Hari demi hari berlalu. Dua hari telah berlalu. Sejal kejadian malam itu, sikap Shely selalu dingin pada Raymond. Bahkan, ketika dia hendak menyapanya, Shely hanya diam. Pagi itu, dia lihat Shely yang tengah tersandung di gerbang sekolah tampak merintih kesakitan. Raymond segera mendekatinya.
"Shel, lo gak apa-apa?" tanya Raymond.
Shely hanya menatap Raymond dengan tatapan kurang suka. Dia memegangi kakinya yang terkilir. Raymond yang merasa iba mencoba membantunya berdiri.
"Shel, pegang tanganku. Aku bantu kamu," kata Raymond.
"Pergi! Jauhi aku, Raymond," bentak Shely dengan nada marah sambil menepis kasar tangan Raymond.
Raymond terkejut. Dia pandangi Shely dengan wajah keheranan.
"Shel, gue mau bantu lo. Kenapa sih lo koq kayak marahan ama gue? Salah gue apa?" tanya Raymond keheranan.
"Ray, gue gak mau deke tama lo, ataupun bicara sama lo. Sekarang juga, gue minta lo pergi!" bentak Shely.
Teriakan Shely menarik perhatian beberapa temannya. Wenny dan Dinda yang kala itu melihat pertengkaran Shely dan Raymond langsung mendekatinya.
"Shel, lo kenapa?" tanya Wenny.
"Aduh, gue tadi kepleset," keluh Shely yang kakinya kesakitan.
Wenny dan Dinda membantu Shely berdiri. Raymond yang masih terpaku hanya diam melihat Shely yang begitu ketus dan ingin menghindarinya. Dia tersadar ketika Victor dan Yusta tiba-tiba menepuk pundaknya.
"Yaelah, Bhro. Kok tumben-tumbenan lo ngelamun? Bisanya lo kan paling slebor nih diantara kita," kata Yusta.
"Iya, nih, Ray. Lo koq kelihatan kayak habis baper nonton sinet," goda Victor.
"Iiih, enak aja. Emang gue emak-emak yang ngefans ama sinet?" balas Raymond dengan senyum sedikit gugup.
Mereka kembali berjalan bertiga. Dan ketika melewati taman, mereka melihat Romi yang tengah bercengkrama dengan Rinda. Rinda yang begitu garang tampak bucin di depan Romi. Dia begitu manja merangkul Romi.
"Tuh, ada sinet gratisan di depan kite," goda Victor pada Raymond.
"Ih, lo aja yang lihat. Gua mah mending balap liar," balas Raymond dengan ketus.
Yusta tersenyum manis. Dia menepuk lembut pundak Raymond.
"Sudah, Bhro. Nanti suatu saat lo juga bakalan begitu. Toh, Romi dan Rinda sudah bertunangan.
Mereka bertiga terus berjalan menujuke kelasnya. Mereka melewati depan kelas Shely. Shely yang tengah duduk di depan kelasnya berusaha membuang muka ketika raymond dan dua temannya melewati depan kelasnya. Beberapa teman sekelas Shely menggodanya.
"Ciye … sang ratu kok pagi ini ngambek? Padahal pangeran sedang lewat depan kelas," goda Dinda.
"Pangeran Raymond, Koq terus aja. Temui Putri Shely dooong," teriak Wenny yang di sambut tawa beberapa teman Shely.
Wajah Shely memerah. Dia tampak cemberut memandangi teman-temannya.
Tanpa bicara, Shely mencubit tangan Wenny sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kelas. Rupanya, Shely menangis ketika di goda teman-temannya. Dia begitu sakit. Wenny yang mengetahuinyasegera masuk ke kelas dan menenangkan Shely.
"Shel, gue minta maaf atas kelakuan gue," kata Wenny.
"Lo tega buat gue malu, Wen. Gue ini sobat lo. Kenapa sih lo kelewatan gitu?" kata Shely di tengah tangisnya.
"Shel, gue hanya bercanda. Maafin gue. Gue sedih lihat lo begini. Coba ceritain apa masalah lo sampai tahu-tahu loe ngejauh dari dia," kata Wenny.
Di tengah tangisnya, Shely menceritakan kejadian sore itu ketika secara tak sengaja melewati lokasi bimbel tempat Raymond belajar. Dia ceritakan kelakuan Mayang yang membuatnya begitu cemburu dan marah hingga sekarang.
