Setelah beberapa lama, sampailah Raymond di tempat bimbelnya. Pak Imam yang sudah hafal kebiasaan Raymond menyapanya dengan senyum ramah.
"Eh, Ray. Gimana dengan pelajaran sekolahmu?" tanya Pak Imam.
"Yah gitu deh, Pak. Tetap aja nilaiku standar. Apalagi kena kimia. Gak lebih dari level kritis," kata Raymond.
Pak Imam keheranan. Dia mengernyitkan dahi.
"Maksudnya level kritis itu gimana?" tanya Pak Imam.
"Ya gak lebih dari nilai D," kata Raymond.
Pak Imam menepuk pundak Raymond. "Sabar, Ray. Kemampuan orang itu gak sama. Yang penting jangan sampai E. Lalu, bagaimana pelajaran yang lain?"
"Yah, kalo matematika sih sudah mendingan. Paling gak bisa di zona Aman satu," kata Raymond.
Pak Imam manggut-manggut mendengar perkataan Raymond.
"Syukurlah ada peningkatan di matematika," kata Pak Imam.
Raymond tersenyum. "Pak, saya mau ke kelas dulu ya. Ada tugas negara."
Pak Imam tertawa ringan mendengar perkataan konyol Raymond.
"Tugas negara maksudnya sebagai menteri irigasi dan pengairan ya?" kata Pak Imam menggoda.
"Bukan, Pak. Tapi menteri luar kesadaran alias menteri dalam negeri mimpi," balas Raymond sambil tertawa.
Pak Imam tertawa lepas. Dia biarkan Raymond langsung masuk ke sebuah ruangan dan tidur terlelap di dalamnya. Dia kembali ke meja kerjanya. Sekitar tiga puluh menit kemudian, Mayang datang dan langsung masuk ke ruangan Pak Imam.
"Pak Imam, lagi luang kah?" tanya Mayang.
"Iya, Mayang. Ada yang bisa di bantu?" tanya Pak Imam.
Mayang mengeluarkan buku tulisnya. Ternyata ada tugas kimia yang dia tak mengerti. Dia tunjukkan tugas sekolahnya.
"Ini, Pak. Tugasnya koq pake kata pentil segala. Macam kerja di tambal ban aja," keluh Mayang.
Pak Imam yang mengerti dengan tugas itu akhirnya menjelaskan maksud dari tugas itu. Dengan telaten, dia membimbing Mayang mengerjakan tugas itu sambil menjelaskan maksud dari soal itu.
"Nah, Mayang. Jadi pentil yang di maksud disini bukan pentil yang ada di ban sepeda. Pentil itu maksudnya unsur ini jika di gabung dengan ini jadinya begini," kata Pak Imam memberikan penjelasan.
Mayang mendengarkan secara seksama penjelasan instruktur bimbelnya itu. Setelah beberapa lama, tugasnya pun selesai.
"Pak Imam, terima kasih loh atas bantuanya. Saya ngerasa kurang nutrisi nih di kimia," kata Mayang.
"Mayang, kamu itu mampu. Memang, kemampuanmu bukan di kimia, tapi saya lihat kamu hebat di fisika dan biologi. Kalau bapak sarankan, mendingan nanti lulus SMA kamu ambil fakultas kedokteran. Nanti, kalo aku sakit dan kamu dokternya, siapa tahu ada diskon khusus buat aku," goda Pak Imam.
"Yeee, ngedoain kok ujung-ujungnya ngarepin diskon?" kata Mayang dengan wajah manyun.
"Ya apa salahnya, Mayang. Kan saya doakan supaya sukses. Nah siapa tahu kamu beneran jadi Dokter," kata Pak Imam.
"Iya, Pak. Di doain sukses, tapi koq di todong pake diskon segala, kayak Departemen store aja," balas Mayang.
Pak Imam tertawa lepas. "Maaf, Mayang. Perihal diskon, saya hanya bercanda. Lagian mana ada dokter promo pake potongan harga."
Mayang akhirnya tertawa lepas. Setelah agak lama di sana, Mayang lembali teringat akan Raymond.
"Eh, Pak Imam. Raymond udah datang ya? Kemana dia?" tanya Mayang.
"Yah, seperti biasa. Tugas negara kata dia," jawab Pak Imam.
"Tugas bikin pulau buatan ya?" balas Mayang sambil tertawa.
Pak Imam dan Mayang tertawa lepas. Setelah beberapa lama, Mayang dan Pak Imam kembali berdisuksi seputar pelajaran di sekolah. Tanpa terasa, waktu dimulai bimbel pun kian dekat. Beberapa teman satu kelasnya mulai berdatangan.
Namun, ada satu teman sekelasnya yang membuat Mayang cemburu. Dia adalah Rita, sahabat dekat dari Raymond. Seperti biasanya, gadis ini selalu memutar bukunya di jari tengah sambil berjalan santai. Penampilannya pun tampak tomboy dan santai.
Tanpa perasaan canggung, dia masuk ke dalam kelas dan membangunkan Raymond.
"Ray, bangun. Les mau dimulai loh," kata Rita sambil menggoyangkan tubuh Raymond.
Raymond perlahan membuka matanya. Sambil masih berbaring, dia amati jam tangannya. Dia tutupi mulutnya yang menguap.
"Hoaaahm. Lega juga setelah tidur," kata Raymond yang mulai duduk.
"Ray, gua ada sesuatu buat lo." Rita mengambil sebuah buku dari dalam tasnya.
Dia berikan buku kecil itu pada Raymond. Sejenak, Raymond mengernyitkan dahinya. Dia heran melihat Rita memberikan buku kecil itu.
"Rita, ini apaan?" tanya Raymond sambil membuka buku itu.
