Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 20 - Karma Buruk

Chapter 20 - Karma Buruk

Sore hari di rumahnya, Chika tengah membaca sebuah komik. Sesekali tampak senyumnya ketika membaca komik itu. Ketika tengah asyik membaca, tiba-tiba datanglah Reno ke rumahnya. Dia memencet bel di depan pintu rumah Chika, dan tak lama kemudian Chika membuka pintu rumahnya.

"Reno, masuk dulu yuk," ajak Chika.

"Uhm, makasih. Aku kemari mau ajak kamu jalan. Bagaimana?" kata Reno dengan senyum mempesona.

Chika berfikir sejenak. Dilihatnya pekerjaan rumahnya sudah beres.

"Gue mau pamit sama bokap dan nyokap dulu ya," kata Chika pada Reno.

"Oke, gue tunggu di teras aja ya," kata Reno.

Chika hanya mengangguk. Reno duduk di bangku teras depan rumah Chika. Dia tersenyum puas karena berhasil ngajak Chika jalan.

"Yesss! Akhirnya, gue berhasil ngajak nih cewek jalan," katanya dalam hati.

Angan-angan Reno melambung tinggi. Dia merasa sudah berhasil menaklukkan Chika, si kutu buku yang cantik. Berbagai rencana dia susun untuk mendapatkan cinta si kutu buku yang popular di kalangan kaum adam. Dan, tak lama kemudian, Chika yang sudah berganti pakaian muncul menemui Reno.

"Yuk kita jalan," ajak Chika.

Sejenak, Reno terkejut melihat penampilan Chika. Penampilannya tampak sederhana dan culun, seperti ketika di sekolah. Namun, dia tetap berusaha tersenyum. Dengan percaya diri, dia mengajak Chika naik ke mobil yang dia bawa.

"Silahkan, ratu cantik," rayu Reno bak seorang cassanova.

"Yah, lo ini ada-ada aja. Gue mah bukan ratu lagi," kata Chika dengan senyum manis.

"Bagi gue, lo tetap ratu di hatiku," balas Reno berusaha merayu Chika.

Chika sejenak membelalakkan matanya sambil tersenyum.

"Gue?" tanyanya seolah tak percaya.

"Iya, lo. Lo bagi gue tetap ratu yang ada di hati gue," balas Reno dengan senyum simpul.

Chika tersenyum simpul, namun dalam hatinya dia tertawa mendengar rayuan Reno yang selama ini terkenal sebagai penakluk cewek.

"Reno, gue tahu lo itu playboy. Lihat aja, gue akan kasih lo pelajaran hari ini," bathinnya.

Tanpe berkata-kata lagi, Chika masuk ke mobil itu dan duduk di bangku depan. Setelah menutup pintu mobilnya, Reno memacu mobilnya. Di tengah jalan, Chika tiba-tiba mengajak Reno ke sebuah toko buku.

"Lho, Chik. Kok ke toko buku?" tanya reno.

"Iya, gue tadi mau beli buku kelupaan. Makanya, sekalian lo ajak keluar gue mampir ke toko buku," kata Chika dengan senyum penuh kemenangan.

Reno tampak jutek, namun tak berdaya dengan permintaan Chika. Akhirnya, dengan terpaksa Reno membelokkan mobilnya ke sebuah toko buku.

"Yah, ini mah tempat yang paling gue benci. Rasanya pusing gue kalo jalan ke toko buku," kata reno dalam hati.

Sesampainya di parkiran, Chika mengajak Reno untuk turun.

"Reno, ayo turun sebentar," ajak Chika.

"Uhm, gue tunggu di sini aja deh, Chik. Loe gak lama kan?" balas Reno.

"Nggak koq, cuman bentar. Udah, turun yuk, please …." Chika kembali mengajaknya dengan nada manja.

Reno berfikir sejenak. Dia menimbang-nimbang. Perasaannya berkecamuk antara setuju dan tak setuju.

"Uhm … oke, deh," kata Reno terpaksa menyetujuinya.

Dengan terpaksa, Reno mengikuti Chika ke toko buku. Chika ternyata hanya mampir sebentar. Dia membeli dua buah buku, dan segera membayarnya di kasir. Setelah itu, mereka kembali ke mobil dan keluar dari toko buku itu.

Setelah keluar dari toko buku itu, Reno mengajaknya ke sebuah café. Sesampainya di sana, mereka segera duduk di sebuah meja. Reno segera memesan menu di café itu. Sambil menunggu pesanan, dia mulai melancarkan aksinya untuk menaklukkan Chika.

"Chik, sejujurnya. Gue udah lama nyimpan ini. Selama ini, gue selalau nahan untuk mengatakanya," kata Reno mulai melancarkan rayuannya.

Chika tersenyum mendengarnya. Dia pandangi Reno seolah ingin tahu apa yang akan dia katakan. Reno sejenak menghela nafasnya.

"Chika, gue … gue selama ini nyimpen perasaan gue ke lo," lanjutnya.

Ekspresi wajah Chika tampak antusias. Dia tersenyum simpul.

"Oke, perasaan apa itu?" tanya Chika sambil menahan tawa.

"Perasaan …," jawab Reno yang tiba-tiba terputus.

Chika yang merasa keheranan memandangi Reno yang seolah tampak ketakutan. Dia tampak kebingungan.

"Perasaan? Perasaan apa, Reno?" tanya Chika seolah ingin tahu.

"Perasaan … perasaan …," katanya dengan wajah ketakutan.

Chika menahan tawa melihat ekspresi ketakutan Reno. Dengan santai, Chika mencoba menebaknya.

"Perasaan ... Uhm ...," kata Chika sambil tersenyum memandangi Reno.

