Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 25 - Bersiap Menyambut Cita-Cita

Chapter 25 - Bersiap Menyambut Cita-Cita

Sore harinya, setelah kenaikan kelas Chika Nampak kurang puas. Dia yang bercita-cita ingin masuk fakultas kedokteran Nampak sedih melihat nilai biologinya yang menurun. Chika termenung di dalam kamarnya.

"Yah, kenapa nilai biologiku menurun?" katanya dalam hati.

Dia melihat nilai di raportnya dengan wajah kusut. Ketika tengah melamun, ibunya datang menghampirinya.

"Nak, kamu kok sedih gitu? Kenapa?" tanya ibunya.

Chika memandangi ibunya. Dia berusaha tersenyum manis, walau perasaannya begitu sedih.

"Ini, Ma. Chika kurang puas dengan nilai biologi. Nilai biologi Chika menurun," kata Chika.

Ibunya keheranan. Dia melihat nilai di raport Chika.

"Ya ampun, Chika. Nilai kamu masih B. Masih bagus. Bukannya kamu nanti masuk kelas IPA?" tanya ibunya.

"Iya, Ma. Tapi untuk masuk ke fakultas kedokteran nilai biologinya harus bagus. B itu nilai minimal. Chika harus belajar supaya dapat nilai B+ minimal," kata Chika.

Ibunya tersenyum bangga melihat tekad keras Chika. Dia membelai lembut kepala Chika.

"Mama bangga kepadamu, Nak. Tapi, sebaiknya kamu jangan bersedih. Masih ada setahun untuk memperbaiki nilaimu. Sudah, Nak. Di depan ada Mayang. Temui dia," kata ibunya.

Chika hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia beranjak dari kamarnya dan menemui Mayang. Dengan senyum ramah, Chika menyambut Mayang, sahabat lamanya.

"Eh, Mayang. Gimana nih hasil bimbel lo?" tanya Chika.

"Syukurah, Chik. Gue berhasil perbaiki nilai IPS, walau cukup aman satu," kata Mayang dengan senyum simpul.

Chika keheranan mendengar perkataan Mayang.

"Aman satu? Kok macam kuis millionaire gitu?" tanyanya sambil menahan tawa.

"Yah, nilai IPS gue hanya C, itupun gue belajar sampai tujuh purnama tanpa henti. Belum lagi, gue musti jenuh di pertapaan gue sebelum ujian," balas Mayang.

Chika tertawa lepas mendengar ungkapan lucu Mayang.

'Widiw, lo belajar kayak belajar ilmu kebal aja pake bertapa segala," kata Chika tertawa lepas.

"Ya iya, dong. Supaya kebal ama guru killer," balas Mayang sambil tertawa lepas.

Keduanya tertawa lepas di ruang tamu. Ibunya Chika datang membawa minuman untuk Mayang. Sambil menghidangkan minuman itu, dia menyeletuk pada Mayang.

"Eh, Mayang. Koq sebelum ujian pake bertapa segala, kayak mau keluarin jurus silat aja," kata ibunya menggoda.

"Iya, Bu. Jurus silat ngadepin ujian yang sulitnya minta ampun," balas Mayang.

Mereka bertiga kembali tertawa lepas. Setelah menghidangkan minuman itu, ibuya langsung beranjak ke belakang. Sepeninggal ibunya, Mayang dan Chika kembali bercakap-cakap. Sesekali terdengar tawa renyah diantara keduanya.

Malam harinya, Victor datang ke rumah Raymond. Dia datang bersama Yusta. Mereka datang karena ingin mengajak raymond untuk mengisi liburan dengan manggung di café.Raymond sejenak terkejut.

"Eh, Vic. Beneran nih di café Tango kita bakal main?" tanya Raymond.

"Ya iya lah, Ray. Gue udah tunjukin video rekaman kita waktu festival. Nah, mereka suka. Hanya … kita mainnya lagu top 40's," kata Victor.

"Iya, Ray. Coba kita libur sebulan. Jenuh man kalau cuman latihan di studio bang boim. Siapa tahu, kita bisa nambahin uang saku, soalnya sebulan subsidi kita di stop ama babe," kata Yusta.

Raymond berfikir sejenak. Dalam hati, perkataan kedua temannya itu benar. Namun ada keraguan pada dirinya.

"Oke, tapi kita main dari jam berapa ampe jam berapa nih?" tanya raymond

"Kita main start jam 19:00 dan stop jam 22:30, pas café tutup. Dan kita mainnya sih hari kamis ama Sabtu," kata Victor.

Raymond terdiam. Dia mengernyitkan dahi sambil mempertimbangkan usulan temannya.Ketika tengah berbincang, rupanya Robby mendengar perbincangan mereka. Dia dekati Raymond yang tengah gundah.

"Ray, selama tak mengganggu sekolahmu, silahkan. Lagian, liburan sekolah ini lama lho. Sebulan. Gak ada salahnya kan kamu pakai kemampuan musikmu di sana," kata Robby.

Raymond akhirnya setuju. Victor kembali meneruskan pembicaraannya.

"Ok, Ray. Kita langsung aja ke tekape. Sekalian ketemu ama manajer," ajak Victor.

Raymond mengangguk. Dia berganti pakaian dan langsung pergi ke café itu. Sesampainya di sana, Romi telah menunggu bersama Rinda. Raymond tersenyum melihat kebersamaan mereka berdua.

"Ciye-ciye. Lo lengket banget ama Romi, Rin," goda Raymond.

"Ya iya dong. Namanya juga tunangan gue tersayang," balas Rinda dengan senyum manis.

Setelah berkumpul, mereka langsung berjalan menemui manajer café itu. Victor langsung memperkenalkan teman bandnya.

