Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 19 - Teman Yang Kelewat Cupu

Chapter 19 - Teman Yang Kelewat Cupu

Hari demi hari berlalu, dan tanpa terasa liburan tengah semester akan berakhir, Siang itu, Raymond yang tengah asyik mencuci motor di depan rumahnya. Tiba-tiba dia di kejutkan dengan kedatangan Shely di rumahnya. Rupanya, dia secara tak sengaja melewati depan rumahnya.

"Raymond?" sapa Shely.

Raymiond yang asyik mencuci motor terkejut. Dia spontan memandangi Shely yang tiba-tiba ada di depan rumahnya.

"Eh, Shely. Lo mau kemana? Balas Raymond dengan senyum ramah.

"Oh, gue mau ke rumah Yuli. Tapi, koq gue bingung nih carinya. Lo tahu gak di mana rumah Yuli?" tanya Shely.

Raymond langsung menemui Shely. Dia matikan selang untuk mencuci motornya dan langsung menemui Shely.

"Oh, rumahnya Yuli itu sekitar 20 blok dari rumah in. Arahnya ke sono," kata Raymond sambil menunjuk ke suatu arah.

Raymond menjelaskan arah ke rumah Yuli begitu detail, namun Shely yang tak fokus hanya diam. Setelah panjang lebar dia jelaskan arah ke rumah Yuli, Raymond terkejut melihat Shely yang terpana. Dia goyang kan tangannya di depan Shely sambil memandanginya dengan keheranan.

"Shel, Lo koq ngelamun gitu?" kata Raymond sambil menyentuh pundaknya.

Shely segera tersadar. Dia begitu gugup melihat Raymond yang tersenyum simpul di depannya.

"Oh, M—Maaf. Tadi kemana rumah Yuli?" tanya Shely dengan nada gugup.

Raymond langsung menepuk jidatnya. Dia pandangi Shely dengan wajah heran.

"Ciye elah, Shel. Gue jelasin lo ampe pake hujan local gini, lo malah meleng(melamun)?" kata Raymond.

"Ya, habis. Gue penasaran ama cara lo pake celana," kata Shely menahan tawa melihat celana Raymond.

Raymond terkejut. Dia lihat rerseleting celananya yang masih terbuka lebar, dan menampakkan sesuatu. Wajahnya memerah menahan malu. Dia baru ingat jika dirinya baru saja dari toilet.

"Waduh, sial. Bisa bahaya kalo keris pusaka terlihat Shely," bathinnya sambil buru-buru membelakangi Shely dan menutup retseleting celananya.

Shely yang wajahnya memerah hanya tersenyum simpul sambil menahan tawa. Setelah membenarkan celananya, Raymond kembali menjelaskan arah ke rumah Yuli. Dan beruntungnya, kali ini Shely mengerti. Setelah mendengar penjelasan Raymond, Shely langsung berpamitan.

"Makasih, ya Ray. Gue mau pergi ke rumah Yuli dulu. See ya," kata Shely.

"Oke, see ya," balas Raymond.

Shely segera memacu motor maticnya ke rumah Yuli sesuai dengan arah yang di tunjukkan Raymond. Sepeninggal Shely, Raymond hendak meneruskan mencuci motornya. Dia nyalakan kran di depan rumahnya, namun air tak mengalir.

"Yah, kok airnya ngadat lagi?" tanyanya dalam hati.

Raymond berfikir ada sesuatu yang menyumbat di selangnya. Dia pandangi bagian dalam selang itu dengan perasaan keheranan. Belum sempat keherannya terjawab, tiba-tiba air mengalir dengan derasnya dan menyembur tepat di wajah Raymond.

"Waduh!" teriaknya.

Raymond terkejut ketika tiba-tiba air menyembur ke wajahnya dengan begitu deras. Buru-buru dia arahkan ke motornya sambil mengumpat dalam hati.

"Yah, siang ini kok gue sial mulu? Tadi keris pusaka, nah barusan air ini," gumamnya dalam hati sambil terus mencuci motor kesayangannya.

Setelah setengah jam. Motor itu kesayangannya kembali bersih. Dia matikan selangnya, dan bernafas lega setelah motornya bersih.