"Itulah, Wen. Gue begitu cemburu melihat kelakuan ganjennya pada Raymond. Gua juga kecewa karena Raymond melayaninya.
Wenny menghela nafasnya. Dia merangkul Shely dengan lembut dan berusaha membesarkan perasaannya,
"Shel. Loe jangan terlalu cepat menilai. Belum tentu itu maunya dia. Kali aja tuh cewek memang ganjen, tapi kan belum tentu dia senang," kata Wenny membesarkan hati Shely.
"Ah, kamu sih gak lihat sendiri, Wen," balas Shely membantah Wenny.
Wenny cukup sabar melihat Shely yang begitu ngotot. Dia kembali tersenyum manis memandangi Shely.
"Udah, Shel. Begini aja. Nanti jam istirahat lo coba dong ngobrol sama dia. Kasihan loh dia. Dua hari ini dia juga sering tanya ke gue dengan sikap lo yang gak dia pahami. Tenang, Shel. Dia belum tentu suka sama tuh cewek," kata Wenny berusaha menenangkan Shely.
Shely terdiam sejenak. Dia berfikir, dan memang ada benarnya ucapan Wenny. Tak terasa, bel berbunyi. Wenny mengajak Shely untuk kembali fokus ketika semua siswa kelas XI-A masuk kelas. Dan, tak lama kemudian kegiatan belajar dan mengajar pun di mulai. Beruntung Shely yang sudah tenang kembali fokus dengan pelajaran sekolahnya.
Siang itu, ketika jam istirahat Raymond menerima pesan di hpnya.
"Shely?" katanya dalam hati.
Raymond membuka pesan itu dan membacanya. Dia membaca pesan Shely dengan ekspresi wajah keheranan.
"Shely mau bicara kepadaku? Apa ya yang mau dia bicarakan?" tanyanya dalam hati.
Dion yang melihat Raymond tampak termenung menyapanya.
"Ciyeee, bhro. Lo koq mirip monyet kena palak?" tanya Dion bercanda.
"Yeh, pake monyet segala. Gue lagi heran deh. Sudah dua hari ini gue lihat Shely ko melengos mulu kalo ketemu gue? Emang, gue salah apa?" tanya Raymond sambil nyengir.
Dion tertawa lepas. Dia pandangi Raymond yang keheranan sambil tertawa.
"Ye loe. Kayak gak tahu aja gimane Shely. Bhro, Shely tuh naksir lo," kata Dion.
"What? Shely naksir gue?" Raymond menatap Dion dengan keheranan.
Dion dan Wahyu yang berada di dekatnya tertawa lepas.
"Ray, lo butuh vaksin deh. Vaksin cinta," kata Wahyu dengan tawa lepas.
Dion menimpali. "Bukan Vaksin Cinta, Bhro. Tapi Nutrisi Cinta. Nih Raymond kebanyakan nonton Rambo kali."
Raymond hanya tertawa mendengar celotehan temannya.
"Yaelah. Emang Nutrisi Cinta itu gimana sih?" tanya Raymond sambil tertawa.
"Yah loe banyakin kopi di depan sinet yang bikin baper. Misal tuh, Suara Hati Mantan," kata Wahyu sambil tersenyum.
"Suara Hati Mantan? Nah gue juga bingung Mantan gue siapa ya?" kata Raymond keheranan.
Wahyu dan Diom tertawa lepas. Ketika itulah, Shely tiba-tiba muncul di depan mereka bertiga. Tanpa bicara dia memegangi tangan Raymond dan menariknya. Raymond keheranan.
"Shel, loe koq main tarik tangan gue?" tanya Raymond keheranan.
Shely memandangi raymond dengan wajah serius.
"Ray, sudah. Ikut aku. Gak usah banyak bicara," kata Shely dengan nada tegas.
Raymond mengalah. Dia ikuti Shely yang berjalan menuju di belakang halaman sekolah. Di sana taka da apapun. Di sebuah gudang tua yang tak terpakai di sekolah itu, Shely akhirnya membuka percakapan.
"Ray, cewek yang lo bonceng semalam cantik ya," kata Shely dengan nada cemburu.
Raymond terkejut. Dia menatap Shely dengan wajah keheranan.
"Uhm, itu temen gue kok. Temen satu kelas di bimbel," kata Raymond.
Shely menatap Raymond dengan senyum sinis. Dia menggelengkan kepalanya.
