Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 13 - Idola Si Bucin yang Ganas

Chapter 13 - Idola Si Bucin yang Ganas

Tak terasa, waktu istirahat habis. Raymond yang dari tadi kepalang malu buru-buru mengajak Mayang untuk kembali.

"May, kita balik yuk. Nih udah waktunya masuk," ajak Raymond dengan wajah merah menahan malu.

Mayang melihat arlojinya. Dia tersenyum manis sambil memandangi Raymond.

"Baik, Say. Yuk," balas Mayang sambil bangkit dari duduknya sambil menggandeng mesra tangan Raymond.

Mayang menggandeng Raymond menuju kasir dan membayar minuman pesanan mereka.

"Ciye … Nih baru pertama kali ada sweetest couple di warung ini," goda pemilik warung.

"Ah, abang ini. Bisa aja deh," balas Raymond dengan malu-malu.

"Eleh-eleh, pake ngeles aje. Tuh, dari tadi di mari, widiw … Romantis bener," balas pemilik warung sambil memberikan uang kembalian pada Raymond dan Mayang.

"Iiih, abang. Emang kita bikin baper?" kata Mayang dengan senyum tersungging.

"Iya atuh, Neng. Akang aja serasa pingin cari yang baru," balas pemilik warung sambil nyengir.

Ternyata, tanpa sepengetahuan pemilik warung, istrinya yang baru datang mendengar ocehannya. Dia berjalan mendekatinya dan langsung menjewer telinganya.

"Abang tadi bilang apa?! Hah!" bentak istrinya.

Pemilik warung meringis kesakitan. "Ampun, Ma. Papa hanya bercanda."

"Bercanda?! Kamu udah bosan sama aku ya?! Eleh-eleh … Ingat anak,Pa. Biar gue gembrot, gue udah kasih loe modal buat buka warung, dan gue udah kasih loe anak. Emang kurang apa gue?" bentak istrinya sambil menatap pemilik warung.

"Tapi, Ma," balas pemilik warung.

"Sudah! Sana loe berdiri dengan satu kaki!" bentak istrinya.

"Ma …," kata pemilik warung memohon.

Istrinya menatap tajam kearah Raymond dan Mayang.

"Ngapain loe lihat-lihat? Mau lihat laki gue saya hukum?! Noh!" kata sang istri sambil memperlihatkan suaminya yang berdiri dengan satu kaki.

Raymond dan Mayang hanya membelalakkan matanya. Mereka buru-buru pergi sambil menahan tawa. Sepeninggal Raymond dan Mayang, seisi warung ramai dengan tawa dari pengunjung.

Waktu terus berjalan. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 18:00 Waktunya pulang ke rumah. Seperti di pertemuan sebelumnya, Mayang selalu meminta Raymond mengantarnya pulang. Namun, hari itu Raymond bergegas pulang. Dia berjalan tergesa ke parkiran motor.

"Ray, gue nebeng dong, please …," pinta Mayang dengan nada manja.

"Waduh, May. Gue ada festival nih bentar lagi. Gue mo langsung ke base camp," kata Raymond berusaha menolak.

Mayang memasang wajah manyun. Dia menghentakkan kakinya di tanah dan mulai merajuk manja.

"Iiih! Kamu tuh sombong bener. Nganterin bentar aja gak mau," kata Mayang dengan nada ngambek.

Raymond yang merasa jengkel akhirnya marah pada Mayang.

"Apa? Lo bilang gue sombong?" kata Raymond menatap Mayang dengan tatapn tajam.

"Eh, asal lo tahu, beberapa kali gue jadi tukang ojek gratisan lo, gue gak ngeluh. Lo minta gue jalan bareng lo, gua ngalah. Nah hanya sekali ini, May. Sekali ini gue mau ada perlu, lo ngambek. Emang gue musti gimana sih?" kata Raymond dengan nada tinggi.

Mayang terdiam menatap Raymond yang begitu marah kepadanya. Air matanya mulai menetes.

"Ya udah, Ray. Terserah lo dah! Mulai sekarang, kita gak usah berteman lagi," kata Mayang sambil beranjak pergi.

