Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 21 - Setelah UTS

Chapter 21 - Setelah UTS

Keesokan harinya, pad jam istirahat, Mayang tengah menunggu Davis di kantin. Sebentar-sebentar dia lihat arlojinya. Kepanikannya tampak tatkala sudah sekitar sepuluh menit dia menunggu Davis, namun tak kunjung tampak batang hidungnya. Dan, setelah sepuluh menit berlalu, muncullah yang ditunggu Mayang. Davis yang melihat Mayang langsung duduk di depannya.

"Oke, May. To the point aja ya. Apa yang mau lo bicarain ama gue?" tanya Davis.

Mayang hanya diam. Dia menunjukkan pesan yang dikirim Rosi kepadanya. Davis yang melihatnya begitu terkejut. Wajahnya pucat pasi.

"May, maafkan gue. Gue bisa jelasin ini," kata Davis dengan nada menyesal.

Mayang berusaha menahan emosinya. Matanya berkaca. Dia menatap Davis dengan mata berkaca.

"Vis, gue udah berubah demi lo. Gue beneran sayang sama lo. Kenapa lo lakuin ini?" tanya Mayang.

Davis terdiam. Dia merasa menyesal melihat Mayang yang menahan tangis. Mayang terdiam sejenak. Dia ambil kembali hpnya, dan memasukkannya ke saku seragamnya.

"Vis, gue sadar jika selama ini gue mainin perasaan banyak cowok, dan mungkin termasuk lo," kata Mayang yang terdiam sejenak.

Air matanya menetes, dan matanya memerah. Bibirnya sejenak bergetar menahan amarahnya. Mayang kembali menghela nafas panjang.

"Davis. Sekarang jawab sejujurnya. Lo cinta sama Grista?" tanya Mayang.

Davis terdiam. Dia mencoba memegangi tangan Mayang. Dengan lembut, Mayang melepaskannya.

"Vis, coba jawab pertanyaan gue dengan jujur. Jangan jadi pengecut. Ayolah," kata Mayang dengan menahan sakit hatinya,

Davis memandangi Mayang dengan wajah sedih. Sejenak, dia tampak kebingungan. Mayang hanya menggelengkan kepalanya.

"Vis, kenapa lo diam? Lo jangan jadi pengecut dong. Ayolah, Vis. Jujurlah setidaknya pada dirimu sendiri," kata Mayang.

Mayang sejenak membuang pandangannya. Dia menatap kosong ke suatu tempat. Untuk beberapa saat, mereka saling diam. Mayang kembali melihat arlojinya. Rupanya, jam istirahat kurang sepuluh menit lagi. Mayang akhirnya berinisiatif membuka pembicaraan.

"Davis, gue tahu selama ini lo tahu gue suka gonta ganti cowok. Oke, sekarang gue sebutin. Ferry, Rahmat, Danang, Hari, Firman dan beberapa lagi. Dan lo tahu, lo adalah cowok ke Sembilan yang gue sakitin. Tapi, Vis. Gue sadar gue salah. Gue berniat berubah, Vis. Gua siap kalau lo memang udah gak percaya lagi ke gue," kata Mayang dengan nada tinggi sambil menahan tangisnya.

Mayang terdiam sejenak. Dia seka air matanya yang menetes, dan berusaha menenangkan dirinya yang tengah terbakar emosi.

"Baiklah, Davis. Mungkin lebih baik kita akhiri saja hubungan kita. Gue janji akan tetap berteman dengan lo, dan gue buktikan jika gue bukan lagi Mayang yang selama ini lo kenal gonta ganti cowok," kata Mayang sambil bangkit dan beranjak meninggalkan davis yang terpana.

Mayang berlari kecil menuju toilet wanita, dan dia langsung menutup pintunya. Di dalam toilet itu, dia menangis sejadi-jadinya untuk menumpahkan kekecewaannya. Agak lama Mayang di dalam toilet, dan tak menyadari jika toilet telah penuh. Seorang siswi yang hendak buang air tampak begitu panic menahan sakit perutnya. Terdengar suara gas alam berulang kali.

"Aduuuuh! Siapa neeeh di dalam? Buruan dong … udah mau keluar nih," teriaknya sambil menggedor pintu toilet itu.

"Brrrr …. Brrrrt …. Duuuut," terdengar berulang kali siswi itu buang gas karena sakit perutnya. Wajahnya tampak panik karena sakit di perutnya kian parah. Dia kembali menggedor pintu toilet itu. "DOK .. DOK …DOK!" terdengar suara pintu di gedor.

