Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 9 - Ibu Guru yang Cantik

Chapter 9 - Ibu Guru yang Cantik

Di kelasnya, Raymond tampak begitu panas dingin ketika Guru Matematikanya masuk kelas. Dia memang begitu takut dengan matematika. Dan, kali ini yang lebih membuatnya mual adalah guru matematikanya yang terkenal suka memberi PR cukup banyak.

"Yah, nasib. Kok malah Bu Silvi?" keluhnya dalam hati.

Raymond tampak lesu, sementara para siswa bersorak kegirangan. Rupanya paras cantik Bu Silvi membuat para siswa bergairah. Dion yang duduk di sebelahya memandanginya. Sebelum memulai pelajaran, Bu Silvi memperkanalkan dirinya.

"Selamat siang. Saya Bu Silvi yang akan mengajari kalian matematika. Sebelum memulai, saya akan mengabsen kalian terlebih dahulu," katanya dengan senyum manis.

Para siswa sejenak begitu ramai, hingga Bu Silvi memanggil nama mereka satu per satu.

"Bhro, koq loe lesu bener?" tanya Dion.

"Yah, nih guru terkenal dengan tugasnya yang banyak bhro. Mana gue lemah di matematika lagi," bisiknya.

"Raymond," panggil Bu Silvi.

Seisi kelas mendadak hening. Raymond yang tengah mengobrol dengan Dion tak menyadarinya.

"Raymond," panggil Bu Silvi sekali lagi.

Raymond yang terkejut dengan suara Bu Silvi langsung tersadar. Dia langsung mengacungkan jarinya. Guru itu hanya tersenyum manis. Setelah mengabsen semua siswa, dia letakkan daftar absen itu di meja.

"Oke, murid-murid. Sekarang kalian keluarkan buku paket matematika, dan buka bab I. Pelajaran langsung kita mulai," kata Bu Silvi membuka proses belajar mengajar.

Dengan ekspresi lemas, Raymond akhirnya mengeluarkan buku matematikanya. Dan, pelajaran pun di mulai. Sebagai guru muda yang cantik, Silvi memang terkenal sebagai primadona di kalangan guru.

Dengan sabar, dia menerangkan pelajaran matematika, namun Raymond yang memang tidak suka matematika tidak begitu memperhatikan. Dia asyik membuka buku music sambil menghafal chord gitar.

Setelah lama menjelaskan pelajaran itu, Bu Silvi yang merasa tidak di perhatikan Raymond langsung mendekat ke tempat Raymond duduk. Dion yang melihat perbuatan Raymond langsung menepuk tangannya.

"Bhro, Bu Silvi kemari. Sembunyikan itu," bisik Dion.

Raymond terkejut, Buru-buru dia sembunyikan buku music itu. Dan akhirnya, Bu Silvi tepat ada di depannya. Dengan senyum manis, dia langsung memegangi tangan Raymond.

"Nah, Raymond. Silahkan kerjakan soal di depan," katanya dengan nada lembut.

DEG! Raymond membelalakkan matanya. Dia sejenak memandangi Dion. Bu Silvi hanya tersenyum melihat Raymond yang kebingungan.

"Raymond, koq malah mandangi Dion? Ayo maju," kata Bu Silvi dengan senyum manisnya.

"Ta—Tapi, Bu … ," kata Raymond gugup.

"Tapi kenapa Raymond? Tadi kan ibu sudah menerangkan. Lalu, kenapa?" tanya Bu Silvi.

Raymond terdiam. Bu Silvi tersenyum memandanginya. Tanpa bicara, dia langsung menarik tangan Raymond ke depan.

"Ayo, Raymond. Kerjakan soal di depan," kata Bu Silvi dengan nada lembut namun tegas.

Raymond hanya terdiam. Dia akhirnya mengambil kapur dan mulai menulis di papan tulis. Dia yang tak mengerti hanya diam.

"Waduh! Soal begini ... mana bisa gue?" bathinnya.