Raymond memandangi sejenak Mayang yang berjalan. Namun, ada rasa bersalah kepadanya. Buru-buru Raymond turun dari motornya dan mengejar Mayang yang berjalan sambil menangis. Dia berubah pikiran. Dia pegang tangan Mayang.

"Oke, May. Gue anterin lo pulang," kata Raymond.

Mayang menghentikan langkahnya. Senyumnya mulai muncul walau air matanya masih menetes.

"Ray, tapi gue gak mau ngenganggu acara lo," kata Mayang sambil menyeka air matanya.

Raymond berusaha tersenyum.

"Ya daripada lo nanti di jadikan sabun colek ama anak iseng di taman itu," kata Raymond.

Mayang tersenyum simpul. "Emangnya gue apaan koq di colek-colek."

"Yah, gue hanya khawatir aja, May. Lo kan tahu kalo malam dikit di sini banyak anak punk," kata Raymond.

Mayang berfikir sejenak. "Oke, makasih atas pengertian kamu, Ray."

Karena merasa di perhatikan Raymond, Mayang menggelayut manja di tangan Raymond. Pak Imam yang baru saja pulang melihatnya.

"Eh, Ray. Kalian tuh pasangan serasi deh. Romantis amat," kata Pak Imam menggoda Raymond.

Raymond hanya nyengir. "Ya elah, Bang. Romantis darimane?"

Mayang hanya tersenyum simpul melihat Pak Imam yang menggoda Raymond. Bukannya menyadari, dia justru makin mesra. Pak imam hanya tersenyum melihat kemesraan Mayang pada Raymond.

Tanpa mereka sadari, Shely yang mengemudikan mobilnya di sekitar lokasi itu melihat perilaku Mayang. Dia merasa begitu marah.

"Ih, brengsek tuh cewek. Ganjen amat sih," bathinnya.

Shely berusaha tetap fokus mengemudi. Dia hanya lewat, namun dia ingat betul tempat bimbel Raymond. Dia juga mengingat-ingat Mayang.

"Lihat aja. Gue gak akan tinggal diam ngadepin cewek macam lo," gumamnya dalam hati.

Shely berlalu dari tempat itu. Sementara, Raymond dengan lincah mengendalikan motornya. Dia sedikit ngebut, sehingga Mayang yang begitu ketakutan melingkarkan tangannya kuat-kuat di pinggang Raymond.

"Gue takut, tapi gue justru ada kesempatan buat ngeserepin nih cowok," gumam Mayang dalam hati.

Dia menyandarkan kepalanya di punggung Raymond sambil tersenyum tipis di tengah rasa tegangnya karena Raymond ngebut.

Raymond terus ngebut dan tak lama kemudian, dia telah sampai di rumah Mayang. Namun, karena merasa nyaman, angan-angan Mayang membumbung tinggi. Dia tak sadar jika sudah sampai di depan rumahnya. Ibunya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah genit anaknya.

"May, udah di depan rumah," kata Raymond mengingatkan.

Mayang seperti tak merespon. Dia tetap bersandar di bahu Raymond sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggang Raymond.

"May … udah nyampek," kata Raymond kembali memanggil Mayang.

Dan, ternyata terdengar suara dengkuran Mayang. Raymond terkejut dan tak menyangka jika Mayang tertidur.

"Yah, malah tidur," keluh Raymond.

Raymond mencubit tangan Mayang, dan alhasil Mayang pun terbangun. Dia tersenyum malu sambil menguap.

"Yeee, udah nebeng pake buat pulau lagi di jaket gue," keluh Raymond.

Mayang mengeka bibirnya yang basah. Dia rasakan air liurnya menetes.

"Oh, Maafin gue, Ray. Gue ngantuk banget," kata Mayang sambil buru-buru turun dari motor itu.

Raymond yang setengah jengkel berusaha tersenyum. Dia tersenyum memandangi ibunya Mayang.

"Udah, gue pamitan. Sampein sama nyokap lo, gua langsung cabut soalnya ada urusan mendadak," kata Raymond.