"Hoooi, buruan dong tolietnya. Gue udah mau keluar neeh! Buruan dooong, please …," teriak gadis itu sambil berulang kali terdengar suara buang gas.

Mayang yang mulai tenang langsung tersadar. Dia berusaha menahan tawa mendengar siswa itu berulang kali buang gas.

"Oh, Maaf, sebentar, tadi gue juga kebelet," kata Mayang berbohong.

Dia segera membuka pintu toilet itu, dan tampak seorang siswi tengah memegangi perutnya. Mayang segera keluar, dan siswi itu langsung masuk ke toilet itu dan menutup pintunya. Tak lama kemudian, terdengar suara nyaring. Dan, terakhir terdengar suara panjang seperti cerobong asap pabrik.

"Aaaah, lega …, Uh… ini gara-gara tadi pagi makan cabe kebanyakan neh," kata siswi itu di dalam toilet.

Sementara itu, beberapa siswi yang masih berada di toilet itu mendengarnya. Beberapa diantara mereka bercanda.

"Eh, Resti. Lo gak denger tadi ada cerobong pabrik?" tanya temanya.

"Kagak, yang gue dengar mah radio rusak, Dev," balas Resti.

Dan, tak lama siswi itu keluar dari toilet. Resti dan Devi menahan tawa melihat siswi itu.

"Eh, Mila. Lo emang kenapa koq sampe segitunya?" tanya Resti.

"Gue salah makan, Res. Ya gitu deh. Akhirnya terpaksa gue nge brick," kata Mila.

"Widih, sampe kayak cerobong pabrik aja loh," kata Devi menahan tawa.

Sejenak, mereka bertiga tertawa lepas sambil berjalan ke kelasnya. Sementara itu, di sekolah lain, Chika tampak fokus dengan pelajarannya.

Dia ikuti pelajaran itu dengan baik. Waktu terus berjalan, dan tanpa terasa jam pulang sekolah tiba. Chika hendak pulang, namun dia di hadang Reno dan kawanannya. Rupanya, Reno masih marah akibat jebakan Chika.

"Heh, Chika! Jadi kemarin lo sekongkol ama Carmen buat ngejebak gue?" tanya reno dengan nada marah.

Chika tampak tenang. Dia hanya tersenyum simpul. sambil membenarkan kacamatanya, dia menatap Reno.

"Kalau iya, terus lo mau apa? Mau keroyok gue?" balas Chika sambil menahan rasa takut.

Reno yang merasa marah terdiam sejenak. Dia pandangi sekitarnya. Dengan wajah marah, dia menatap Chika.

"Owh, mentang-mentang lo popular di sekolah ini, terus lo seenaknya permainkan cowok yang mencintai lo? Gue gak nyangka, di balik penampilan polos lo, ternyata lo gak jauh beda ama cewek yang suka mempermainkan perasaan orang," kata Reno sinis.

Chika mulai emosi. Dia menatap Reno dengan tatapan tajam. Dengan berani, Chika menampar keras pipi kiri Reno.

"Owh, jadi lo kira gue mainin perasaan lo? Gitu?!" bentaknya.

Chika tersenyum sinis. Dia menunjuk ke wajah Reno.

"Reno! Gue tahu lo itu playboy. Dan lo mustinya ngaca sebelum lo bilang gue suka mainin perasaan orang. Bukannya lo yang sampai punya pacar lima?" lanjutnya dengan wajah tinggi.

Reno makin marah. Wajahnya memerah, namun dia tak dapat berkata-kata. Tangannya mengepal. Chika menghela nafas panjang, dan tersenyum sinis pada Reno.

"Reno! Asal lo tahu, gue hanya nolak cowok yang naksir gue karena gue mau fokus sekolah, bukan cari jodoh kayak lo. Camkan itu!" bentak Chika sambil berlalu.

Reno semakin marah, namun dia tak dapat berbuat apa-apa. Dia hanya terdiam sambil mengumpat dalam hati melihat Chika yang dengan tenang naik angkot pulang ke rumahnya. Carmen tiba-tiba muncul di belakangnya. Dia menepuk pundak Reno dengan keras.

"heh! Apa yang lo lakuin pada Chika?!" bentaknya.

