Malam harinya, Mayang yang tengah belajar di rumahnya di kejutkan oleh sebuah pesan di hpnya. Dilihatnya pesan itu.
"Riyadh?" katanya penuh tanya.
Dia buka pesan dari Riyadh. Di bacanya pesan itu. Mayang tersenyum manis. dia balas pesan dari Riyadh. Setelah beberapa kali berkirim pesan, Riyadh mengajaknya ketemuan.
"Hah? Dia ajak gue ketemuan?" kata Mayang dalam hati.
Mayang pun membalas pesan itu. Dia menyenggupinya. Dan, tak lama kemudian Riyad kembali membalas pesan Mayang. Dia share lokasi café tempat dia berada. Mayang membacanya.
"Lho, café ini kan gak jauh dari rumah? Uhm … Oke. Gue sanggupin aja," bathinnya.
Mayang menyanggupinya. Dan kesepakatan pun terjadi. Mayang buru-buru menyelesaikan tugasnya, dan langsung pergi ke café itu. Dia duduk di sebuah kursi dan menunggu Riyadh. Tak lama kemudian, datanglah Riyadh di sana.
"Hai, udah lama nunggunya?" tanya Riyadh.
"Uhm, baru aja. By the way, emang lo kesulitan pelajaran apa nih?" tanya Mayang.
Riyadh yang ternyata membawa buku paket menunjukkan pelajaran yang tak di mengerti. Dia keluarkan buku paket Kimia.
"May, aku lemah di Kimia. Aku di malang dua kali gak naik karena pelajaran kimia. Makanya, setelah ayah dinas di Jakarta, aku disuruh pindah ke sini," kata Riyadh.
Mayang manggut-manggut. Dia tahu Kota Malang terkenal dengan Kota Pendidikan. Terkadang, metode pengajaran di sana berbeda. Mayang berfikir sejenak.
"Yadh, aku coba ya. Jujur, kalau kimia aku gak terlalu jago. Tapi aku coba bantu kamu," kata Mayang sambil mulai mempelajari pelajaran itu.
Mayang membaca soal yang diberikan Riyadh. Dia baca secara teliti. Dan, beruntung Mayang bisa menguasai semua soal itu. Dia menjelaskan cara menyelesaikan soal itu sebisanya. Riyadh memperhatikanya.
"Nah, gue udah jelasin nih cara kerjainya. Sekarang loe kerjain, gih. Lo coba aja sebisanya," kata Mayang.
Riyadh mengangguk Dia mencoba mengerjakan soal itu sambil di bimbing Mayang. Kedekatan dan keakraban hubungan mereka rupanya tanpa sadar di ketahui Davis yang malam itu tengah keluar dengan temannya.
Di meja yang agak jauh, Davis melihatnya dengan tatapan cemburu.Rosi yang bersamanya memandanginya dengan keheranan.
"Vis, lu mantengin siape? Koq kayaknya jutek amat?" tanya Rosi.
Davis menghela nafasnya. "Lo lihat di meja sana."
Davis memberikan isyarat pada Rosi. Rosi memandangi Mayang dan Riyadh di meja itu. Rosi yang diam-diam naksir Mayang memanfaatkan kecemburuan Davis.
"Mayang, lu pernah nolak cinta gue. Sekarang, gua akan hancurin hubungan lu sama Davis," katanya dalam hati,
Rosi hanya tersenyum pada Davis. Dia tahu gosip mengenai tabiat Mayang yang kerap dengan mudah memutuskan cowok. Rosi yang begitu dendam akhirnya menghasut Davis.
"Vis, lu emang gak tahu tabiat Mayang?" tanya Rosi pada Davis.
"Uhm, gue sih gak tahu bener. Cuman, gue pernah denger katanya dia itu playgirl. Tapi, koq gue gak yakin," kata Davis.
Rosi tertawa. "Yee, lu lihat aja. Tuh cewek pasti lagi ngegebetin cowok itu. Lihat tuh, mereka tampak akrab gitu. Semua udah pada tahu kok tabiat Mayang."
Davis diam sejenak. Dia pandangi sejenak Mayang dan Riyadh. Perasaannya berkecamuk tatkala dilihatnya Mayang tengah mengajari Riyadh.
"Apa benar Mayang main di belakang gue? Perasaan gue kok berkata beda ya?" tanyanya dalam hati.
Dia terus pandangi Mayang dan Riyadh. Rosi hanya tersenyum sinis, Dia tepuk pundaknya dengan sedikit keras.
"Bhro, udah. Gak usah di pantengin. Ntar lo bakalan mewek kayak nonton drakor lho," kata Rosi dengan senyum sinis.
Davis tersadar. Dia kembali meminum minuman di depannya. Rosi yang berniat menghasut Davis kembali berkata.
"Bhro, mending lo cari cadangan deh. Yah, seperti pepatah sedia ban sebelum bocor," kata Rosi memberi saran.
"Widiw … kok kayak mobil aja pake ban serep," kata Davis dengan tawa ringan.
"Ye, jangan kalah, bhro. Jangankan mobil, truk aja pake ban serep kok," balas Rosi.
Perasaan davis kembali berkecamuk. Dia terdiam sejenak dan berfikir. Namun, Rosi terus mendorongnya untuk mencari pelarian.
Setelah agak lama, Davis tetap diam. Beruntung, dia mampu mengendalikan emosinya.
"Bhro, hari udah malam. kita pulang, yuk," ajak Davis.