Reno makin ketakutan. Wajahnya pucat pasi.

"Oh ya. Tadi kan Lo bilang kalo gue itu ratu di hati Lo. Uhm ... apa itu artinya lo naksir gue?" tanya Chika dengan santai.

Wajah Reno tampak pucat pasi. Keringat dingin menetes deras. Dan, tak lama kemudian seorang gadis muncul di dan langsung menjewer Reno.

"Owh, jadi lo pinjam mobil gue buat cari cewek lagi?" kata wanita itu dengan nada marah.

"Ampun. Kagak, gue ama dia hanya temenan koq," kata Reno merintih kesakitan.

"Teman? mana ada teman cewek yang lo traktir makan di cafe? Yang ada semua cewek Lo yang traktir Lo di cafe," balas gadis itu.

Chika menahan tawa melihat Reno yang ketakutan ketika aksinya di ketahui pacarnya. Gadis itu memberi sebuah kode.

"Sudah. Lo sekarang pulang. Cepat, balikin mobil gue, dan kita putus!" bentak wanita itu.

Reno yang sudah kepalang basah hanya bisa diam. Tak hanya sampai di situ Beberapa cewek datang menghampirinya. Ada lima orang gadis yang mendatanginya.

"Owh, jadi lo selama ini macarin gue hanya untuk cari ban serep lagi? Selama ini, lo hanya manfaatin duit gue?" kata seorang cewek sambil menyeret Reno keluar.

Dan, diluar café itu Reno jadi bulan-bulanan kelima pacarnya itu.

Sementara Reno jadi bulan-bulanan kelima pacarnya, Chika justru menikmati minuman yang dia pesan.

"Chika, makasih ya lo udah ikutin rencana gue buat ngejebak buaya darat itu. Udah, nanti gue anterin lo pulang," katanya dengan senyum manis.

Chika hanya mengangguk. Dan setelah hari makin malam, gadis itu mengantarkan Chika pulang.

Sementara, Reno terpaksa pulang naik angkot dengan wajah babak belur karena di keroyok lima wanita yang selama ini dia permainkan. Di dalam angkot, Reno bergumam.

"Duuuh, nasib. Semua ATM gue hilang deh, dan ufht!" keluhnya dlam hati sambil membuka dompetnya.

Hanya ada uang sepuluh ribu, yang nantinya akan dibuat bayar angkot yang dia tumpangi. Tak lama kemudian, sampailah dia di kostnya. Dengan wajah lesu dia berikan satu-satunya uang yang ada di dompetnya itu.

"Makasih, bang," katanya dengan nada lesu.

Sopir angkot itu menahan tawa melihat baju Reno yang robek di sana sini. Dia iseng bertanya pada reno.

"Gan, koq bajunya robek gitu. Emang kenapa tadi?" tanyanya.

"Udah, Bang. Buruan jalan. Ntar ada perang tuh di angkot ente(kamu;mu)" kata Reno yang malas menanggapi perkataan sopir angkot itu.

Sopir angkot itu tertawa ringan dan memacu mobilnya. Sepeninggal angkot itu, Reno melangkah ke kostnya dengan wajah lesu.

Sementara itu, selesai bimbel seperti biasanya, Raymond mengantar Mayang pulang ke rumahnya. Sesampainya di sana, dia di sambut ibunya Mayang.

"Nak, masuk dulu. Kita makan malam yuk," ajak ibunya Mayang.

"Uhm, terima kasih tante. Sebaiknya saya pulang, karena harisudah malam," kata Raymond berusaha menolak.

"Ehh, udah. Masuk dulu, Ray. Gak baik menolak rejeki," kata Mayang.

Raymond berfikir sejenak. Karena bujukan ibunya Mayang, raymond tak kuasa menolak. Dia akhirnya menyetujui ajakan ibunya Mayang. Agak lama raymond di sana. Dan, setelah hari makin malam, Raymond akhirnya pulang ke rumahnya.

Sementara itu, di sebuah café, Davis ternyata diam-diam jalan dengan Grista, adik kelasnya. Di café itu, mereka tampak mesra.

"Grista, lo serius cinta am ague?" tanya Davis.

"Tentu, Sayang. Gue serius," kata Grista.

Davis tersenyum manis. Dia merangkul mesra Grista di café itu. Mereka sesekali saling menyuapi di café itu. Namun, Davis tak menyadari jika perbuatannya di awasi oleh Rosi, teman dekatnya yang tanpa dia sadari berniat menikamnya dari belakang.

"Uhm, sempurna," katanya dalam hati.

Rosi memotret kemesraan itu, dan mengirimkannya pada Mayang. Di rumahnya, Mayang terkejut menerima pesan dari Rosi. Di bukanya pesan itu, dan dia melihat foto kemesraannya dengan Grista, adik kelasnya.

"Oh, jadi begini kelakuan lo di belakang gue?" katanya dalam hati.

Sejenak, Mayang merasa sedih. Namun, perlahan dia sadari selama ini dia selalu mempermainkan pria.

"Mungkin ini balesan dari perbuatan gue selama ini. Baiklah, guie harus selesaikan masalah ini. Gue gak mau larut dalam kesedihan," lanjutnya dalam hati.

Sejenak, dia merasakan air matanya menetes. Mayang begitu menyesali perbuatannya di masa lalu. Dalam hatinya, dia berjanji untuk merubahnya.

"Baiklah. Gue harus tegar," katanya dalam hati sambil menahan kesedihannya.

Malam itu, Mayang mengirim pesan pada Davis. Dia ingin mengajak Davis bicara ketika jam istirahat keesokan harinya.