Kedai Kopi Van Java, Pukul 12.30 siang. Surakarta.
Misha baru saja kembali ke tempat kerjanya di Kedai kopi Van Java beberapa jam yang lalu setelah mengantarkan pesanan sebanyak 150 cup kopi ke perusahaan PT. FR Food Jaya.
Misha sedang cemas karena gelang pemberian almarhum Ibunya hilang ntah kemana. Satu-satunya gelang kesayangan yang ia punya apalagi gelang tersebut adalah kenang-kenangan yang tak ternilai harganya.
Misha juga tidak menyangka akan bertemu seorang wanita yang tidak pernah ia kenal sama sekali lalu tiba-tiba menyebutkan sebagai narapidana. Hati Misha tiba-tiba sesak bila mengingat masalalu itu.
Apakah wanita seperti dirinya pantas menemukan pria yang baik dan menerima apa adanya suatu saat apalagi pria yang ia maksud sekaligus ia inginkan selama ini adalah Franklin?
Misha menghela napasnya dan hanya bisa bersabar. Ia hanya manusia biasa yang mampu menjalani takdir serta ujian penuh kesabaran serta bergantung kepada Allah SWT.
Jam istirahat sedang berlangsung. Salah satu waktu yang paling banyak di kunjungi oleh orang-orang untuk sekedar nongkrong dan bersantai sambil menikmati segelas kopi dikedai Van Java.
Untungnya saja saat ini adalah jam istirahat selama 60 menit untuk Misha. Misha pun sengaja memilih duduk di area luar sambil mengenakan jaket sesuai peraturan dari Anita bila jam istirahat.
Salah satu peraturan untuk para karyawan Kedai Kopi Van Java yang harus mengenakan jaket pada jam istirahat jika ingin berada didepan kedai meskipun hanya sekedar duduk-duduk agar seragam kerja yang mereka kenakan tidak terlihat oleh orang-orang apalagi sampai menimbulkan kesalahpahaman dengan menyebutnya bersantai-santai di saat jam bekerja.
Misha menghidupkan layar ponselnya yang sempai ia nonaktifkan selama bekerja bertepatan saat notifikasi pesan chat WhatsApp masuk.
Tata : "Mi, jam istirahat nanti kalau tidak ada halangan, Insya Allah aku akan mengunjungi kedaimu. Hari ini kamu shift pagi kan?"
Misha hendak membalasnya, tapi seseorang menepuk pundaknya pelan. Misha menoleh kesamping dan ia tidak menyangka sahabat yang sudah tidak lama bertemu sejak lulus SMA 5 tahun yang lalu akhirnya berada didepan matanya. Misha terkejut.
"Masya Allah, Vita!"
"Alhamdulillah, Ya Allah, akhirnya kita ketemu!"
Misha dan Vita pun akhirnya saling berpelukan erat. Suara pekikan mereka sempat membuat beberapa orang disekitarnya menoleh kearah mereka.
"Alhamdulillah," sela Misha. "Kamu apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Bagaimana pekerjaanmu?"
Vita melepaskan pelukannya pada Misha. Tak hanya itu, Vita memilih duduk hingga kini keduanya kini duduk saling berhadapan.
"Alhamdulillah aku baik," Vita sumringah. "Ya Allah, kamu kok agak kurusan sih, Mi? Sedih banget liatnya."
Misha tersenyum miris. Ia sadar apa yang di katakan Vita memang benar. Semenjak kedua orang tuanya meninggal dan Hamdan yang hobi berjudi, secara tidak langsung membuat ekonomi Misha terganggu termasuk keuangan kebutuhannya sehari-hari.
"Iya," lagi-lagi Misha memaksakan senyumnya. "Kamu malah cantik banget sekarang. Beda banget kalau kita lagi video call."
"Memangnya beda darimana?" tanya Vita bingung.
"Kalau video call mungkin efek jaringan kali ya? Makanya agak ngeblur." Misha tersenyum tipis.
Persahabatan mereka sejak jaman SMA tetap terjalin hingga sekarang meskipun keduanya sempat berpisah karena kesibukan masing-masing apalagi posisi Vita yang harus kembali ke Jakarta.
"Oh iya, aku juga minta maaf nggak bisa datang ke nikahan Kak Ava, Ta." sela Misha lagi.
"Ish, santai saja Mi. Aku ngerti kok sama keadaan kamu. Oh iya, Alhamdulillah Kakakku sedang hamil loh, seneng banget jadi calon aunty."
"Alhamdulillah. Aku ikut senang dengarnya. Apalagi ketika kamu di mutasi kesini. Ah sebentar,"
Misha pun berdiri kemudian berlalu sejenak meninggalkan Vita. Tak lama kemudian sahabatnya itu kembali datang sambil membawa secangkir hot coffe latte.
"Nih, buat kamu. Aku minta barista bikin spesial buatmu."
Vita melongo. "Loh? Spesial buat aku? Hm, yaudah nanti aku bayar-"
"Nggak usah." sanggah Misha cepat. "Aku traktir."
"Serius?"
"Iya." Misha mengangguk sambil tersenyum.
Tanpa diduga Vita mengeluarkan ponselnya. Ia pun memfoto Misha hingga membuat Misha terkejut.
"Eh, kamu foto aku? Untuk apa?"
"Hahahaha. Santai Mi," diam-diam Vita mengupload foto Misha barusan yang terlihat tersenyum untuk di jadikan postingan snapgram.
"Love you sist @ misha_azizah 🤗"
"Oh iya, kapan-kapan main kerumahku ya, Mi."
"Kamu tinggal sama Abang dan Kakak iparmu, ya?"