"Uhft, selesai juga. Hari pertama masuk, motor kinclong(mengkilap), potongan baru, dan siapa tahu semangat gue juga baru," katanya dalam hati.

Raymond segera memasukkan motornya ke dalam garasi, lalu dia buru-buru mengganti bajunya yang basah karena terkena air. Waktu terus merayap. Dan sore itu, Raymond bersiap pergi ke tempat bimbelnya. Setelah berganti baju, dia pamit pada ayah dan ibunya untuk pergi ke tempat bimbel. Rupanya, karena jalanan macet, Raymond akhirnya terlambat sampai di sana. Ketika dia masuk kelas, pelajaran sudah di mulai. Dia mengetuk pintu kelasnya, dan Pak Imam membukanya.

"Raymond, kok tumben kamu terlambat?" tanya Pak Imam.

"Maaf, Pak. Tadi jalanan macet gara-gara si komo lewat," kata Raymond.

Pak Imam tersenyum simpul mendengar alasan Raymond. Dia berniat membalas kelucuan Raymond.Pak Imam sejenak memandangi belakang Raymond. Raymond yang melihat Pak Imam tampak kebingungan.

"Maaf, Pak. Ada apa ya koq ngelihatin saya begini?" tanya Raymond.

"Uhm, Kamu gak di ikuti si Komo kan?" balas Pak Imam dengan senyum simpul.

Raymond tertawa ringan. "Ya tentu nggak, lah. Si Komo lagi konser kok tadi."

Pak Imam tertawa sambil menepuk pundak Raymond. Dia langsung mempersilahkan Raymond masuk ke kelas dan melanjutkan proses belajar mengajarnya. Raymond mencari bangku kosong, dan duduk di sana. Dilihatnya, ada peserta baru di kelasnya.

"Psst, lo anak baru ya?" tanya Raymond.

Anak itu sedikit terkejut. Dia pandangi raymond sambil tersenyum manis.

"Uhm, Iya. Baru aja aku masuk," katanya dengan senyum manis.

"Gue raymond, satu-satunya pejantan di kelas ini. Dan, gue senang ada pejantan baru di kelas ini," kata Raymond setengah berbisik.

Anak itu sedikit keheranan mendengar istilah Raymond.

"Pejantan?" katanya keheranan.

"Yeeee, jangan ngeres (pikiran kotor) dulu. Pejantan itu maksudnya cowok," kata raymond sambil tersenyum.

Anak itu mengangguk. Dia tampak lugu menghadapi anak badung seperti Raymond. Setelah mengerti, dia julurkan tangannya.

"Gue Shiva, Shiva Raja," katanya sambil tersnyum.

"Seneng kenal lo, Shiva," balas raymond.

Setelah perkenalan singkat itu, mereka kembali fokus mengikuti proses belajar mengajar.Waktu terus berjalan, dan tanpa terasa, jam istirahat tiba. Ketika jam istirahat tiba, Mayang menemui Raymond.

"Ray, gue mau kenalin cowok gue ke lo. Sekalian, dia mau minta maaf atas kesalah pahaman waktu itu," kata Mayang.

Raymond mengangguk. Dia mengikuti Mayang ke depan lokasi bimbel. Di sana, Davis telah menunggunya. Dengan tenang, Raymond menemui Davis.

"Say, ini Raymond. Kita hanya temenan aja kok, gak lebih," kata Mayang menjelaskan hubungannya dengan raymond.

"Iya, Vis. Gue ama dia gak ada apa-apa," kata Raymond menambahkan.

Davis mengangguk. Dia dekati Raymond dan tersenyum manis. Davis mengajaknya bersalaman.

"Raymond. Buka lo yang harusnya minta maaf. Gue secara pribadi minta maaf karena kelewat cemburu," kata Davis mengakui kesalahannya.

Raymond membalas juluran tangannya. Dia tersenyum pada Davis.

"Sudah, Vis. Lo gak usah terlalu mikirin itu. lo cemburu artinya sayang. Gue juga salah karena kurang sabar," kata Raymond.

Mereka bertiga sejenak terlibat percakapan ringan. Dan, tak lama setelah itu, Davis langsung pamit pada Mayang dan berjalan pulang. Sepeninggal Davis, Raymond melihat Shiva yang tampak kebingungan. Dia berdiri sendirian di depan lokasi bimbel.

