitu mencengangkan. Sejak dulu ia memang terbiasa dengan ucapan para teman-temannya dikelas kalau Jasmine dikenal sebagai seorang gadis yang suka berbicaralah blak-blakan bahkan ngeggas tanpa mengenal lawan bicaranya ntah itu siapa. Bahkan posisi Aldi yang masih disana pun juga sama tercengangnya.

Misha terkejut. "M-maaf Kak, mungkin Kakak salah orang."

Rasa takut menghampiri Misha. Ia pun memundurkan langkahnya tanpa menatap Jasmine lagi ketika saat ini ia memberanikan diri menatap Franklin.

"Permisi, Asalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam." jawab Franklin dengan perasaan tidak menentu.

Franklin terdiam menatap kepergian Misha. Berbagai macam pemikiran memenuhi benaknya.

Rahasia masalalu menyangkut dirinya..

Di penjara..

Mantan narapidana?

"Siapa sebenarnya, Misha?" ucap Franklin dalam hati.

Tanpa sengaja Franklin menatap sebuah gelang di lantai. Gelang berbentuk rantai putih dengan hiasan bulan, bintang, serta terdapat dua huruf disana. Huruf Y dan Z.

"Em, Ibu Jasmine silahkan duduk." sela Aldi tiba-tiba.

Jasmine sudah duduk di sofa. Sementara Aldi mulai menyiapkan semua hal-hal yang di butuhkan Franklin. Tapi tidak dengan Franklin yang malah berjongkok dan mengambil gelang tersebut tanpa sepengetahuan Aldi dan Jasmine. Tentu saja ia tahu kalau gelang itu milik Misha.

"Aku yakin, dia pasti akan mencariku lagi karena gelang ini."

💘💘💘💘

Mulai terjawab dan semakin membuat kita semua..

😌😌

Alhamdulillah sudah update lagi, Insya Allah Author akan update rutin 2 hari sekali kalau tidak ada berhalangan kesibukan dadakan, ya.

Jazzakallah Khairan sudah baca. Sehat selalu buat kalian dan sekeluarga.

With Love 💋 LiaRezaVahlefi

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Wattpad khusus fiksi remaja Lia_Reza_Vahlefi