Hotel Astria, Pukul 14.05. Surakarta.
Fandi bersedekap dengan raut wajah serius. Di kanan kirinya, ada Frankie dan Rex yang sibuk memperhatikan pembicaraan serius di hadapan mereka mengenai kasus penipuan investasi 150 juta yang terjadi pada Fandi seminggu yang lalu.
"Aku tidak menyangka salah satu dari tiga pria diantaranya berada di kota ini." ucap Fandi serius menatap Andrea dan Lana.
Andrea dan Lana mengangguk. Mereka adalah dua orang pria yang menjadi kepercayaan Fandi selama ini selain pihak kepolisian.
"Dua pria lainnya berada di kota Bandung dan Jakarta, Pak. Saat ini kami sudah menyelidiknya bersama pihak kepolisian." sela Andrea.
"Bahkan mereka begitu licik. Mereka menggunakan nama palsu untukย rekening Bank sehingga menyulitkan kami untuk menyelidikinya." sahut Lana.
Frankie tersenyum sinis. "Aku akan memberinya pelajaran jika suatu saat ketiga pelakunya itu ketemu."
Rex menatap Daddy mertuanya. "Kenapa Daddy bisa tertipu?"
Bukannya menjawab, Fandi memilih berdiri dari duduknya. Kepalanya benar-benar pusing karena hanya memikirkan hal ini saja, ia berusaha menahan diri agar bisa mengontrol emosinya.
"Sebulan yang lalu Daddy bertemu kawan lama. Kami mengobrol di kafe, lalu dia menawarkanku bisnis investasi. Daddy tidak percaya kalau hal ini akan terjadi apalagi teman Daddy itu juga terkena imbasnya."
"Dia juga tertipu, Dad?" tanya Frankie tak percaya.
"Iya. Dia-"
Brak! Pintu terbuka lebar. Aifa berdiri dengan raut wajah tegang. Tak hanya itu, wajahnya sudah basah oleh air mata. Rex segera berdiri menghampiri istrinya begitu menyadari bahwa Aifa sedang tidak baik-baik saja.
"Aifa!"
"Daddy, Mommy, Mommy,"
"Aifa, semuanya baik-baik saja? Apa yang terjadi? Kenapa dengan Mommy?" Rex menyentuh kedua pipi Aifa.
Aifa menangis kencang, Rex memeluknya hingga tanpa diduga Aifa meluruh dan pingsan dalam pelukan suaminya.
Ponsel Frankie berdering. Ia pun menerima panggilan tersebut sampai akhirnya raut wajahnya menegang. Frankie syok.
"Mommy dan Fariz, kecelakaan. Saat ini keduanya di UGD rumah sakit. Barusan Feby menghubungiku."
Detik berikutnya Fandi panik. Ia mengabaikan situasi dan segera keluar menuju rumah sakit. Istri tercintanya kecelakaan bersama cucu yang ia sayangi.
๐ค๐ค๐ค๐ค
Rumah sakit Kota Surakarta, Pukul 15.00 sore.
Franklin mengemudikan mobilnya dengan cepat. Niatnya ingin bertemu kembali dengan Jasmine untuk membahas kerja sama bisnis perusahaan pun akhirnya tertunda.
Sesampainya dirumah sakit, Franklin segera berlari menuju ruangan UGD setelah memarkirkan mobilnya. Kedua mata Franklin sudah berkaca-kaca. Hatinya serasa remuk. Dadanya begitu sesak karena Mommy yang ia sayangi kecelakaan.
Suara langkah berlarian terdengar. Semua keluarga menoleh kearah Franklin yang kalut.
"Daddy, Mommy, dia-"
"Franklin tenanglah," Fandi memegang lengan putranya. "Mommy belum sadarkan diri begitupun dengan Fariz."
Franklin terdiam. Dengan lunglai ia duduk di kursi yang ada dibelakangnya. Ia menundukkan wajahnya. Disebelahnya ada Aifa yang sudah lelah menangis sambil menyederkan dahinya pada pundak Rex. Sementara Feby masih terisak karena menangisi Fariz yang menjadi korban kecelakaan bersama mertuanya.
Pintu ruang UGD terbuka. Seorang pria yang menjadi perawat dan menangani Ayesha Fariz pun keluar sambil membuka maskernya.
Fandi terkejut. Ia tidak menyangka Bahkan bertemu dengan perawat tersebut. Tentu saja ia mengenalinya. Seorang pria bernama Ali yang merupakan Adik kandung Ava sekaligus Abang Vita.
"Ali?"
"Om," Ali tersenyum tipis meskipun raut wajahnya tetap terlihat serius. "Tante Ayesha sudah sadar, Dokter kami sedang memeriksanya. Tapi maaf Om, Tante Ayesha mengalami patah tulang di bagian kaki kanannya."
"Bagaimana dengan putraku?" sela Frankie tiba-tiba.
"Hanya syok dan cidera ringan di bagian kepala, Pak. Itu saja."
Frankie bernapas lega. Tapi tetap saja ia syok karena Mommy Ayesha mengalami patah tulang.