Mayang hanya mengangguk sambil tersenyum simpul. Raymond langsung memacu motornya dan pergi ke basecampnya.

Di sana, dia langsung mempersiapkan diri dan langsung mencoba lagu yang akan di lombakan. Beruntung, kendati hanya bermain adlib, Raymond dapat mengiringi lagu itu dengan baik kendati mereka tak juara. Tepat ketika pukul 19:00 festival berakhir. Di sebuah ruang istirahat, Raymond bercakap-cakap dengan taman bandnya. Mereka tampak puas dengan poermainan mereka.

"Uhft, gue lega akhirnya bisa ngikutin festival band bergengsi ini," kata Raymond pada Romi.

"Iya, gue seneng akhirnya kita bisa di pandang ama Ariel," balas Romy.

Victor dan Yusta terkejut mendengar ucapan Romi. Mereka menatap Romi dengan pandangan seolah tak percaya.

"Rom, serius lo lihat Ariel Noah nonton music kita?" tanya Victor.

"Bukan Ariel Noah, tapi Ariel kakak kelas kita," kata Romi.

"Ya elah, Rom. Heboh amat sih lo," balas Victor.

Raymond melihat kedua temannya di kerjain Romi. Dia tahu jika Victor dan Yusta adalah penggemar berat band Noah.

"Udah, mungkin sekarang Ariel kakak kelas kita yang nonton. Nanti siapa tahu setelah ini Katy Perry atau Lady Gaga yang nonton band kita," kata Raymond menghibur kedua temanya.

Mereka kembali tertawa riang sambil menyeka keringat dan meminum air mineral. Dalam sekejab, rasa dahaga yang mereka rasakan hilang.

"Ahhh … lega banget rasanya," desah Romi sambil menyeka keringatnya.

Tak lama kemudian, Rinda masuk ke ruangan itu. Dandanannya begitu feminin. Teman-temannya yang melihat penampilan Rinda menatapnya dengan rasa kagum. Rinda begitu jauh dari kesan tomboy, namun dilihatnya tangannya masih tampak kekar.

Dia datang menjemput Romi.

"Sayang, sudah waktunya belajar. Yuk, pulang," ajak Rinda dengan nada mesra.

Raymond dan kedua temannya menahan tawa melihat Romi yang tampak terkejut dan ketakutan melihat kedatangan Rinda. Sejenak, dia pandangi teman-temannya.

"Rom, udah. Lo ikuti dia. Kita bentar lagi juga balik, kok," kata Victor pada Romi.

Raymond memberikan isyarat pda Romi untuk mengikuti keinginan Rinda. Dengan terpaksa, dia akhirnya pulang bersama kekasihnya. Sepeninggal Romi, Raymond tertawa ringan. Sambil berjalan ke parkiran motor, mereka bercakp-cakap.

"Ehm … lo lihat gak Rinda tadi?" tanya Raymond.

"Iya, cantik loh dia sebenarnya. Tapi, kalo tahu reputasinya gue mikir seribu kali jika macarin dia," kata Yusta.

"Gue setuju nih dengan Yusta. Tapi, sisi bagusnya tuh, biar Rinda suka tawuran, dia perduli loh sama Romi. Dan lo tahu gak, ibunya Romi justru merestui hubungan Rinda dengan Romi," kata Victor.

Raymond dan Yusta terkejut. mereka menatap Victor seolah tak percaya.

"Beneran?!" tanya Yusta.

"Iya. Mereka sudah tunangan loh. Lo lihat kan tadi cincin di jari manisnya Rinda?" kata Victor.

Mereka terdiam sejenak. Raymond akhirnya ingat dengan jari manis Rinda. Dia melihat ada sebuah cincin emas di jari manisnya.

"Oh, pantes aja. Kirain itu cincin gocengan, Pantesan, koq beda," kata Raymond.

Victor tersenyum mendengar perkataan Raymond. Karena hari makin malam, Raymond dan kedua temannya akhirnya pulang ke rumah masing-masing.