Chereads / Buih Cinta di Bangku SMA / Chapter 11 - Roman dan Vaksin

Chapter 11 - Roman dan Vaksin

Malam itu, Mayang yang baru saja berboncengan dengan Raymond tengah berada di kamarnya. Dia tampak senyum-senyum sendiri.

"Raymond, penampilan lo emang berangasan. Tapi, ternyata Lo polos juga. Jujur, gue makin penasaran sama lo," katanya dalam hati.

Sejenak, Mayang larut dalam lamunannya, hingga ibunya datang ke kamarnya. Ibunya heran melihat Mayang yang tak kunjung belajar. Di tepuknya dengan keras pundaknya.

"Mayang, kok melamun sih? Ayo belajar," kata Ibunya.

Mayang tersadar dari lamunannya. Dia tampak gugup.

"Oh, Eh. I—Iya, Ma," kata Mayang dengan gugup.

Dia keluarkan buku pelajarannya dan mulai membukanya. Ibunya tampak puas melihat anaknya belajar. Dia beranjak untuk menyelesaikan pekerjaan rumah lainnya. Mayang berusaha konsentrasi, namun angannya kembali melambung.

"Raymond, andai gue kenal lo sebelum Davis," katanya dalam hati.

Lamunannya kembali melambung. Pikirannya terbang ke awang-awang. Dia tersenyum-senyum sendiri di kamarnya.

Waktu terus berjalan. Semenjak ikut bimbel, Raymond mulai jarang berlatih band. Rupanya, setelah naik kelas, beberapa teman bandnya juga sibuk belajar. Siang itu pada jam istirahat, Sely tiba-tiba mendatanginya.

"Raymond, ikut aku yuk," ajak Sely.

"Uhm, kemana?" tanya Raymond.

"Udah, lo ikut gue aja," kata Selly sambil menarik pergelangan tangan Raymond.

Dion dan beberapa temanya melihatnya. Mereka bersuit-suit melihat Raymond yang di datangi primadona di sekolah itu.

"Ciye … ciye. Mon, lo kok gak bilang kalo ngegebet primadona sekolah kita?" kata Dion sambil tertawa.

Raymond tak membalasnya. Wajahnya memerah menahan malu. Dia mencoba mengingatkan Sely.

"Shel … Please. Jangan begini, dong. Gue gak enak sama teman-teman," kata Raymond sambil memandangi teman-temannya.

"Sudah, gak apa-apa jika mereka anggap kita pacaran. Yuk, kita jalan," ajak Shely sambil terus menarik tangan Raymond.

Dengan terpaksa, Raymond mengikuti Sely. Dan mereka ternyata pergi ke sebuah warung di depan sekolah. Warung itu begitu ramai dengan orang yang tengah kasmaran. Dilihatnya, Romi tengah duduk bersama Rinda.

"Eh, Shely. Kok kita ke sini?" tanya Raymond.

Shely tak menjawabnya. Dia langsung mengajak Ryamond duduk. Setelah mereka berdua duduk, Shely tampak tersenyum memandangi Raymond. Raymond yang merasa risih hanya nyengir.

"Shely, ayo dong. Ngapain lo ajak gue kesini?" tanya Raymond.

Shely diam sejenak. Dia tersenyum manis pada Raymond.

"Ray, gue naksir lo. Sejak pertama loe masuk sekolah, gue udah cinta sama lo," kata Shely berterus terang.

DEG! Raymond tampak canggung. Dia mengernyitkan dahinya seolah tak peraya jika primadona di sekolah itu justru memilih dirinya.

"Shel, lo serius?" tanya Raymond.

"Iya, gue serius, Ray," jawab Shely.

Raymond tampak kebingungan. Dia menatap Shely seolah tak percaya.

"Shel, lo kan tahu gue siapa. Dan sepengetahuan gue, banyak loh cowok keren di luar sana yang suka sama lo. Taruhlah Riki, teman band gue. Di amah udah keren, tajir pula. Lalu Dony yang babenya te em ber em em. Nah gue? Udah gak pinter, juga gue ya begini aja," kata Raymond.