Raymond tak mengerti isi buku itu. Rita tersenyum menanggapi ekspresi Raymond yang kebingungan.
"Oh, itu kumpulan rumus matematika buat ujian tengah semester nanti, Ray. Mumpung masih dua minggu, alangkah baikmya kamu coba tuh rumus," kata Rita.
Raymond mengamati buku kecil itu. Dia begitu senang dengan keperdulian Rita kepadanya.
"Wow, aku akan coba, Rita. Terima kasih. Kamu temanku yang oke banget," kata Raymond dengan senyum ramah.
Rita tersenyum manis. "Sama-sama, Ray. Semoga sukses ujiannya, ya."
Rita kembali mengeluarkan buku bimbelnya. Tampak semua teman sekelas Raymond datang.
Mayang yang baru masuk langsung duduk di sebelahnya dan menatap Rita dengan wajah manyun. Dia tampak cemburu melihat Rita yang duduk di sebelah Raymond.
"Ray, loe ada hubungan apa dengan dia?" bisik Mayang sambil menatap tajam Rita.
"Loh, koq tanyanya gitu? Gua ama dia temanan," bisik Raymond.
Mayang memasang wajah manyun. "Temen apa temen, Ray?"
Raymond menatap wajah Mayang dengan ekspresi keheranan. Dia tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
"Bener, Mayang. Gua ama Rita temenan. Suer!" bisik Raymond.
Dengan wajah manyun, Mayang menatap tajam Raymond. Dia diam sejenak sambil mengamati kesungguhan di wajah Raymond. Agak lama dia menatap Raymond.
"Oke, gue percaya," bisik Mayang.
Tak lama kemudian, Pak Imam masuk ke ruangan itu, dan memulai proses kegiatan belajar mengajar. Dengan sabar, Pak Imam memberikan materi Biologi. Poin demi poin dia jelaskan secara rinci. Namun, Raymond rupanya tengah kehilangan konsentrasi ketika hpnya terus bergetar.Dia merasa terganggu.
"Duuh! Ini hp kenapa getar mulu sih?" bathinnya.
Raymond tengah berusaha keras untuk mendengarkan. Dan, tepat ketika jam istirahat, dia buru-buru buka hpnya. Raymond begitu terkejut ketika dilihatnya ada jadwal manggung.
"Yah, sial. Gue lupa latihan lagi," bathinnya.
Raymond akhirnya buru-buru membalas pesan dari teman bandnya. Dia tetap menyanggupi jadwal manggung itu, namun, dia meminta data lagu yang akan di kerjakan. Mereka pun mengirimkan sebuah file mp3 melalui Whatss App berikut nada dasar yang akan di gunakan.
"Uhm, oke. Aku akan belajar," balasnya melalui Whats App.
Raymond segera mencari gitas yang biasa dia mainkan, namun celakanya gita itu tak dia temukan.
"Loh, gitar yang biasanya kemana nih? Koq kagak ada?' bathinnya.
Ketika melamun, tiba-tiba tangannya di Tarik Mayang.
"Ray temenin aku makan dong. Mau ya," pinta Mayang.
"Eh, koq harus aku? Kan masih banyak teman yang lain. Kenapa harus aku?" tanya Raymond keheranan.
"Udah, jangan banyak tanya. Yuk," ajak Mayang sambil menarik tangan Raymond.
"Mayang … Please …." Raymond memohon, namun ternyata tak digubris Mayang.
Mayang terus menggandeng mesra Raymond melewati peserta bimbel yang tengah bergerombol di depan. Sontak perilaku Mayang menjadi pusat perhatian. Raymond yang begitu canggung tampak kebingungan.
"May, please. Udah hentikan. Gue malu diliatin anak-anak. Gue sejujurnya belum pernah keluar dengan cewek," kata Raymond dengan nada malu.
Mayang menghentikan langkahnya. Dia pandangi Raymond dengan senyum manis.
"Owh, Iya. Gue lupa. Tapi anehnya, kok waktu lo sama Rita ko gak canggung?" tanya Mayang dengan wajah cemburu.
"Ya, kalo waktu sama Mayang kita gak sampai begini. Nah lo, enak aja ngegandeng tangan gue kayak ngegandeng adek kecil," kata Raymond.
"Ray, gue udah duga lo polos. Makanya gua pingin kasih lo nutrisi cinta," balas Mayang.
Raymond mengernyitkan dahinya. Dia tersenyum simpul di tengah ekspresi malunya.
"Nutrisi Cinta? Kok kayak gue kurang gizi aja?" balas Raymond.
"Iya, Ganteng, Lo lagi kurang nutrisi cinta. Nah, gue kasih loe vitamin supaya lo bisa ngerti gimana kalo cewek kasih sinyal kepada lo," kata Mayang.
"Widiw, kayak tower hp aja pake sinyal segala," balas Raymond tertawa ringan.
Mayang yang melihat Raymond begitu lugu mulai kehabisan kesabaran. Dia kembali menggandeng mesra Raymond dan berjalan menuju ke sebuah warung.
Dia mengajaknya makan sambil bersikap sedikit genit untuk merayu Raymond. Namun, Raymond tampak mengalami tekanan bathin ketika dia menjadi pusat perhatian pengunjung warung.
"Waduh, ini cewek apa over dosis ya? Koq lama-lama gue ngeri ama nih orang. Kayaknya nih anak musti di beri obat Bucinu Tropicana Jablay. Tapi, gue cari di mana neh?" tanyanya dalam hati.
Mayang yang melihat Raymond canggung tidak menghentikan kegenitannya.
Melihat Raymond yang berkeringat dingin, Mayang justru menyandarkan kepalanya di bahu Raymond. Sontak wajahnya makin memerah dan makin basah dengan keringat dingin.