Franklin terdiam menatap interaksi komunikasi didepan matanya. Ia tidak banyak bicara seperti yang di ketahui keluarganya tentang sikapnya yang pendiam.
Ali sudah pergi berlalu dengan sopan bertepatan saat Fandi menghampiri putra dan menantunya.
"Daddy akan duluan masuk kedalam. Kalian tunggu disini. Kita bergantian masuk. Setelah itu, Daddy akan memutuskan untuk memindahkan Mommy ke rumah sakit di Jakarta saja."
Semuanya pun mengangguk. Tatapan Fandi pun beralih kearah Rex.
"Hubungi pihak kepolisian lalu lintas dan segera lakukan pengecekan melalui cctv tempat kejadian perkara. Aku ingin mencari tahu siapa yang sudah tega menabrak Mommy kalian..."
"Dan Ayeshaku, tercinta." lirih Fandi dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.
Rex mengangguk patuh setelah mendapatkan perintah dari Daddy mertuanya. Setelah itu, Fandi berlalu memasuki ruangan UGD. Detik berikutnya semuanya pun sadar, di balik raut wajah tegas yang selama ini selalu di perlihatkan oleh Fandi, semua itu hilang ketika mendapati istri yang dia cintai terluka.
Franklin menundukkan wajahnya. Dalam hati ia juga merasa marah. Siapa yang sudah tega menabrak Mommynya itu? Disaat yang sama, ponsel Franklin bergetar kecil. Franklin mengeluarkan ponselnya ketika notip pesan chat WhatsApp masuk.
+62812xxxxxxxx : "Aku juga tidak mengerti mengapa bisa seperti itu. Seperti yang kamu tanyakan padaku tadi pagi, Ya. Kamu benar.
Misha mantan narapidana. Kasus narkoba."
Franklin menatap layar ponselnya dengan syok berlipat-lipat. Ia tidak menyangka wanita seperti Misha yang ia temui selama ini mantan narapidana kasus narkoba.
"Apakah wanita itu pengguna narkoba? Rasanya tidak mungkin. Tapi kenapa dia bisa dipenjara?" gumam Franklin dalam hati.
Sedikit demi sedikit, rasa penasaran Franklin mulai terkumpulkan tentang Misha melalui seseorang yang menjadi mata-matanya selama ini.
๐๐๐๐
Desa Grogol, Kecamatan Sukoharjo. Pukul 17.30 petang.
Vita memutuskan untuk pulang ke rumah ketika jam sudah menunjukkan pukul 17.30 petang. Vita sudah menaiki motornya dan memakai sarung tangan serta maskernya.
"Mi, sekali lagi terima kasih ya. Seneng banget aku bisa kesini lagi. Rumah kamu nggak ada berubah sejak dulu."
Misha tersenyum kecil. "Sama-sama, Ta. Oh iya-"
Tint!
Keduanya pun menoleh ketika suara klakson mobil terdengar dan memasuki halaman rumah. Misha mengerutkan dahinya. Mobil siapa itu? Itu yang ia pikirkan.
Mobil sudah terparkir rapi. Tak lama kemudian pemiliknya pun keluar dari mobilnya. Misha tak menyangka kalau pemilik mobil tersebut adalah Hamdan.
"Kak Hamdan?"
Misha mendekati Hamdan. Hamdan tetap tak acuh seperti biasanya. Ia mengabaikan Misha dan langkahnya terhenti begitu berada di samping Vita.
Hamdan menatap Vita. Tanpa diduga ia mengedipkan salah satu matanya kearah Vita.
"Lama nggak kesini, makin cantik saja."
Vita menatap Hamdan dengan sinis. Ia mengabaikan Hamdan dan menghidupkan mesin motornya lalu berlalu pergi. Hamdan tersenyum angkuh.
"Ck, sombong banget."
Hamdan pun memasuki rumahnya. Sementara Vita menyetopnya motornya disamping Misha.
"Mi, aku balik dulu ya. Kalau nggak sibuk, insya Allah besok aku ngopi lagi di kedaimu. Eh tapi besok kamu shift pagi lagi, kan?"
"Iya, besok aku shit pagi. Yaudah hati-hati dijalan ya."
"Oke, bye Mi. Asalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Vita sudah berlalu pergi. Setelah kepergian sahabatnya itu, Misha mengerutkan dahinya menatap mobil Hamdan.
Sejak kapan Hamdan membeli mobil?
Misha pun menghela napasnya. Ia berlalu meninggalkan tempat namun lagi-lagi ia menghentikan langkahnya. Samar-samar ia melihat sesuatu di bagian depan kap mobilnya.
Dengan rasa penasaran, Misha pun mendekatinya. Ia terkejut meskipun tidak berani menyentuhnya.
"Ada sedikit bercak darah? Darah siapa ini?"
"Apa yang terjadi?"
๐๐๐๐
Tetap ikutin saja alurnya ya.
Siap main kepingan puzzle ala senam jantung nggak??
๐๐
Jazzakallah Khairan sudah baca. Sehat selalu buat kalian dan sekeluarga.
With Love ๐ LiaRezaVahlefi
Instagram lia_rezaa_vahlefii
Akun Wattpad khusus fiksi remaja Lia_Reza_Vahlefi