Shely hanya tersenyum menanggapi perkataan Raymond. Dia pegang dengan lembut tangannya.

"Gua gak perduli apa kate orang. Kalo gue naksir lo, ya elo yang gua pilih. Bagi gue, lo yang nomor satu," kata Shely dengan nada mesra.

Raymond tersenyum mendengar perkataan Shely.

"Nomor satu? Waduh, kok gue serasa seperti malika," kata Raymond bercanda.

"Ya elah, emang loe kedelai hitam? Ada-ada aja deh," kata Shely dengan tawa ringan.

Sejenak, kedua insan itu tertawa ringan. Namun, percakapan mereka terhenti ketika seorang pelayan mendatanginya dengan wajah jutek.

"Eh, Mbak, Mas. Kalian boleh pacaran disini, tapi jangan nebeng doang. Masak sudah lima belas menit kalian hanya ngobrol doang," kata pelayan itu.

Shely dan Raymond tersadar. Karena iba melihat pelayan itu, mereka bermaksud memesan salah satu menu di warung itu. Namun naas. Shely lupa tak membawa dompetnya, sedangkan Raymond tak bawa uang lebih.

"Waduh, gimana nih? Mana doku tipis lagi," bathinya.

Raymond berfikir sejenak. Rupanya, di warung itu menunya cukup mahal bagi anak sekolah. Karena uangnya minim, akhirnya Raymond hanya memesan minuman.

"Bang, gue pesan es degan aja, deh," kata Raymond pada pelayan itu.

"Oke, pesan dua ya bang," tanya pelayan.

"Kagak, gue pesan satu aja," balas Raymond.

Pelayan itu heran. "Loh, kok hanya satu?"

"Yah, biasa lah bang. Namanya kasmaran. Apa-apa berdua. Makan sepiring berdua, minum pun segelas berdua," kata Raymond berusaha menutupi keadaan finansialnya.

"Ya elah, oke deh. Lo tunggu ye," balas pelayan itu sambil beranjak.

Raymond sejenak bernafas lega, namun dia terkejut melihat Shely yang menatapnya tak berkedip. Dia tersenyum sambil menatap Raymond tanpa berkedip.

"Shel … Shely Lo baik-baik aja kan?" tanya Raymond sambil menggoyangkan tubuhnya.

Shely tersentak. Dia tampak terkejut.

"Oh, iya, Say," kata Shely.

"Yah, koq loe panggil gua Say," balas Raymond.

"Ya gak apa-apa. Kan kita resmi pacaran hari ini. Dan loe tahu, gua ngerasa loe itu sweet banget. Ngajakin minum es degan berduia," kata Shely.

Raymond terkejut. Dalam hati, dia menyesali perkataannya.

"Yah, sial. Gua salah deh," bathinnya.

Dan, tak lama kemudian pesanan Raymond datang. Namun, di terkejut melihat ada dua gelas es degan.

"Loh, bang. Tadi gue pesan satu, kok ini di bawain dua?" tanya Raymond.

"Yang satu bonus dari gue, special buat yang baru jadian," kata pelayan itu seraya beranjak.

"Maksudnya gimane nih bang?" tanya Raymond.

"Anggap aja ini Vaksin Kanker." Pelayan itu menatap Raymond dengan wajah jutek.

Shely dan Raymond menatap keheranan.

"Shel, emang es degan bisa jadi vaksin? Kok gue baru denger ya?" kata Raymond keheranan.

Pelayan itu nyengir. "Ini Vaksin buat kantong lo supaya kalo selanjutnya kemari bawa doku yang agak banyak. Masak mampir sekian lama sampe pelanggan bejibun antre cuman nebeng doang."

Pelayan itu langsung beranjak melayani seorang pembeli yang baru saja masuk ke warung itu. Raymond memerah wajahnya. Dia hendak marah, namun Shely mencegahnya.

