Sore itu, Shely yang mengetahui sekolah Mayang langsung menghubungi Rani, temannya di SMA 40. Dia mengajaknya ketemuan di sebuah café. Rani menyannggupinya.
Shely langsung memacu motornya pergi ke café yang telah di janjikan. Dan, sekitar dua puluh menit kemudian, tibalah Shely di sana. Rani telah menunggunya.
"Shely, lama kita tak jumpa. Gimana nih kabarmu?" tanya Rani.
"Uhm, kabarku baik. Yuk, kita pesan minum. Kebetulan ada yang mau aku tanyakan," kata Shely.
Rani mengangguk. Mereka langsung duduk di café itu. Setelah Rani duduk, tiba-tiba seorang cowok ikut bergabung.
"Oh, ya. Kenalin, Shel. Ini Reza, sohibk," kata Rani memperkenalkan Reza pada Shely.
Shely dan Reza berjabat tangan. Reza yang sempat terpesona dengan kecantikan Shely menatapnya penuh makna, namun Rani berbisik kepadanya.
"Heh, kamu jangan macam-macam ama dia," bisik Rani mengancam Reza
Reza hanya mengangguk. Tak lama kemudian, datanglah minuman mereka. Setelah pelayan itu meninggalkan mereka bertiga, Shely langsung membuka percakapan.
"Ran, gue mau tanya nih. Loe kenal cewek ganjen yang namanya Mayang?" tanya Shely dengan nada sedikit marah.
Rani mengernyitkan dahinya. Sejenak dia mengingat-ingat.
"Aku sih mungkin tahu orangnya. Memang, di SMA ku ada satu cewek yang jadi primadona kaum adam, tapi aku sih gak tahu namanya. Iiih, tuh cewek emang genit. Tapi anehnya, tuh anak sering dapat ranking loh," kata Rani dengan nada jengkel, tapi sekaligus kagum.
Reza rupanya mengenal Mayang. Dia langsung nyeletuk.
"Oh, Mayang? Gue kenal. Dia kan bokinnya Davis, anak Kelas XI-B," kata Reza secara spontan.
Rani terkejut. Dia memandang ke arah Reza. Dia mengernyitkan dahinya seolah tak percaya dengan perkataan Reza.
"Reza, kamu serius? Dia pacaran ama Davis?" tanya Rani.
"Iya lah. Gue kan temen sekelasnya Davis. Masak gue boong?" kata Reza sambil menunjukkan foto mesranya Davis dan Mayang di hpnya.
"Noh, lihat. Ini bukti jika mereka memang pacaran. Hanya saja, sejak kedatangan Riyadh hubungan mereka tidak harmonis," kata Reza.
Rani dan Shely mendengarkan keterangan Reza. Reza yang satu kelas dengan Davis menceritakan awal mereka pacaran hingga kedatangan Riyadh di sekolah itu.
"Nah, itu yang gue tahu tentang Davis dan Mayang. Udah, selanjutnya gue sih malas mo kepoin dia," kata Reza.
Shely tersenyum penuh kemenangan. Mereka pun kembali terlibat dalam percakapan ringan di café itu.
Setelah hari menjelang petang, mereka segera pulang ke rumah masing-masing. Sementara itu, Raymond yang hendak pulang dengan terpaksa mengantar Mayang ke rumahnya.
Di tengah perjalanan, Mayang mengajak Raymond untuk mampir ke sebuah café.
"Ray, gue kok pingin minum boba ya. Anterin gue dong," kata Mayang merajuk manja.
Raymond yang melihat hari mulai petang merasa keberatan.
"Ya elah, May. Ini hari udah petang. Besok gue musti ke sekolah pagi-pagi sekali. Kita langsung pulang ya, please …." Raymond berusaha membujuk Mayang.
Mayang memasang wajah manyun. Dia langsung ngambek.
"Ray, turunin gue disini! Cepat!" teriak Mayang pada Raymond.
Raymond yang mengetahui Mayang ngambek segera menghentikan motornya. Dia tepikan motornya dan sejenak mematikan mesin motornya.
"May, ayolah. Hari udah petang. Gak baik kalau kita belum pulang," bujuk Raymond.
Mayang tak menggubris. Dia langsung turun dan berjalan meninggalkan Raymond. Raymond merasa khawatir dengan keselamatan Mayang, karena jalan itu begitu sepi dan hari mulai gelap. Dia segera mengejar Mayang.
"May, Please. Ayo kita pulang," ajak Raymond.
"Ray, lo gak usah mikirin gue. Gue gak apa-apa kok," kata Mayang dengan nada tinggi.
Raymond memegangi tangan Mayang untuk mencegah tidakan nekatnya.
"Oke, gue ngalah sama loe. Kita beli boba, tapi di bungkus aja. Gimana? Soalnya gak enak nih ama nyokap lo kalo kemalaman pulangnya. Gue sungkan," bujuk Raymond.