"Bohong kamu, Raymond. Kalian saling cinta kan?" balas Shely.
"Shel, beneran. Demi Tuhan, gue gak ada perasaan apapun ke dia. Demi Tuhan, Shel. Gue ama dia hanya temenan. Gua aja gak nyaman dengan sikap ganjennya dia," kata Raymond dengan perasaan jijik terhadap kegenitan Mayang.
"Owh, bukannya buat cowok itu harusnya menyenangkan? Ternyata, kamu dan kebanyakan cowok gak ada bedanya. Gue kecewa sama loe, Raymond," kata Shely dengan nada ketus.
Shely langsung beranjak pergi meninggalkan Raymond. Namun, dia berniat melabrak Mayang.
"Shel, tunggu," kata Raymond sambil mengejarnya.
Raymond memegangi tangan Shely, namun ditepskannya dengan kasar. Karena melihat Shely yang begitu marah, Raymond pun mengalah.
"Lihat aja, lo cewek ganjen. Gua akan samperin lo di tempat bimbel nanti," bathinnya.
Sore harinya,, Shely yang berniat melabrak Mayang diam-diam pergi ke tempat bimbel Raymond. Dia sudah tahu jadwal Raymond mengikuti Bimbel. Dan benar saja, dia lihat Mayang yang berjalan santai. Tanpa basa-basi Shely langsung mendekati Mayang.
"Heh, cewek ganjen. Berhenti lo!" bentak Shely.
Mayang keheranan melihat Shely yang tampak marah kepadanya. Dengan santai dia bertanya.
"Eh, apa maksud lo ngalangin jalan gue? Emang lo siape?" tanya Mayang santai.
"Lo gak perlu tahu siape gue. Gua gedek lihat lo yang sok ganjen ngegangguin gebetan gue!" bentak Shely sambil mendorong Mayang.
Mayang yang tak terima balas mendorong Shely.
"Heh! Gue gak tahu apa yang lo maksud. Dan gue gak takut ngedepin lo!" bentak Mayang.
Kedua gadis cantik itu saling menatap tajam. Pertengkaran pun tak terhindarkan. Kedua gadis itu saling menjambak dan menampar. Pak Imam yang melihat pertengkaran itu segera melerainya.
"Eh, sudah ... sudah. Waduh ... kalian ini. Cantik-cantik kok berantem sih?" kata Pak Imam melerai pertengkaran itu.
"Heh, perempuan ganjen. Sini kalo berani," bentak Shely yang berusaha menrangsek.
Mayang yang merasa tertantang tak gentar. Dia hendak merangsek maju. Pak Imam yang kesulitan berusaha keras melerai pertengkaran itu.
Beruntung ada seorang kakak kelas Mayang datang dan membantu melerai pertengkran itu. Kakak kelas Mayang itu memegangi Shely yang terus merangsek.
"Mbak, sudah. Jangan ribut. Gak baik," katanya.
Shely menurut. Dia menatap Mayang dengan tatapan tajam.
"Dasar ganjen, lo!" ejek Shely pada Mayang
Mayang terus merangsek. Dia tak terima dihina Shely. Pak Imam yang kelelahan akhirnya tak berhasil menghalau Mayang Mayang mendekati Shely dan hendak menghajarnya.
"Mayang, sudah. Hentikan," kata Kakak kelasnya mencegah Mayang
"Kak Wiwin, dia tuh yang ngejarak gue," kata Mayang dengan emosi.
"Lo yang ganjen!" balas Shely tak mau kalah.
"Sudah ... sudah. Kalian berdua tolong jangan ribut. Ini tempat bimbel, bukan arena tinju," kata Pak Imam dengan nada tinggi.
Wiwin segera mengajak Mayang masuk. Pak Imam mendekati Shely.
"Mbak, tolong ya. jangan ribut di sini. Sebaiknya, permasalahan dengan Mayang mbak selesaikan baik-baik," kata Pak Imam.
Shely hanya mengangguk. Dia kembali berfikir . Shely pun berinisiatif menyelidiki tentang Mayang. Dari keterangan Pak Imam itulah Shely akhirnya tahu siapa Mayang dan sekolah di mana.
"Ya sudah, Pak. Saya permisi dulu," kata Shely berpamitan.
Sepeninggal Shely, Pak Imam bernafas lega. Dia kembali masuk ke ruangan bimbel untuk bersiap mengajar.