"Ray, kita juga salah, Dari tadi kita duduk gak pesan apa-apa. Udah, kita segera kabur dari sini aja," bisik Shely yang juga merasa malu.

Raymond mengangguk. Mereka berdua buru-buru menghabiskan minuman itu dan langsung pergi masuk ke sekolah.

Namun, mereka berdua rupanya lupa tak membayar minuman itu. Pelayan yang mendatangi meja bekas Raymond dan Shely kembali menatap minuman yang habis itu dengan wajah marah.

"Yah, dua sejoli itu. Udah di beri bonus, eeeh malah sekarang kagak bayar. Duuuh! Nasib. Bakalan dipotong nih gaji gue sama juragan," keluh pelayan warung itu.

Dan, ternyata di belakangnya muncul pemilik warung. Dia mendengar keluhan pelayannya. Pemilik warung itu ternyata cukup sabar.

"Eeh, Jaja. Lo kenape lesu?" tanyanya.

"Eh, Bos. Nih anak tadi nebeng ngedate di mari. Masak pesen es degan satu doang, padahal nongkrongnya paling lama. Semua sudah keluar, eeeh dua anak ini betah nongkrong di mari. Kagak pesan apa-apa lagi. Ya udah, gue traktir deh mereka. Eeeh, udah di traktir, malah kabur. Dan anehnya, kok sempat juga tuh anak ngabisin es degan ini," keluh pelayan itu.

Pemilik warung itu tertawa. Dia menenangkan Jaja, si pelayan warung.

"Udah, biarin aja. Baru dua gelas es degan, dan lo gak perlu kuatir. Gaji lo kagak gue potong. Cuman lain kali, lo musti sedikit ramah. Lo musti ingetin dengan cara yang baik. Semisal, kalo tahu anak macam mereka, loe cukup tawarin menu kita dengan ramah," kata pemilik warung mengingatkan Jaja.

Jaja mengerti. Dia mengangguk, dan segera membersihkan meja bekas tempat duduk Raymond dan Shely lalu mempersilahkan pembeli untuk duduk di sana.

Waktu terus merangkak. Dan, tibalah jam pulang sekolah. Raymond yang ada jadwal bimbel buru-buru ke parkiran motor dan mengambil motornya. Dia nyalakan motornya dan langsung pergi. Di tengah jalan, dilihatnya bensinnya menipis. Dia mampir ke pom bensin dan membeli bensin.

"Bang, beli bensin cemban aja," kata Raymond pada petugas SPBU.

"Oke, Gan," balas petugas sambil memencet tombol di alat pengisian itu.

Petugas itu mengisi bensin di motor Raymond sejumlah sepuluh ribu. Raymond ingat jika uangnya tinggal sepuluh ribu. Begitu merogoh koceknya, ternyata uangnya dua puluh lima ribu. Dia tersenyum kecut.

"Loh, jadi tadi gue belum bayar es degan itu?" pikirnya dalam hati.

Hatinya berkecamuk. Dia merasa kebingungan sekaligus jengkel dengan pelayan warung tadi.

"Waduh, gue kembali apa gak nih? Gue tahu ini bukan hak gue, tapi ... ah biarin aja. Itung-itung iseng berhadiah. Beli satu malah gratis dua," katanya dalam hati sambil tersenyum manis.

Sementara, di belakangnya tengah mengatre. Petugas yang melihat Raymond melamun menegurnya.

"Gan, motornya udah gue isi bensin," kata petugas SPBU.

Raymond begitu gugup. Dia segera menutup tangkinya dan hendak berjalan.

"Makasih, Bang," kata Raymond hendak beranjak.

Petugas SPBU mencegahnya.

"Eeh, Agan Bayar dulu cembannya. Masak udah isi bensin langsung nyelonong aja," pinta petugas SPBU

Raymond yang teringat jika belum membayar segera membayar sejumlah uang dan langsung beranjak dari SPBU dengan menahan malu.