Waktu terus berjalan. Beberapa hari berlalu tanpa terasa. Siang itu, Mayang yang merasa kesulitan dengan pelajaran Anthropologi tengah pergi ke toko buku.
Dia berniat mencari ensiklopedia yang sesuai dengan mata pelajarannya di sekolah. Ketika tengah mencari buku itu. secara tak sengaja dia menabrak seorang mahasiswa. Buku bawaannya terjatuh.
"Oh, M—Maaf, aku …." Mayang terpana memandang mahasiswa itu.
"Kamu? Sepertinya kita pernah bertemu?" tanyanya sambil memandangi Mayang.
Mayang merasakan hal yang sama. Dia seolah begitu familiar dengan mahasiswa itu. Sambil mencoba mengingat-ingat, dia pandangi mahasiswa itu. Setelah keduanya saling diam, mahasiswa itu akhinrnya ingat.
"Uhm, … kamu Mayang, temannya Chika kan?" katanya dengan senyum manis.
"Eh, I—Iya. Kamu … Kamu …?" tanya Mayang mencoba mengingat-ingat cowok di depannya.
Mahasiswa itu tersenyum manis menatap Mayang. Dia tetap memandangi Mayang sambil tersenyum.
"Hayo … tebak. Siapa aku hayo …?" tanyanya menggoda.
"Uhm … Siapa ya?" Mayang mencoba berfikir keras. "Aduuuh … kok gue lupa sih? Padahal nih cowok keren abis," katanya dalam hati sambil mengernyitkan dahinya.Mahasiswa itu tertawa ringan. Setelah beberapa lama, Mayang akhirnya menyerah.
"Ugh! Gue beneran lupa. Emang, siapa lo?" tanya Mayang yang merasa penasaran.
Mahasiswa itu tertawa renyah. Dia akhirnya menyebutkan namanya.
"Gue Ferry, kakak kelas Chika. Lo ingat gak waktu kita ketemu di mall. Waktu itu, lo batu naik kelas XI, habis UAS," kata Ferry mengingatkan.
Mayang berfikir sejenak. dan, ingatannya kembali. Dia tertawa sambil memukul lembut lengan Ferry.
"Oh iya, gue ingat. Duuh, ingatan lo hebat bener deh. Padahal hampir setahun lalu, tapi lo masih aja ingat gue," kata Mayang dengan senyum manisnya.
Ferry tertawa renyah. Mereka akhirnya terlibat dalam sebuah perakapan. Mayang yang telah lupa tujuannya ke toko buku mau saja diajak Ferry makan di sebuah foodourt dekat toko buku itu. Di sana, Ferry memesan minuman boba.
"Eh, Mayang. Sekalian dong lo pesen. Masak gue minum sendirian," kata Ferry.
Dengan malu-malu, Mayang tersenyum pada Ferry. Dia tahu uang yang dia bawa hanya ukup untuk membeli buku.
"Uhm, maaf, Kak Ferry. Uangku kurang," kata Mayang dengan wajah memelas.
Ferry tertawa renyah. "Sudah, May. Lo gak usah bingung. Gue traktir, itung-itung kita lama nih gak ketemu."
Mayang tersenyum simpul. "Ya udah, Kak. Samain aja deh minumannya."
Ferry tersenyum. Dia memesan dua minuman yang sama. Dan, tak lama kemudian, dia datang dengan membawa dua minuman boba dan menaruhnya di meja. Sambil menikmati minumannya, Mayang iseng bertanya pada Ferry.
"Kak, gimana kuliahnya?" tanya Mayang.
"May, kuliah itu sebenarnya sama aja kayak lo sekolah. Hanya, bedanya gak ada seragam, dan pengajarnya sudah bukan guru, tapi dosen," jawab Ferry.
Mayang manggut-manggut. Ferry kembali menjelaskan.
