Setelah beberapa lama di warung, Rita melihat jam tangannya. Rupanya jam istirahat akan berakhir.
"Ray, kita kebali ke kelas, yuk. Sebentar lagi pelajaran matematika," ajak Rita.
Raymond tersenyum manis. "Oke, yuk."
Mereka berdua membayar makanan di warung itu dan segera kembali ke tempat bimbingan belajar. Raymond yang masih merasa mengantuk langsung menuju ke toilet dan mencuci mukanya. Sejenak, dia duduk di sebuah bangku sambil menunggu instruktur bimbel. Dilihatnya ada sebuah gitar menganggur.
"Wow, ada gitar nih," katanya dalam hati.
Raymond mengambilnya. Dia mencoba memainkannya, namun nadanya sumbang. Dia setel gitar itu hingga benar, lalu memainkannya. Dia memainkan music klasik Antonio Vivaldi dengan gitar itu. Rupanya, alunan nada petikan gitar Raymond menarik perhatian Mayang dan Pak Imam yang kala itu hendak masuk ke kelas.
"Pak, tuh cowok cool banget. Pinter banget main gitanya," kata Mayang pada Pak Imam.
"Iya, keren tuh mainnya," balas Pak Imam.
Raymond sedang asyik bermain gitar. Dia begitu menghayatinya. Di tengah keasyikan bermain gitarnya, Mayang mencolek pundak Raymond.
"Teong …," Raymond yang terkejut langsung menghentikan permainannya. Dia terkejut melihat Pak Imam tengah menunggunya.
"Oh, Uhm … Ma—Maaf, Pak. Sudah tradisi pegang gitar. Jadi tiap lihat gitar, tangan gue gatel," kata Raymond dengan nada gugup.
Mayang yang tertarik dengan kepolosan Raymond menegerlingkan matanya dengan genit. Dia mencoba merayu Raymond.
"Iih, koq cuman gitar yang di pegang. Aku juga mau dong kamu pegang," kata Mayang dengan nada genit.
Raymond yang begitu gugup membelalakkan matanya. Dia memandangi Mayang dengan tatapan tak percaya.
"Waduh, kok jadi gini ya?" bathinnya.
Keringat dinginnya mulai muncul. Dia merasa grogi dengan kegenitan Mayang.
"Uhm … oke, Pak. saya masuk kelas dulu," kata Raymond yang wajahnya memerah.
Dia langsung masuk ke kelas dengan perasaan berdebar-debar.
"Duh, cewek itu kok segitunya sih sama gue? Apa gue yang keganjenan atau tuh cewek kebanyakan obat cacing ya?" bathinnya dengan perasaan gak keruan
Mayang dan Pak Imam akhirnya masuk ke kelas. Proses belajar dan mengajar pun di mulai. Raymond berusaha fokus dengan pelajaran matematika.
"Duuh, caranya kok beda ya dengan di sekolah? Gua jadi bingung," kata Raymond dalam hati.
Setelah beberapa lama penjelasan, Pak Imam membuka sesi tanya jawab. Raymond yang merasa tak mengerti bertanya pada Pak Imam.
"Pak, penyelesaian penghitungan trigonometrinya kok berbeda dengan yang saya tahu?" tanya Raymond.
Pak Imam tersenyum manis. "Baiklah, Raymond. Pertanyaan bagus. Silahkan kamu tuliskan contoh penyelesaian penghitungan itu."
Raymond pun maju, Dia membuka buku catatan matematikanya, dan menuliskan satu contoh. Setelah selesai, Pak Imam akhirnya menjelaskan mengapa caranya berbeda.
"Matematika ini terkadang memiliki berbagai cara penyelesaian. Kedua cara ini benar, namun tergantung bagaimana anda menyelesaikannya. Bisa pakai cara saya atau cara ini, tergantung mana yang cocok. Yang penting, hasil akhirnya sama dan benar," jawab pak Imam.