Raymond hanya diam di depan papan tulis. Setelah menunggu beberapa menit, papan itu tetap kosong. Bu Silvi yang kehabisan kesabaran mengambil penggaris kayu dan memukul papan tulis itu dengan keras.

"Brak!" suara itu memecah kesunyian di kelas. Raymond terkejut mendengar suara yang keras itu. Dia pandangi Bu Silvi yang menatapnya dengan wajah marah.

"Raymond! Apa yang kamu lakukan tadi?!" bentaknya di depan kelas.

Raymond hanya diam. Dia tak menjawab pertanyaan gurunya. Bu Silvi hanya menggelengkan kepalanya.

"Kamu silahkan keluar kelas, Raymond! Cepat!" bentaknya sambil kembali memukul penggaris kayu itu di meja.

Raymond yang terkejut segera keluar kelas. Setelah Raymond keluar kelas, pelajaran pun kembali di lanjutkan. Raymond duduk di depan kelasnya. Ketika itulah, dia bertemu dengan Shely yang baru saja ke perpustakaan.

"Raymond. Lo koq duduk di sini?" tanya Shely.

"Gue dihukum, Shel," kata Raymond.

"Loh, emang kenapa?" Shely kembali bertanya.

Raymond terdiam. Dia tak menjawab pertanyaan Shely. Karena iba, Shely duduk di sebelah Raymond. Dia sentuh lembut pundaknya.

"Ray, kalo lo kesulitan pelajaran, kenapa gak cari gue? Gue bakalan bantu lo sebisa gue," kata Shely memberi semangat.

Raymond memandangi Shely. Wajahnya tampak lesu.

"Shely, gue lemah di matematika. Lo kan tahu, nilai matematika gue di kelas X gimane?" kata Raymond.

"Ray, lo gak boleh nyerah. Lo musti belajar. Ayolah, Ray. Jangan nyerah," kata Shely memberi semangat.

Raymond terdiam. Dalam hati, sebenarnya dia ingin berusaha, namun ketakutannya belum bisa dia kalahkan. Sejenak, mereka berdua saling diam.

"Shely, ayo kita buruan ke kelas. Kita yang cari bahan, kok lo malah ngedate di sini," ucap Rini, teman sekelasnya.

"Oh, Ma—Maaf. Gue sudah dapet kok. Yuk buruan ke kelas," balas Shely.

Shely menyentuh lembut pundak Raymond sambil berpamitan.

"Ray, gue ke kelas dulu ya. Ingat, lo gak boleh nyerah," kata Shely memberi semangat pada Raymond.

"Thanks, Shel. Gua akan berusaha," balas Raymond dengan senyum manis.

Shely dan Rini segera berlalu menuju ke kelasnya. Raymond kembali duduk termenung. Ruang kelasnya kembali hening. Tiba-tiba Bu Silvi keluar dan duduk di sebelah Raymond.

"Raymond, Ibu mau tanya sama kamu," kata Bu Silvi sambil memandangi Raymond.

"I—Iya, Bu." Raymond begitu gugup.

"Ibu tahu, kamu tadi tidak memperhatikan pelajaran. Kenapa sih kamu?" tanya Bu Silvi.

Raymond terdiam. Dia hanya menundukkan wajahnya.

"Raymond, sekarang ikut ibu ke kantin. Ayo," ajak Bu Silvi.

Raymond terkejut memandangi Bu Silvi.

"Maaf, Bu. Ke kantin?" tanyanya keheranan.

"Iya. Yuk, ke kantin," ajaknya sambil memegang tangan Raymond.

Deg! Perasaan Raymond begitu campur aduk. Dilihatnya Bu Silvi yang berparas cantik. Dengan perasan capur aduk, dia ikuti keinginan gurunya. Setibanya di kantin, Bu Silvi memberikan dua soal pada Raymond.

"Nah, Coba kamu lihat soal ini," kata Bu Silvi.

Raymond memandanginya. Dia hanya menggelengkan kepalanya.

"Maaf, Bu, Saya tak mengerti," kata Raymond.