"May, kalo kamu di SMA kana da jam masuk, jam istirahat, dan jam keluar. Nah, di universitas juga begitu, hanya saja jam belajarnya gak pasti. Kadang kakak malam-malam buta musti berlari ke kampus untuk kuliah. Belum lagi, dosen itu tidak seperti guru. Dosen mah cuek. Lo mau masuk atau kagak dia gak ngurusin," lanjutnya.
Mayang tersenyum mendengar penjelasan Ferry. Sejenak dia terpana melihat begitu bebasnya di universitas.
"Wah, enak dong, Kak. Terus kalau tugasnya gimana?" tanya Mayang kemudian.
Ferry tertawa ringan. "Tugasnya itu yang bikin pusing. Kadang sulitnya minta ampun."
Mayang manggut-manggut sambil menikmati minuman boba. Ferry lalu balik bertanya.
"Omong,omong, May. Gimana dengan sekolahmu?" tanya Ferry.
Ketika mendengar pertanyaan Ferry, Mayang langsung kembali teringat dengan tujuanyadi toko buku itu. Dia menepuk jidatnya, karena buku yang dia ari belum dia dapatkan.
"Waduh! Gue lupa kalo kemari mau cari buku Anthropologi. Mana besok UAS lagi, pas pelajaran itu," katanya begitu panic.
Dilihatnya hari makin sore. Dia melihat arlojinya, dan waktu telah menunjukkan pukul lima sore.
"Waduh! Mampus gue. Mana pelajaran itu gue paling sulit," keluhnya.
Mayang begitu panic. Dia begitu kebingungan. Ferry tetap tenang. Dengan senyum manis. dia pandangi Mayang. Rupanya, diam-diam Ferry mengagumi kecantikan Mayang.
"Lo lemah di pelajaran Anthropologi?" tanya Ferry.
"Iya, Kak. Sebenarnya, hampir semua materi IPS gue lemah," keluh Mayang.
Ferry manggut-manggut. Dalam hati, dia begitu senang. "Uhm, ewek ini akep juga, dan gue penasaran. Kayaknya nih cewek asyik banget." Dia pandangi Mayang dengan senyum simpul.
"Begini saja. Gue mau deh ngajarin lo pelajaran IPS. Anggap sebagai ganti waktu lo cari buku. Bagaimana?" kata Ferry menawarkan jasa.
Mayang sejenak terkejut. Dia begitu kebingungan.
"Tapi, Kak. Apa gak merepotkan kakak?" tanya Mayang.
Ferry tertawa renyah.
"Gak, lah. Gue di sela kuliahjuga buka kursus privat kok. Nah ini lo lihat bawaan gue. Buku SMP," kata Ferry menunjukkan buku yang dia bawa.
Mayang terkejut memandangi beberapa buku yang di bawa Ferry. Dia seolah tak peraya dengan apa yang dilihatnya.
"Jadi, lo buka les privat gitu?" tanya Mayang.
Ferry hanya mengangguk. Dia mengambil kartu nama dari sakunya dan memberikannya pada Mayang. Mayang sejenak membacanya.
"Nah itu kartu nama gue. Dan, setiap hari Selasa sama jumat gue jadi mentor di bimbel itu. Gue joinan ama temen. Tempatnya sih gak gede," kata Ferry menjelaskan.
Mayang begitu senang. Dalam hati, dia bersorak.
"Wow, nih cowok keren abis. Udah cakep, mandiri, peinter lagi. Benar-benar idaman gue," katanya dalam hati.
Mayang sejenak hanyut dalam lamunannya. Dia tersenyum membayangkan hari-hari yang akan dia jalani bersama cowok itu. Ferry keheranan melihat mayang yang tak berkedip sambil senyum-senyum sendiri. Dia melambaikan tangannya di depan Mayang, namun Mayang tak bergeming. Dengan lembut, dia sentuh pundaknya.
"May … Lo kenapa?" tanya Ferry sambil menggoyangkan pundak Mayang.
Mayang yang tengah melamun langsung tersadar. Dia begitu terkejut hingga menumpahkan sisa minuman itu di bajunya.
