Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 29 - Kisah Lucu di Sekolah

Chapter 29 - Kisah Lucu di Sekolah

Waktu terus berjalan, dan tanpa terasa, tiga bulan telah dilalui Raymond. Di kelas IPS, dia merasakan kesulitan pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris dan Akuntansi. Karena ketiga pelajaran itu membebaninya, Raymond memutuskan untuk mendaftar di tempat bimbel yang sama ketika masih di kelas XI.

Pagi itu, dia yang begitu kebingungan dengan tugas Akuntasi membawa sebuah buku yang sangat besar. Entah mengapa dia membawa buku sebesar itu. Ukuran buku itu adalah A1, sebuah buku yang sangat besar untuk anak SMA. Ketika masuk kelas, teman sekelasnya keheranan.

"Raymond, gede amat buku lo. Emang mau ngegambar rumah?" tanya salah satu teman sekelasnya.

"Kagak. Gue waktu kemarin kagak masuk gara-gara sakit, eeeh dapat tugas di suruh cari contoh buku besar. Nah, ini gue buatin buku yang besar," kata Raymond dengan keyakinannya.

Beberapa teman sekelasnya menahan tawa. Dan, "Teeet!" Bel tanda masuk pun berbunyi. Hari itu, pelajaran pertama adalah akuntansi yang di isi oleh Bu Sarah, seorang guru muda yang berhijab.

"Selamat pagi, anak-anak. Kemarin lusa, kalian saya beri tugas akuntansi untuk mencari contoh buku besar. Silahkan kumpulkan tugas kalian," katanya membuka pelajaran.

Semua siswa mengumpulkan tugas itu. Ketika giliran Raymond, Bu Sarah terkejut melihat buku ukuran A1 yang di bawa Raymond. Seisi kelas tertawa melihat Raymond yang mengumpulkan tugasnya

"Raymond, ini buku sebesar ini untuk apa?" tanya Bu Sarah kebingungan.

"Bu, saya tempo hari sakit. Tapi, karena saya tak ingin ketinggalan tugas, saya kerjakan tugas yang ibu berikan. Nah, hasilnya ini. Sesuai dengan tugasnya Bu Sarah. Ini Bu contohnya buku besar. Bagaimana, Bu?" kata Raymond dengan percaya diri.

Bu Sarah tertawa lepas melihat kekonyolan Raymond. Dia hanya menggelengkan kepalanya sambil tak henti-hentinya tertawa.

"Raymond, buku besar itu bukan begini. Memangnya kamu tak mencatat contohnya?" tanya Bu Sarah keheranan.

"Nah itu dia, Bu. Kebetulan teman saya yang saya pinjam bukunya juga tak paham. Karena itulah saya buatkan buku yang besar. Kan tugasnya mencari contoh buku besar. Karena buku yang ada di toko saya rasa kurang besar, nah ini. Saya buatkan buku yang benar-benar besar,," kata Raymond.

Bu Sarah tersenyum manis. Dia memaklumi jika Raymond tak tahu. Kembali dia bertanya pada Raymond.

"Raymond, kamu tahu tugas ini dari siapa?' tanya Bu Sarah.

Raymond berfikir sejenak. Dia akhirnya menjawab.

"Dari Dion, anak kelas sebelah. Kebetulan, hanya dia yang rumahnya dekat dengan saya," kata Raymond.

"Jadi, kamu tahu tugas ini dari Dion?" kata Bu Sarah keheranan.

"Iya, Bu," jawab Raymond.

Bu Sarah hanya tersenyum simpul. Dia memakluminya. Dengan tawa ringan, dia mempersilahkan Raymond untuk duduk. Dia kembali mengulang penjelasanya beberapa hari lalu. Setelah penjelasan yang panjang dan lebar, Raymond tetap tak mengerti. Dia begitu pusing, walau dia tetap mencatatnya.

Setelah penjelasan itu, Bu Sarah kembali memberi soal latihan.

"Yah ... ," terdengar beberapa siswa mengeluh.

Namun, Bu Sarah tak bergeming. Akhirnya, mau tak mau semua siswa membuka buku tulisnya dan mulai mengerjakan soal latihan itu.

Ketika semuanya mengerjakan soal latihan itu, Raymond tampak masih bingung. Dia berulang kali melihat catatannya.

"Raymond, bagaimana?" tanya Bu Sarah.

"Jujur, Bu. Saya masih bingung dengan pelajaran Buku Besar ini. Kenapa musti tabelnya banyak sekali?" tanya Raymond.

Bu Sarah tersenyum manis. Dengan sabar, dia menjelaskannya. Setelah panjang lebar mendengar penjelasan Bu Sarah, Raymond tetap tak begitu memahaminya.

'Mungkin, ini masih pertama buat kamu, raymond. Tapi sudahlah, yang penting kamu ada usaha. Jangan menyerah, nanti perlahan kamu pasti bisa, Raymond," kata Bu Sarah.

Raymond hanya mengangguk. Bu Sarah kembali mengamati peserta didiknya yang tengah mengerjakan soal latihan. Dan setelah beberapa saat, mereka mengumpulkan soal latihan itu. menjelan jam pelajaran habis, soal latihan itu di bagikan. Dan, raymond mendapat nilai terjelek. Namun, Bu Sarah tetap memberinya semangat.

"Raymond, saat ini nilaimu adalah yang terburuk. Mungkin, ibu kurang bisa memberikan penjelasan yang bisa kamu mengerti. Tapi, Ibu bangga dengan usahamu. Jangan meyerah, ya," kata Bu Sarah sambil tersenyum manis.