Reno hanya diam. Dia menepis tangan Carmen dan menatapnya dengan tajam.

"Eh, kita gak ada lagi urusan. Lo diem dan jangan muncul lagi di depan gue," balas Reno sambil berlalu bersama teman satu gengnya.

Carmen hanya tersenyum sinis memandangi Reno, dan dia berlalu ke parkiran motor dan memacu motornya keluar dari sekolahan.

Sementara itu, di studio Bang Boim, Raymond dan kawan bandnya tengah berlatih. Mereka tengah mempersiapkan diri untuk acara perpisahan anak kelas XII yang akan lulus sekolah. Setelah menyelesaikan sebuah lagu, mereka kembali berdialog.

"Hei, Yusta. Tadi lo main drum temponya kecepetan. Kita kan nyanyi lagu slow," kata Raymond.

Yusta keheranan. Dia kembali mendengar lagu yang akan mereka nyanyikan. Dia mendengarkan secara seksama. Tampak wajahnya begitu serius mendengarkan irama di mp3 player itu.

"Bhro, maaf. Ketukan drumnya lagu ini aneh. Gue salah ngitung rupanya. Kita mulai lagi deh," kata Yusta.

Mereka setuju. Yusta mulai memukulkan stik drumnya, dan mulai menghitung.

"Three … two … one," kata Yusta memberi kode.

Jreeeng! Raymond mulai memetik gitarnya, dan Yusta kembali menabuh drum. Irama pembuka mereka mainkan, dan mereka mulai berlatih. Namun, di tengah latihan kembali lampu studio mati.

"Yah! Nasib … nasib. Lampu mati lagi deh," keluh raymond.

Dia memandang arlojinya. "Nasib, padahal sekian menit bisa buat latihan satu lagu, eeeh studio kesayangan kita ternyata mati lampu."

Mereka akhirnya keluar dari studio itu dengan wajah kecewa. Mereka kembali mengkomplain ke Bang Boim. Namun, ternyata Boim tak ada di ruangannya. Raymond keheranan.

"Bang, bang boim …." Raymond berteriak memanggil pemilik studio.

Namun, yang dipanggil tak menyahut. Raymond dan Victor saling pandang.

"Lho, kemana nih abang kesayangan kita? Kok gak nyahut?" tanya Victor keheranan.

Raymond hanya mengisyaratkan ketidak tahuannya. Kembali dia panggil Boim.

"Bang Boim! Halooo …. Bang …," teriak raymond.

Tak lama kemudian, Boim keluar dari ruangan yang gelap itu. Wajahnya tampak gosong dan rambutnya tegak berdiri. Raymond dan lainnya terkejut melihat penampilan Boim yang wajahnya gosong. Mereka menahan tawa melihat wajah Boim yang tampak lucu.

"Bhro, maaf. Tadi gue benerin TV. Gue kira, TV nya bener, ternyata malah meleduk," keluh Boim sambil duduk di tempat kerjanya.

"Yaelah, Bhro. Kok bisa tv lo meleduk(meledak) gitu?" tanya Victor.

"Tadi, habis nyolder, gue mau minum kopi. Ternyata, di tangan gue ada tikus. Jatuh deh kopi itu mengenai komponen tv gue, pas gue nyoba lagi. Begini deh jadinya," keluh Boim.

Mereka tertawa lepas. Raymond pun berceloteh melihat kondisi Boim.

"Yaelah, Bhro. Tadi waktu gue lihat lo keluar dari ruangan sono, gue kira lo artis Hollywood yang nyasa di mari," kata Raymond.

"Iya, loh. Kalo begini, lo seperti pemain film star wars," timpal Romi.

"Yee, tega ya kalian. Karena gue marah, nanti kalian musti bayar dobel nih," kata Boim sambil beranjak meninggalkan mereka.

Raymond terkejut. "Waduh bang. Jangan dong. Kan cuman lo langganan gue. Please … jangan bayar dobel dong."

Boim tertawa lepas. Dia kembali menyalakan listriknya, dan menemui mereka.

"Udah, kalian gue beri diskon nih. Buruan, duit studionya," pinta Boim.

Mereka membayarnya, dan boim memberikan sisa uangnya.

"Tuh, gue diskon. Makasih ya udah sewa studio Boim," kata Boim tersenyum ramah.

Mereka begitu senang mendapatkan diskon. Tanpa berlama-lama mereka pulang ke rumah masing-masing.