Raymond menggut-manggut. Namun, sayangnya dia tetap tak mengerti. Beberapa peserta bimbel pun melayangkan pertanyaan. Dengan telaten, pak Imam menjelaskannya hingga mereka mengerti. Tepat pukul 18:00, kelas pun bubar. Peserta bimbel langsung berhamburan keluar.
"Ray, sampai ketemu esok lusa. Aku senang kenal sama kamu," sapa Rita sambil memutar buku yang dia bawa dengan jari tengahnya.
"Oh, Iya, Rita. Nanti, kalo ada tugas yang aku gak bisa ajarin ya," kata raymond.
"Beres," balasnya singkat sambil tersenyum.
Rita mendatangi ayahnya yang telah menunggunya di depan gerbang bimbel. Rita sempat melambaikan tangannya ketika mobil yang dia tumpangi mulai berjalan.
Sementara itu, Mayang tampak kebingungan. Motornya mogok, sehingga dia harus naik angkot. Agak lama dia menunggu angkot, namun tak ada satupun angkot yang lewat.
"Yah, udah malam gini, kok gak ada angkot?" keluhnya dalam hati.
Mayang tampak kebingungan untuk pulang. di tengah kebingungan, dia melihat Raymond yang tengah mengeluarkan motornya dari areal parkir,
Melihat Raymond bawa motor, Mayang bermaksud numpang. Dia berlari mendekati Raymond yang akan menyalakan motornya. Dengan lebut, Mayang memegangi lengannya. Raymond yang terkejut mengurungkan niatnya. Dia menoleh ke belakang.
"Lo?" kata Raymond dengan nada kaget.
"Anterin gue pulang, ya. Please …." Mayang merajuk manja.
Mayang tersenyum manis. Dengan kemampuan merayunya, dia manfaatkan untuk numpang pada Raymond. Tingkahnya begitu genit. Dia memegang lembut tangan Raymond.
'Eh, tolong dong jangan pegang-pegang. Aku rish," kata Raymond merasa malu ketika beberapa pasang mata memandanginya.
Mayang tak menyerah. Dia kembali merajuk manja. Dia pegang pundak raymond dengan lembut sambil merajuk manja.
"Hai ganteng, gue nebeng pulang ya, please …," pinta Mayang dengan nada manja.
Raymond terdiam. Perasannya begitu gugup, terlebih kini makin banyak yang memperhatikannya. Wajahnya memerah, dan keringat dingin bercucuran.
"Yah, nih cewek kok bucin amat?" bathinnya.
Raymond yang begitu gugup terdiam. Dia hanya membelalakkan matanya melihat kegenitan Mayang.
"Waduh, Mbak. Maaf, aku buru-buru pulang," kata Raymond hendak menyalakan motornya.
Mayang yang merasa kecewa memasang wajah jutek. Dia memonyokna bibirnya dengan genit.
"Yee, ganteng-ganteng kok pelit amat sih. Lo gak kasihan ama gue? Kalo gue di apa-apain cowok, gue bakalan nuntut loe," balas Mayang dengan nada genit sambil mencubit mesra lengan Raymond.
Raymond begitu terkejut. Dia pandangi Mayang dengan wajah heran.
"Mbak, mbaknya kebanyakan minum obat nyamuk?" sindir Raymond.
Mendengar ucapan Raymond, Mayang membelalakkan matanya. Dia pasang muka genit sambil memonyongkan bibirnya.
"Yeee … enak aja. Lo kali yang butuh cinta," balas Mayang sambil berdiri di depan motor Raymond.
Raymond keheranan. Dia menggelengkan kepalanya. Karena malas meladeni Mayang, dia nyalakan motornya. "Bruuum" terdengar suara motornya menyala. Raymond menekan tuas Kopling dan memasukkan ke gigi satu. Dia siap menjalankan motornya, namun dihalangi Mayang yang berdiri di depannya.
"Udah, gue mau cabut. Please, jangan di depan motor gue atau gue tabrak," kata Raymond mulai kehabisan kesabaran.
Dia geber gas motornya. Mayang tak bergeming. Dia pasang wajah sedih supaya Raymond iba.Mayang pun pura-pura menangis.