Raymond hanya mengangguk. Dan, terdengar bel tanda pergantian pelajaran. Bu Sarah kembali ke ruang guru dengan sedikit kesulitan karena buku yang di bawa Raymond. Sesampainya di ruang guru, semua guru memperhatikan buku yang di bawa Bu Sarah.

"Bu Sarah, kok kemari bawa buku sebesar itu?' tanya Bu Siti tertawa lepas.

"Yah, ini dari Raymond. Dia salah mengerti dengan buku besar. Karena itulah, dia membuat buku sebesar ini," kata Bu Siti dengan senyum di kulum.

Bu Siti dan beberapa guru yang melihat buku yang dibawa Bu Sarah tak dapat menahan tawanya.

"Raymond … Raymond. Memang, anak itu badung. Tapi, aku kagum dengan dia sekarang. Walau tak mengerti, dia ada kemauan mengerjakan tugas. Beda sama yang dulu," kata Bu Siti.

Sebagai guru baru, Bu Sarah keheranan.

"Beda dengan dulunya? Memang, apa bedanya?" tanya Bu Sarah.

Bu Siti akhirnya menceritakan tabiat Raymond ketika menjadi peserta didiknya.

"Bu, masih mending Raymond sekarang. Dulu, dia begitu benci dengan pelajaran matematika, sampai saya di musuhi. Di bilang nenek sihir lagi," kata Bu Siti.

"Oh ya?" kata Bu Sarah keheranan.

Bu Siti kembali menceritakan tabiat Raymond di masa lalu. Beberapa guru yang ada di sana juga membenarkan cerita Bu Siti.

"Iya, Bu. Dulu dia begitu. Dia juga sering lari dari pelajaran saya," kata Bu Erlin, mantan guru fisikanya,

Bu Sarah manggut-manggut. Dia tak menyangka tabiat Raymond dahulunya begitu di benci para guru. Dalam hatinya, dia bersyukur kini dia telah berubah lebih baik.

Waktu terus berjalan, Tak terasa, jam istirahat telah tiba. Di SMA 52, Chika bertemu dengan Rita di kantin. Seperti biasa, Rita selalu membaca buku ketika jam istirahat. Tak perduli di kantin atau di halte, dia selalu membaca buku. Chika menghampirinya.

"Rit, Lo masuk kelas bahasa? Kenapa lo kagak masuk kelas IPA?" tanya Chika.

Rita tersenyum manis. Dia buka kacamata bacanya, dan memandangi Chika.

"Chik, Gue pingin jadi penterjemah. Uhm, gue sebenarnya hobi menulis sama menggambar. Gue pingin bisa nulis novel," kata Rita dengan senyum manis.

Chika terkejut. Dia begitu heran dengan Rita, pesaingnya selama ini.

"Rit, padahal lo jago di kimia sama Fisika loh. Malahan, Bahasa Inggris lo gak lebih bagus dari pelajaran IPA lo, tapi kenapa lo pilih bahasa?" tanya Chika keheranan.

Rita tersenyum manis.

"Chik, jujur. Gue seneng jadi pesaing lo, tapi gue mulai jatuh hati ke kelas sastra semenjak kenal Raymond," kata Rita.

Chika keheranan dengan perkataan Rita. Sejenak, dia mencoba mengingat siapa Raymond. Dan, akhirnya dia teringat akan nama itu.

"Raymond ... Uhm. Gue kok lupa-lupa ingat. Orangnya gimana sih?" tanya Chika dengan rasa penasaran.

Rita mengambil hpnya. Dia Sejenak dia hpnya, dan membuka gallery fotonya. Dia menunjukkan foto kenangannya bersama teman bimbelnya.

"Chik, ini Raymond," katanya sambil menunjuk ke sebuah foto di hpnya.

Dalam hati, Chika begitu mengagumi ketampanannya. Namun, dia begitu penasaran ketika melihat pria di sebelah Raymond. Chika kembali bertanya.

"Uhm, siapa pria di sebelah cowok itu?" tanya Chika.

Rita menjawabnya. "Dia Shiva. Kita tak lama berteman, tapi jujur. Pertemanan kita berkesan banget."

Chika mengamati cowok di sebelah Raymond.

"Rit, Uhm ... Shiva itu kok seperti bukan orang i

Indo?" tanya Chika.

Rita tersenyum. "Iya, Chik. Dia orang India. Tapi gue salut karena dia bisa bahasa kita dengan fasih. Itu juga yang buat gue jatuh cinta dengan bahasa asing."

Chika manggut-manggut. Rita kembali melanjutkan ceritanya. Dia menunjuk foto Mayang, sahabatnya.

"Chik, cewek ini yang sering buat gue tersenyum. Dia memang cantik, tapi jago ngocol," kata Rita.

Chika tersenyum simpul. "Iya, Rit. Gue kenal dengan cewek ini. Dia teman gue dari kecil. Namanya Mayang."

Rita terkejut. "Jadi, Mayang itu temen lo?"

Chika mengangguk. Dia akhirnya menceritakan kesalah pahaman Mayang terhadapnya. Rita tertawa lepas.

"Oh, jadi Mayang pernah cemburu ke gue karena gue dekat sama Raymond?" kata Rita.

Rita tertawa lepas. "Yah, ada-ada aja deh temen lo itu. Tapi, jujur. yang gue suka dari dia itu kejujurannya. memang sih, gue pernah ngerasa aneh ketika dia pantengin gue segitunya. Tapi, it's oke. gue seneng punya teman dia."

Mereka berdua kembali tertawa renyah. Tampak keakraban diantara mereka.