"Hm, iya. Kalau bukan karena si tampan dan datar itu, tentu saja aku tidak disini apalagi tinggal sama Abangku."
"Si tampan dan datar?" Misha mengerutkan dahinya. "Siapa?"
"Ya atasanku di kantor lah, siapa lagi?"
Detik berikutnya Vita tertawa geli. Tapi tidak dengan Misha yang saat ini jantungnya berdegup kencang. Tentu saja ia tahu kalau atasan yang di maksud Vita itu adalah Franklin.
Dari jarak kejauhan, sejak tadi Franklin melihat interaksi keduanya. Padahal ia ingin mendatangi Misha, namun sepertinya ia mengurungkan niatnya karena melihat ada Vita disana.
💘💘💘💘
Hotel Astria, Surakarta. Pukul 14.00 sore.
Ayesha tengah bersiap-siap didepan cermin. Memastikan bila penampilannya sudah rapi dan baik. Setelah itu, ia pun segera keluar dari kamar mendatangi putri dan menantunya diruang tamu hotel berfasilitas presiden suite.
"Ayo, kita berangkat sekarang." ajak Ayesha pada Aifa. Ia dan putri-putrinya sepakat mencari oleh-oleh sebelum balik ke Jakarta besok pagi.
Aifa terlihat sibuk dan mencari sesuatu di tas dalam nya. Ayesha mengerutkan dahinya.
"Ada apa Aifa?"
"Mom, Aifa merasa kehilangan benda."
"Benda apa?"
"Novel Aifa Mom. Seingat Aifa, Aifa itu bawa novel. Kok nggak ada ya? Padahal Aifa sudah mencarinya dimana-mana."
"Nanti saja carinya. Ayo kita-"
"Nenek! Aku ikut ya!"
Teriak Fariz tiba-tiba bersamaan dengan Franz yang berlari kearahnya. Tiba-tiba Feby pun menghampiri kedua putranya.
"Sayang, kalian disini saja sama Papa dan Om Rex ya? Kan ada Kakek juga.."
"Nggak mau." Fariz malah mengamit pergelangan tangan Ayesha. Sementara Franz bersembunyi di belakang tubuh neneknya.
Ayesha tersenyum tipis. "Biarkan saja mereka ikut Nak, sesekali Mom bawa cucu-cucu Mommy jalan-jalan. Ayo sayang,"
Ayesha membalikan badannya sambil menggandeng Franz di tangan kirinya sementara Fariz di tangan kanannya. Sebagai menantu, Feby hanya bisa pasrah dan mengalah. Ia pun menoleh kearah Kakak iparnya.
"Kak Aifa, Ayo."
Aifa mengangguk lesu. "Iya deh iya, aduh dimana ya novel Aifa itu?"
"Nanti saja Kak carinya,"
Aifa pun mengalah dan tak lupa keduanya pamit pada suami mereka masing-masing untuk berjalan-jalan.
🖤🖤🖤🖤
Paras Klewer, Pukul 14.30. Surakarta.
Ayesha, Aifa dan Feby pun sepakat untuk mengunjungi Pasar Klewer untuk mencari oleh-oleh baju dan kain batik. Salah satu pasar yang paling modern diantara semua pasar yang ada di kota solo. Selain karena harganya yang murah, Pasar Klewer juga menjual beraneka rupa barang sandang.
Sudah 30 menit mereka berbelanja. Feby menghela napasnya karena Franz dan Fariz sedikit menyebalkan karena tidak bisa diatur.
"Fariz, Franz jangan main kejar-kejaran!" tegur Feby jengah.
Ayesha yang menyadari kalau menantunya itu sedikit kewalahan, ia pun segera mengecek jam dipergelangan tangannya.
"Em, ayo kita pulang sekarang."
Feby dan Aifa mengangguk. Tapi tidak dengan Fariz dan Franz yang masih asyik bermain bahkan berebut bola yang baru saja mereka beli saat melewati toko mainan anak-anak.
Sesampainya diluar, seorang pria yang menjadi supir pribadi keluarga besar Hamilton pun sudah siap menunggu kedatangan majikannya.
Pria tersebut membukakan pintu belakang buat Aifa dan Feby. Aifa pun masuk terlebih dahulu, Feby menghentikan niatnya yang ingin memasuki mobilnya. Ia pun memanggil kedua putra mereka.
"Fariz, Franz, ayo nak masuk kedalam mobil."
Fariz dan Franz mengabaikan Ibu mereka. Kedua Kakak beradik itu malah bermain kejar-kejaran sambil membawa bola. Tanpa sengaja Fariz melempar bola kearah Franz namun sungguh disayangkan bola tersebut melayang ke tengah jalan.
Fariz pun langsung menghampiri bolanya bertepatan saat sebuah mobil hitam melintas dengan cepat. Ayesha panik dan langsung menyelamatkan cucunya.
Bruk!
Mobil hitam tersebut tidak sempat mengerem secara mendadak. Fariz terjatuh kesamping hingga mengenai trotoar. Tapi tidak dengan Ayesha, nenek Fariz itu malah terlempar sejauh 15 meter dan bersimbah darah.
"Nenek!"
"Mommy!"
Detik berikutnya situasi mendadak kacau. Jalanan menjadi macet. Orang-orang berlarian mendekati kejadian perkara. Sementara Aifa pun menangis dengan Feby yang syok.
🖤🖤🖤🖤
Ya Allah mereka ðŸ˜ðŸ˜“
Alhamdulillah, author update lagi yaa.
Tetap stay di cerita ini. Sehat selalu buat kalian dan sekeluarga.
Jazzakallah Khairan 🙂
With Love 💋 LiaRezaVahlefi
Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Akun Wattpad khusus fiksi remaja Lia_Reza_Vahlefi