Sejenak Mayang menatap Raymond. Dia melihat kesungguhan di wajanya. Mayang akhirnya kembali tersenyum dan bersikap manja pada Raymond.
"Baiklah, Beb. Aku setuju," balas Mayang singkat.
Mayang kembali menggelayut manja di lengan Raymond.
Raymond merasa begitu risih dengan perilaku Mayang. Terlebih, ternyata tanpa di ketahui Mayang, Davis melihatnya dari kejauhan. Davis pun terbakar cemburu.
"Brengsek! Ternyata Mayang bermain sama cowok itu. Awas aja lo," bathinya.
Davis diam-diam mengikuti Raymond. Dia sengaja menjaga jarak supaya tak di ketahui Raymond. Setelah mengantar Mayang membeli minuman boba, Raymond langsung mengantarnya pulang. Sampai sejauh itu, Raymond tak menyadari jika ada seorang pria yang mengikutinya.
Dan ketika hari mulai malam, sampailah Raymond di dekat rumahnya. Dia terkejut ketika tiba-tiba ada sebuah motor yang menghadangnya. Pengemudi motor itu turun dan mendatangi Raymond.
"Heh! Turun lo!" bentak orang itu.
Raymond terkejut. dia langsung membuka helmnya dan turun dari motornya.
"Apa urusan lo ama gue?!" balas Raymond dengan nada tinggi.
"Lo jauhin Mayang. Dia cewek gue!" bentak Davis sambil melayangkan pukulan ke wajah Raymond.
Raymond menangkisnya. Dia mendorong Davis dengan keras.
"Heh! Lo emang siape? Gue gak ada urusan ama lo!" bentak Raymond.
Davis kembali mendekati Raymond. Dia kembali melayangkan pukulan di wajahnya dan mengenai pipi kirinya. Raymond yang tak terima membalasnya.
"Heh! Lo siapa sih?! Gue gak ada hubungan apa-apa sama si ganjen itu!" bentak Raymond.
"Bohong! Gue udah lihat apa yang loe perbuat!" balas Davis dengan nada tinggi.
Bug! Davis memukul perut raymond dengan keras.
"Heh! Gue Davis. Dan asal lo tahu, Mayang itu cewek gue!" bentak Davis.
Raymond yang tak terima menendang perut Davis. Untuk sejenak, Davis terdorong. Namun dia tetap tenang.
"Owh, lo mau berantem. Oke! Kita selesaikan masalah ini secara jantan!" bentak Davis yang begitu tenang.
Raymond dan Davis saling pandang. Mereka saling menatap dengan tajam. Davis dan raymond dalam posisi siaga.
Dan, pertarungan sengit pun tak terhindarkan. Keduanya saling pukul dan saling tangkis. Beruntung pertarungan itu di hentikan oleh beberapa orang yang lewat.
"Hei, sudah! Hentikan!" bentak salah seorang warga yang melerai.
Seorang warga memegangi Davis dan seorang lagi memegangi raymond.
"Sudah! Kalian semua pulang ke rumah masing-masing!" bentak seorang warga.
Davis yang masih dendam dengan raymond menatap tajam sambil menunjuk kearah Raymond tanpa bicara sebelum akhirnya dia memacu motornya pulang dari tempat itu. Sepeniggal Davis, Raymond kembali tenang.
"Bang, maaf ya. Tadi kebetulan gue ngadepin penderita rabies ringan," kata raymond nyengir.
"Eh, lo. Tapi lo udah imunisasi belum? Ntar kalo lo di gigit ketularan loh," balas seorang warga dengan nada bercanda.
Raymond tertawa ringan mendengar perkataan orang itu. Dia langsung beranjak pulang ke rumahnya. Sesampainya di kamar, raymond kembali termenung.
"Waduh, kelakuan Mayang nih gak bisa gue biarin. Bisa-bisa gue kembali berantem ama tuh cowok," pikirnya.
Raymond rupanya tak mau larut dalam permasalahanya. Dia kembali fokus belajar malam itu.
Hari terus berjalan. Dua hari berikutnya, ketika raymond hendak masuk di kelasnya dia dikejutkan dengan Shely yang menunggunya di depan kelas.
"Shely, koq kamu disini? Bukannya kelasmu di lantai satu?" tanya raymond.
"Ray, gue mau ngomong sama lo. Bisa kita bicara sekarang?" Shely balik bertanya.
Raymond mengalah. Shely mengajaknya ke sebuah lorong yang cukup sepi di sekolah itu. Di sana, Shely akhirnya mulai mengatakan sesuatu.
"Ray, gue sejujurnya sayang banget sama lo. Dan, gue waktu itu memang cemburu lihat lo akrab sama tuh cewek ganjen," kata Shely membuka percakapan.
Raymond terkejut. Dia tak menyangka gossip yang di ucapkan Dion dan Wahyu itu ternyata benar adanya.