"May, kita temani dia yuk. Kok gue lihat dia kelihatan cupu gitu?" kata Raymond.

Mayang mengangguk. Mereka berdua langsung mendekati Shiva yang tengah berdiri sendirian. Raymond menepuk pundaknya.

"Eh, Shiva. Kok lo hanya diam berdiri di sini kayak penjaga bimbel aja," kata Raymond menyapa Shiva.

"Uhm, gue bingung karena kebanyakan teman kita cewek mulu. Gue demam kalo dekat cewek," katanya dengan malu-malu.

"Yeeee, pejantan koq malu-malu gitu. Harusnya lo seneng karena lo langka," seloroh Mayang.

Shiva mengernyitkan dahinya. Sejenak, dia keheranan mendengar perkataan Mayang, namun tawanya lepas.

"Ya elah, … Mmm, … m—maaf. Lo?" tanya Shiva yang kebingungan mengingat nama Mayang.

"Gue Mayang, Shiva," kata Mayang dengan tawa ringan.

"Ohya. Mayang, lo ini ada-ada aja deh. Masak gue segede gaban gini di anggap fosil gitu," balas Shiva sambil menahan tawa.

Raymond dan Mayang tertawa lepas. Mereka kembali terlibat percakapan ringan. Perlahan, Shiva mulai beradaptasi. Dia sudah mulai tak canggung seperti tadi. Di tengah percakapan, Raymond mengambil sebatang rokok dan menyulutnya.

"Shiva, uhm … gue perokok. Lo gak keganggu?" tanya Raymond.

"Gak apa-apa, Ray. Gue udah biasa," kata Shiva.

Mereka kembali terlibat dalam sebuah percakapan. Dari percakapan itulah, Mayang dan Raymond mengetahui bahwa Shiva sebenarnya adalah warga negara india yang tengah bersekolah di salah satu sekolah Kristen terbaik di kota itu.

"Lho, jadi lo siswa sekolah corong itu?" tanya raymond keheranan.

Mayang dan Shiva saling berpandangan sambil mengernyitkan dahinya. Mereka tersenyum karena merasa asing dengan istilah yang di katakana Raymond.

"SMA Corong? Maksud lo gimana? Kok kayak penjual minyak tanah aja," kata Mayang keheranan.

Raymond tersenyum manis.

"Yeee, lo tahu kan kalo masuk ke SMA Bunda Maria itu NEM berapapun masuk, tapi yang lulus gimane? Lo tahu gak. Dari sepuluh tetangga gue yang sekolah di SMA itu, haya satu yang lancar. Sembilan lainnya pasti pernah gak naik, bahkan sampe pindah," kata raymond menjelaskan.

Mayang terkejut mendengar penjelasan Raymond.

"Widih! Angker bener SMA lo, Shiv," kata Mayang sambil menggelengkan kepalanya.

Namun, Shiva akhirnya mengerti. Dia menjelaskan pada Mayang mengenai fenomena itu.

"Yah, begitulah, walau tak sengaker main jaelangkung," kata Shiva sambil bercanda.

Raymond dan Mayang tertawa lepas. Mereka tak menyangka jika ternyata Shiva begitu lucu dan humoris. Shiva kembali berkata pada Mayang dan Raymond.

"Yang dibilang Raymond itu bener. Di sekolah gue, dalam satu kelas topnya yang naik kelas hanya mencapai tiga perempatnya. Malahan, ada loh yang hampir seklas tinggal kelas. Nah, gue ikut bimbel karena masa tugas babe terbatas. Bentar lagi, gue musti balik ke Bombay," kata Shiva.

Mayang dan Raymond hanya menggelenkan kepalanya mendengar cerita mengenai SMA tempat Shiva sekolah. Dari penjelasan Shiva, Raymond tak menyangka jika sekolah tempat Shiva begitu ketat dan disiplin dalam menegakkan aturan.

Karena asyik mengobrol, tak terasa jam istirahat telah selesai. Bimbel kembali di mulai. Mereka bertiga kembali masuk ke kelas dan mengikuti bimbel.