"Huhuhu … kenapa sih hidup gue selalu sial? Padahal gue cuman mau numpang kok ribet amat … huhuuh." Mayang pura-pura menangis, namun air matanya menetes sungguhan.
Perlahan, perasaan Raymond berkecamuk. Dia merasa bimbang antara menolong Mayang dan perasaan jijiknya dengan sikap genit gadis itu.
"Waduh, dia nangis beneran. Gimana nih?"
Sejenak, dia terdiam. Namun, melihat hari yang semakin malam, Raymond merasa iba. Dengan terpaksa dia akhirnya mau mengantarkan Mayang.
"Oke .. oke. Daripada lo nangis bombay ala artis india, udah. Gue ngalah. Gue anterin lo pulang," kata Raymond yang akhirnya mengalah.
Mendengar perkataan Raymond, Mayang berhenti menangis. Dia tersenyum genit. Dengan gaya genit, dia langsung naik di jok belakang motor Raymond dan tanpa disuruh, dia melingkarkan tangannya di pinggangnya.
"Yah, nasib gue apes deh," kata Raymond dalam hati.
Raymond sejenak berusaha menenangkan dirinya sebelum akhirnya berjalan meninggalkan tempat bimbel itu. Dia menjalankan motornya ke rumah Mayang. Karena tak tahu di mana rumahnya, Raymond bertanya pada Mayang.
"Eh, Mbak. Rumah lo emang di mana sih? Gue kan belum tahu," kata Raymond sambil mengendarai motornya.
Mayang yang merasa nyaman bersandar di bahu Raymond tak menjawabnya. Dia sandarkan kepalanya di punggung Raymond sambil melingkarkan tangannya di pinggangnya. Angan-angannya melambung. Raymond kembali merasa risih.
"Eh, Gue tanya koq lo malah meleng? Ntar kalo nyasar ke Amerika gimane?" kata Raymond berusaha memecah lamunan Mayang.
Lamunan Mayang pun buyar. Di begitu gugup karena tak mendengar pertanyaan Raymond.
"Oh, Uhm … tadi lo tanya apa?" tanya Mayang dengan gugup.
Raymond menggelengkan kepalanya.
"Ya elah, gua dari tadi muter-muter karena nunggu lo tunjukin gue jalan, eeeh ujung-ujungnya lo gak paham," katanya dalam hati.
"Eh, dimane rumah lo?" tanya Raymond sekali lagi.
Mayang akhirnya menunjukkan jalan ke rumahnya. Raymond sempat terkejut karena ternyata rumah Mayang begitu dekat dari tempat bimbelnya. Hanya terpaut dua jalan saja. Dan, akhirnya sampailah mereka di rumah Mayang.
"Yaelah, Mbak. Gue tadi muter-muter lama, ternyata rumah lo dimari," kata Raymond dengan nada kaget.
"Oh ya, gue Mayang dari SMA 40. Lo?" kata Mayang sambil menjulurkan tangannya.
"Gue Raymond. Uhm, sudah malam. Gue balik dulu," kata Raymond langusng berpamitan.
Mayang yang telah puas mengejai Raymond tersenyum manis.
"Ray, terima kasih lo udah ajakin gue muter-muter. Sampai ketemu lusa ya," balas Mayang dengan nada genit.
Raymond hanya mengangguk, lalu kembali menjalankan motornya. Di tengah jalan, Raymond merasa aneh dengan Mayang.
"Duh, ampun. Seumur-umur gue baru ketemu cewek yang genitnya tujuh turunan. Tuh ewek emang kebanyakan obat nyamuk atau minyak sinyongnyong ya? Ampuuun deh," bathinya.
Dia pacu motornya. Dan akhirnya dia sampai juga ke rumahnya, ketika hari telah malam.
Setibanya di rumah, Raymond langsung membuka buku pelajarannya dan mulai belajar. Anggi yang melihat Raymond belajar rupanya merasa iba. Dia buatkan Raymond teh hangat dan meletakkannya di meja belajar.