"Shely, lo cerdas. Lo pantes sama pria yang lebih bagus dengan masa depan yang lebih cerah. Lo ngapain milih gue?" kata Raymond keheranan.
Raymond beranjak dari duduknya. Dia memandang ke bawah dari lantai dua tempatnya dan Shely berada.
"Shely, lo bisa pilih Dody yang ketua Osis itu. Dia cinta sama lo," kata Raymond sambil kembali memandangi Shely.
"Shel, gue ini siapa? Gua bukan siswa berprestasi. Tajir juga kagak. Apa pantes gue kencan sama cewek cakep dan cerdas macam lo?" lanjutnya.
Shely mendekati Raymond. Dia memegang lembut kedua tangan raymond dan tersenyum mesra.
"Raymond. Gue sayang sama lo karena lo apa adanya. Gue gak rela lo sama cewek ganjen macam Mayang yang hanya mau mainin lo,. Gue tahu siapa Mayang, Ray. Dia sudah punya pacar," kata Shely dengan nada sungguh-sungguh.
Raymond sejenak terkejut mendengar perkataan Shely. Teringat kejadian malam itu.
"Uhm, rupanya yang berantem sama gue malam itu pacarnya Mayang? Brengsek benar tuh anak," bathinnya.
Dia hendak mengatakan sesuatu, namun Shely menempelkan jari telunjuk di bibirnya.
"Ssst! Gue gak maksa lo jawab sekarang, Raymond. Bisa akrab dan dekat kepadamu sudah cukup membuatku nyaman. Gue memang cinta dan sayang sama lo, dan gue akan nunggu sampai lo siap nentuin pilihan lo," kata Shely dengan nada lembut.
Raymond terdiam. Shely langsung mendekat dan memegangi tangannya.
"Ray, kalau Lo belum siap, ijinin gue jadi sohib lo," kata Shely dengan lembut.
Raymond tersenyum manis. Dia membelai lembut Shely.
"Shel, lo gue Lo anggap adik. Untuk saat ini, gua seneng punya adik macam lo," katanya dengan senyum manis.
Untuk sesaat, Shely memeluk erat Raymond sebelum akhirnya mereka masuk ke kelas masing-masing.
Waktu terus berjalan, dan tak terasa hari telah siang. Sepulang sekolah, Raymond langsung pergi ke tempat bimbelnya. Di sana, ternyata Mayang telah menunggunya. Seperti biasanya, Mayang bersikap genit pada Raymond.
"Hai, Raymond. Gue kangen nih nungguin lo," kata Mayang dengan nada genit.
Raymond hanya memandangi Mayang dengan wajah dingin.
"Hei, May. Loe gak perlu sok mesra deh ama gue! Gue udah tahu loe punya cowok, dan asal loe tahu, dua hari lalu gue berantem ama cowok loe gara-gara keganjenan loe!" balas Raymond dengan nada tinggi.
Raymond langsung berlalu meninggalkan Mayang yang terpana.
Sore harinya ketika jam istirahat bimbel,, Mayang menemui Raymond yang tengah duduk sendiri di depan kelasnya. Raymond tampak menghisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskannya.
"Ray, gue tahu selama ini gue salah. Gue sadar sudah manfaatin kepolosan lo untuk mainin perasaan lo. Maafin, gue Ray. Gue janji gak akan begitu lagi," kata Mayang dengan nada menyesal.
Raymond menatap Mayang dengan wajah marah. Dia hanya diam dan tersenyum sinis. Dia pun beranjak dari duduknya. Mayang segera mengejarnya. Dia pegang tangannya.
"Ray, gue mohon, maafkan gue. Maafin gue Ray. Gue ingin jadi temen lo seperti halnya Rita," kata Mayang dengan nada memohon.
Raymond memandangi Mayang. Dia akhirnya bicara.
"Eh, May. Perasaan lo ke gue gak ngaruh. Tapi yang buat gue muak adalah, gegara perbuatan lo, gue di samperin ama Davis. Dan lo tahu, dia omelin gue panjang kali lebat kali tinggi macam truk tangki. Gue paling anti di bilang playboy," kata Raymond dengan nada tinggi.
Mendengar perkataan Raymond, Mayang hanya diam. Dia menundukkan wajahnya sambil memainkan tangannya. Raymond kembali melanjutkan ucapanya.
"May, sekarang terserah lo. Kalo lo masih mau temenan ama gue, please bersikaplah wajar. Gua masih mau jadi ojek lo tapi gua minta loe jangan kelewat ganjen kayak cabe-cabean," lanjutnya dengan nada marah.
Mayang mengangguk. Dia pandangi Raymond dengan wajah menyesal.
"Baiklah, Ray. Gua ngerti. Uhm, kita tetap temenan kan?" tanya Mayang.
Raymond hanya mengangguk. Mayang kembali tersenyum manis. Dia mengajak Raymond untuk duduk kembali di depan kelas tempatnya bimbingan belajar.