"Oh, uhm … ng—nggak. Nggak kenapa-kenapa kok," balasnya dengan gugup.
"Oh, oke. Udah, bagaimana kalo aku ajarin kamu pelajaran anthropolgi? Mau gak? Gratis deh," kata Ferry tersenyum menawarkan jasa.
Mayang hanya senyum sambil mengangguk.
"Ya sudah, kamu bawa bukunya?" tanya Ferry.
Mayang hanya mengangguk. Ferry kebali tersenyum simpul. Dia keluarkan sebuah buku dari tasnya. Dan, ternyata itu adalah pelajaran Anthropologi untuk SMA kelas XI.
"Oke, ini buku untuk sma. Coba kamu baca, mana yang kamu rasa sulit?" kata Ferry sambil memberikan buku itu.
Mayang membuka buku itu. Dia membacanya sejenak, dan dia menunjukkan sebuah tema.
"Ini, Kak. Mayang gak faham dengan materi ini," kata Mayang sedikit manja.
Ferry tersenyum. Dengan sabar, dia menjelaskan materi itu. Ferry menjelaskannya begitu detail dan dengan cara yang sangat mudah di tangkap Mayang.
"Nah, bagaimana, Mayang? Sudah mengenrti?" tanya Ferry.
Mayang berfikir sejenak. Namun, dia kembali lupa.
"Yah, Kak. Koq Mayang lupa lagi?" tanya Mayang.
"Iya lupa lah. Kamu gak mencatatnya." Ferry kembali tertawa renyah. Dia keluarkan sebuah buku notes, dan menjelaskan materi yang dirasa membuat Mayang sulit. Setelah beberapa lama, dia berikan lembaran itupada Mayang.
"Mayang, itu adalah penjelasan aku tadi. Oke, ada lagi yang kamu rasa sulit?" tanya Ferry sambil memberikan buku itu pada Mayang.
Mayang kembali membacanya. Dan setelah beberapa lama, dia tunjukkan kesulitanya. Ferry kembali menjelaskannya. Dia mencatatkan penjelasannya dan memberikannya pada Mayang.
"Uhm, terima kasih, Kak. Walau tak dapat buku, gue sedikit ngerti dengan materi ini," kata Mayang sambil menyimpan catatan itu.
Ferry melihat arlojinya. Rupanya, tak terasa hari telah petang. Mayang dan Ferry beranjak dari toko buku itu. Mereka pergi ke parkiran motor. Di sana, sebelum berpisah Mayang memberikan nomor handphonenya pada Ferry.
"Kak, itu nomor gue. Kita kontak-kontak ya," kata Mayang dengan senyum manis.
"Iya. Kalo lo butuh bantuan, calling gue aja," balas Ferry.
Mereka pun berpisah dan pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah, Mayang langsung belajar. Dia begitu bersemangat untuk menyambut ujian keesokan harnya. Setelah selesai belajar, angannya kembali melayang. Dia pandangi kartu nama Ferry sambil tersenyum.
"Uhm, asyik bener sih kalau gue bisa les dengan Kak Ferry. Sambil les, gue bisa setiap waktu mandangin wajah gantengnya," katanya sambil tersenyum manis.
Dan, rupanya lamunanya buyar ketika sebuah pesan masuk di hpnya. Buru-buru dia ambil hpnya, dan ternyata dari Ferry. Mayang begitu berbunga-bunga. Dia balas pesan itu, dan tak berapa lama pesan itu berbalas. Malam itu, sebelum tidur Mayang dan Ferry saling berbalas pesan. Hingga ketika pukul sembilan malam, Ferry mengirimkan sebuah pesan yang membuat Mayang makin ke awang-awang.
"Ya udah, Mayang. Selamat malam dan mimpi indah ya. Semangat buat UASnya," isi pesan dari Ferry.
"Makasih, Kak. Mayang mau tidur dulu. Selamat malam," isi dari pesan Mayang pada Ferry.
Dan setelah itu, Mayang tersenyum sambil menutup matanya dan tidur terlelap.