Bu Silvi akhirnya menjelaskan cara mengerjakan soal itu. Anehnya, di sana Raymond mulai mengerti. Dengan telaten, dia jelaskan pelajaran itu. Setelah menjelaskan dengan memberi contoh, Bu Silvi kembali menyuruh Raymond mengerjakan satu soal tersisa.

"Nah, Raymond. Sekarang coba kerjakan satu soal ini. Nanti kalau bisa, ibu belikan bakso," kata Bu Silvi dengan senyum manis.

Raymond mencoba mengerjakan soal itu. Berbekal penjelasan gurunya tadi, dia mencoba mengerjakannya. Setelah selesai, dia serahkan kertas itu pada Bu Silvi. Bu Silvi membacanya. Tampak senyum kepuasannya.

"Bagus, Raymond. Kamu pasti bisa kalau kamu mau usaha," kata Bu Silvi.

Raymond tersenyum senang. Dalam hati, dia begitu kegirangan karena mendapat semangkuk bakso gratis. Bu Silvi menepati janjinya. Dia belikan Raymond semangkuk bakso. Setelah pesanan datang, Bu Silvi langsung membayarnya.

"Udah, ayo di makan," kata Bu Silvi.

Raymond yang kelaparan memakan bakso itu dengan lahap. Dia begitu senang karena bisa menghemat uang jajannya. Dan, setelah bakso itu habis, Bu Silvi kembali mengajaknya ke kelas.

Sesampainya di dalam kelas, Dion yang duduk di sebelah Raymond keheranan melihat Raymond yang tersenyum.

"Loh, Ray. Lo kok senyum-senyum?" tanya Dion.

"GImana gak senyum. Gue di traktir bakso ama Bu Silvi," bisiknya.

Dion keheranan. Dia membelalakkan matanya.

"Enak bener, Bhro. Gue disini kesulitan ngerjain soal, lo malah dapat traktiran bakso," katanya sambil nyengir.

"Psst, udah. Dengerin tuh penjelasan Bu guru," kata Raymond pada Dion.

Pelajaran pun berlanjut. Raymond mulai memperhatikan materi yang di sampaikan Bu Silvi. Tak terasa jam pulang sekolah berbunyi.

"Anak-anak, sebelum pulang, jangan lupa kalian kerjakan soal halaman 10-13. besok lusa tugas harus di kumpulkan," kata Bu Silvi.

"Yaaaaaaa!!" terdengar riuh suara siswa memprotes tugas itu. Namun, Bu Silvi tetap tak perduli. Ketua kelas memimpin do'a sebagai penutup proses belajar mengajar hari itu sebelum akhirnya kelas bubar. Para siswa berhamburan keluar kelas.

Sepulangnya dari sekolah, Raymond yang ada jadwal bimbingan belajar langsung pergi ke parkiran dan memacu motornya ke bimbel tersebut. Dilihatnya, jam menunjukkan pukul 14:00.

"Uhm, masih dua jam lagi bimbel dimulai. Gue ngantuk banget nih," katanya sambil menguap.

Dia masuk ke ruang bimbelnya yang masih sepi, dan membaringkan tubuhnya diantara kursi-kursi itu. Karena mengantuk, Raymond pun akhirnya terlelap.

Tak terasa, dua jam pun berlalu. Beberapa peserta bimbel yang masuk ke kelas itu terkejut melihat Raymond yang tengah tidur di bangku belakang. Guru bimbel pun masuk.

"Selamat sore. Perkenalkan, nama saya Imam, instruktur bimbel untuk kelas C," kata instruktur bimbel itu dengan senyum ramah.

Dia mengambil absensi, dan mengabsen peserta bimbel satu per satu. Semuanya menjawab panggilan Imam, namun ketika dia memanggil Raymond, tak ada jawaban.

"Raymond … ," kata Imam dengan suara tegas.

Beberapa peserta bimbel tersenyum mendengar suara dengkuran Raymond. Instruktur bimbel itu curiga. Dia berjalan ke belakang, dan dia begitu terkejut melihat Raymond yang tengah tertidur.