"Bang Rojak, ini nih temen band gue," kata Victor.

Rojak tersenyum ramah kepada mereka. Sejenak, dia membriefing aturan dan lagu-lagu yang diminati pengunjung. Setelah briefing singkat, Rojak langsung mengetes mereka.

"Nah, kebetulan untuk hari ini pemain bandnya lagi libur. Sambil beradaptasi, silahkan kalian main dan menghibur pengunjung café," kata Rojak.

DEG! Raymond yang belum mempersiapkan secara matang terkejut. Dia memandangi Romi.

"Waduh, Rom. Kok ini dadakan sekali?" tanya Raymond.

Romi menanggapi pertanyaan Raymond dengan santai.

"Ya elah, Ray. Lo kan jagonya main adlib. Gue tinggal tarik suara awal, lo sesuaikan nadanya beres," kata Romi.

Rojak yang meihat Raymond gelisah langsung menyeletuk.

"Eh, nyantai aja, lagi. Tahu bulat aja bisa di goreng dadakan. Jangan kalah dengan tahu bulat," katanya sambil tertawa renyah.

Raymond yang awalnya ragu terawa ringan. Victor ikut menimpali perkataan Rojak.

"Iya, Bang. Kita sih bisa macam tahu bulat yang mainnya dadakan. Tapi, jangan di bayar lia ratusan. Ntar kitanya anget, tapi sampai rumah langsung kempes.

"Hahahaha, ya kagak lah. Udah, sono tuh, Sound man udah perbaiki soundnya. Lo main lagu apa aja deh, asal top 40's" katanya sambil mempersilahkan naik ke panggung.

Mereka pun naik ke panggung, sementara Rinda duduk di ruangan tunggu sambil melihat tunangannya bernyanyi. Romi yang terbiasa tampil tampak tenang, sementara Raymond sedikit canggung.

"Selamat malam, pengunjung Tango café. Kami dari Band Musik Klinik akan menyanyikan sebuah lagu yang menggugah selera," kata Romi.

Penonton yang begitu ramai langsung mengarahkan pandanganya kea rah Romi. Beberapa penonton tertawa lepas sambil berteriak.

"Emang es cendol bang, pake menggugah selera," teriaknya sambil tertawa.

Dan mendengar perkataan itu, Romi langsung teringat lagu dangdut koplo. Dengan santai, dia langsung menyangupinya.

"Ok, sebagai pembuka, kami akan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul Cendol Dawet," kata Romi sambil memandangi teman bandnya.

Mereka semua terkejut. Raymond tampak melotot pada Romi.

"Eh, Rom. Lo gile ya. Gue belum tahu tuh lagunya, eeh, o langsung comot aja," kata Raymond.

Namun, Yusta dan Victor tampak tenang. Victor menenangkan Raymond.

"Ray, lo ikutin bass gue aja. Ntar, melodinya lo karang deh," kata Victor.

Beruntung Raymond mengerti maksud Victor. Victor mulai membuka dengan petikan bass nya. "Deng Tang…" terdengar suara petikan bass Victor membuka intro. Raymond memandangi Victor menunggu kode darinya. Setelah beberapa lama, Victor memberi kode pada Raymond. Dengan perasaannya, Raymond memetik gitarnya dan mengimprove permainan gitarnya. Drum pun mulai masuk, dan Romi mulai menyanyikan lagu itu. Lagu yang awalnya dangdut koplo mereka bawakan dengan aransemen jazz. Beruntung mereka cukup kompak. Setelah lagu pertama selesai, tepuk tangan pengunjung pun riuh rendah.

"Terima kasih, penonton. Oke, lagu kedua adalah sebuah lagu berbahasa inggris. Kali ini, kita akan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul Umbrella," kata Romi.

Yustan memukulkan stick drumnya, dan akhirnya music kembali di mainkan. Pengunjung begitu menyukai permainan music mereka. Dan, tepat setelah pukul 22:30, mereka mengakhiri permainan music itu bersamaan dengan café yang akan tutup. Rojak tersenyum puas dengan performa mereka. Dia berikan sedikit uang untuk mereka.

"Nah, ini upah kalian. Yah, semoga sedikit upah ini bermanfaat buat kalian. Terima kasih lho kalian mau main di sini," kata Bang Rojak dengan senyum manis.

"Yaelah, Bang. Kita udah seneng permainan kita di hargai. Dan, upah ini uadah buat kita semangat ngejalanin hobi ini. Kita lah bang yang terima kasih di beri kesempatan buat ngisi liburan sekolah," kata Yusta.

Bang Rojak menepuk lembut pundak Yusta.Mereka menerima upah itu dengan suka cita. Rojak yang begitu menyukai permainan gitar Raymond bertanya kepadanya.

"Uhm, gue suka sama gaya lo main gitar, Ray. Lo sering main music jazz?" tanya Rojak.

Iya, bang. Kalau pas jenuh main music metal, gue sih suka main jazz atau blues," kata Raymond.

"Oke, good. Kita tunggu nanti hari Kamis ama malam minggu," kata Bang Rojak.

Raymond dan teman bandnya menyanggupinya. Malam itu, mereka sejenak berkumpul di parkiran motor.

"Gimana, Ray. Enak kan ketika liburan kita bisa nambah uang saku?' kata victor.

"Iya, Vic. Lumayan sih buat nambahin subsidi ortu kita," balas Raymond.

Mereka sejenak bercakap-cakap di parkiran, sambil memusyawarahkan untuk persiapa manggung berikutnya. Setelah di capai kemufakatan, mereka langsung pulang ke rumah masing-masing.