"Mas, bangun. Bimbel sudah di mulai," kata Pak Imam sambil menepuk lengan Raymond.

Raymond yang merasa badannya di guncang perlahan membuka matanya. Dilihatnya instruktur bimbel tengah membangunkannya.

"Aaah! Bimbel sudah di mulai?" katanya dengan nada terkejut.

Instruktur itu tersenyum pada Raymond. Raymond memandangi semua peserta bimbel yang hadir.

"Loh, jadi gue cowok sendiri?" katanya dengan keheranan.

"Uhm, Iya. Sudah, sana cuci muka dulu. Kamu Raymond kan?" tanya Pak Imam.

"Iya, Pak. Sebentar, saya mau cuci muka," kata Raymond buru-buru berlari ke toilet.

Sepeninggal Raymond, semua peserta bimbel tertawa. Diantara semua peserta bimbel itu, ada satu yang tampak mengamati Raymond. Dia adalah Mayang. Dalam hati, Mayang yang merasa penasaran berniat untuk berkenalan dengan Raymond.

Tak lama kemudian, Raymond kembali masuk kelas, Pelajaran pun di mulai. Raymond tampak memperhatikan pelajaran itu, walau akhirnya dia tetap tak mengerti. Ketika mengerjakan soal latihan, dia ternyata tetap tak mengerti. Dia tampak kebingungan.

"Waduh! Soal macam apa nih? Koq gue gagal faham?" katanya dalam hati.

Gadis di sebelahnya memandangi Raymond dengan keheranan. Dia tersenyum kepadanya.

"Psst! Kamu kenapa?" bisiknya pada Raymond.

Raymond memandanginya seolah tak percaya. Dia mengernyitkan dahinya. Gadis itu hanya tersenyum.

"Maaf. Lo ngajak gue ngobrol?" bisik Raymond.

"Iya. Koq dari tadi lo mainan bullpen mulu? Kenapa?" bisiknya.

"Gua kagak ngertj," balas Raymond.

Gadis itu mendekat. Dia lihat soal itu.

"Eh, ini begini caranya," katanya sambil melirik ke sekitar.

Dilihatnya tak ada instruktur bimbel. Gadis itu dengan cepat mengerjakannya. Dan setelah selesai, dia kembalikan buku itu pada Raymond.

"Gue Rita, Anak SMA 53. Loe?" kata Rita.

"Gue Raymond, Anak SMA Remaja Bangsa," balas Raymond.

Rita sempat terbelalak sejenak, namun dia kembali tersenyum manis.

"Raymond, senang kenal sama loe," bisiknya sambil tersenyum.

Raymond tampak minder dengan gadis sebelahnya. Dan, sesi pertama pun berakhir, Raymond keluar dari kelasnya dan berniat mencari makan malam. Ketika berjalan sendiri, Rita menghampirinya.

"Raymond, kita makan bareng yuk," ajak Rita.

Raymond sejenak terkejut, namun akhirnya dia menyetujui ajakan Rita. Mereka pergi ke sebuah warteg di sebelah bimbel itu dan langsung memesan makanan. Sambil memesan makanan, Raymond yang masih merasa minder merasa penasaran dengan Rita.

"Rita, SMA loe sepertinya bagus. Lo apa gak malu berteman dengan gue? Lo kan tahu SMA gue gimana reputasinya," kata Raymond.

"Mon, Gue gak mandang SMA Lo. Gue mandang lo itu siswa yang luar biasa. Lo begitu semangat belajar walau akhirnya tetap gak ngerti," kata Rita.

Raymond keheranan. "Maksud lo?"

Rita tersenyum manis. Dia menepuk lembut pundak Raymond.

"Lo tadi yang tidur di kelas kan? Hebat. Itu tandanya lo niat bener belajar," katanya.

Raymond hanya nyengir mendengar jawaban Rita. Pesanan mereka pun tiba. Sambil menikmati hidangan, mereka terlibat dalam sebuah percakapan ringan. Sesekali Rita tertawa mendengar cerita konyol Raymond.