Rosi hanya mengangguk. Mereka berdua segera ke kasir membayar minuman mereka dan segera pergi dari café itu.
Sementara, Riyadh dan Mayang yang telah selesai belajar masih tetap asyik mengobrol. Tanpa terasa, café itu segera tutup. Mereka tak sadar jika para pelanggan telah pulang. Pelayan itu mendekati mereka berdua.
"Mbak, Mas. Café mau tutup," kata pelayan itu.
Mayang dan Riyadh terkejut. mereka melihat jam tangannya.
"Waduh, kok gak terasa ya?" kata Riyadh sambil nyengir.
"Iya, kita keasyikan ngobrol. Yuk, kita pulang," ajak Mayang.
Riyadh segera beranjak pergi. Mayang yang hendak berjalan di pegangi tangannya oleh pelayan café itu.
"Eit, Neng. Jangan pergi dulu. Dua minuman itu belum di bayar," kata pelayan itu.
Mayang terkejut. "What?"
Dengan senyum manis, pelayan itu membawa bill pesanan mereka.
"Neng Cantik. Tadi Neng dan temannya pesen minuman ini. Jadi, karena teman Neng tadi udah pulang, maka semua harus neng tanggung," kata pelayan itu.
Mayang memandangi bill itu. Matanya terbelalak melihat umlah tagihannya.
"Yah, gile. Gue pesan minuman murah, Riyadh malah yang mahal. Dianya udah ngacir duluan. Sial amat sih nasib gue?" keluhnya.
Dengan sangat terpaksa, Mayang merogoh uang di sakunya. Dan celakanya, ternyata jumlah kurang. Dia keluarkan uang yang ada.
"Bang, kocek gue segini adanya. Gimana?" tanya Mayang dengan ketakutan.
Pelayan itu terkejut. Dia lihat uang itu seolah tek percaya melihat selembar uang dua puluh ribuan yang diberikan Mayang.
"Neng, gimana sih? Tagihannya kan 30 ribu. Nah, duit ente koq cuman 20 ribu?" kata pelayan itu memandangi Mayang yang ketakutan.
"Yah, maaf bang. Tadi gue beli bensin eceran tuh di depan sono. Abis deh duit gue. Please bang, besok gue bayar," kata Mayang menghiba.
Pelayan itu tampak kebingungan. Dia pandangi teman kerjanya. Teman kerjanya hanya tersenyum sambil memberi isyarat seolah berkata, "Derita lo, bhro." Dia pandangi Mayang yang ketakutan.
"Neng, gua gak mau tahu. Malam ini juga, bayar tagihan sesuai nota, atau neng tinggal apa buat jaminan supaya gak kabur," kata pelayan itu.
Mayang tampak kebingungan. Dia memikirkan sesuatu. Dan, dilihatnya ada jam tangan yang bisa di jadikan jaminan. Dia lepas jam tangannya dan dia berikan pada pelayan itu.
"Bang, bagaimana kalo jam tangan gue lo bawa," kata Mayang sambil memberikan jam tangannya.
Pelayan itu melihatnya. Dia mengernyitkan dahinya. Rupanya, jam tangan itu memang murah.
"Yaelah, Neng. Jam tangan Cemban. Udah deh, loe bawa aja deh. Emang udah nasib gue harus potong gaji," kata pelayan itu mengembalikan jam tangan Mayang.
Dengan langkah gontai, dia tinggalkan Mayang yang kebingungan. Namun, tak lama kemudian Riyadh yang teringat jika belum membayar kembali ke café itu.
"Lo kembali?" tanya Mayang.
"Iya. Aku lupa belum bayar," kata Riyadh.
Akhirnya, Mayang dan Riyadh pergi ke kasir dan membayar tagihan itu. Pelayan tadi tersenyum puas.
"Syukurlah, gaji gue gak jadi di potong. Thanks, ya," kata Pelayan itu.
Riyadh dan Mayang pun segera beranjak dari café itu. Di parkiran, Mayang yang penasaran bertanya pada Riyadh.
"Yadh, lo koq sempet-sempetnya kembali ke café?" tanya Mayang.
"Yah, aku kan belum bayar. Daripada nanti kamu di suruh ngepel cafe, mending aku kembali," jawab Riyadh.
Mayang tersenyum manis. Dia merasa penasaran dengan jawaban Riyadh.
"Loh, koq kamu bisa nebak? Emang tahu darimana?" tanyanya.
Riyadh tersenyum manis. "Ya aku pernah waktu di Malang. Pernah lupa gak bawa dompet. Udah deh, semalaman jadi pelayan gak dibayar. Daripada di gebukin ama yang punya warung."
Mayang tertawa mendengar pengalaman pahit Riyadh. Setelah agak lama berbincang, mereka segera pulang ke rumah.
Esok paginya, Mayang dan Riyadh yang pulang kemalaman akhirnya terlambat datang ke sekolah. Karena terlambat, keduanya akhirnya mendapat hukuman. Mereka di giring ke toilet siswa dan siswi oleh guru pengawas.
"Nah, karena kalian berdua terlambat, maka hukuman untuk kalian adalah membesihkan toilet siswa. Mayang, kamu bersihkan toilet wanita, dan kamu Riyadh, bersihkan toilet pria," perintah seorang guru.
Guru itu memanggil Pak Sholeh, petugas kebersihan di sekolah itu. dia menyuruh mengawasi kedua siswa itu. Dengan diawasi Pak Soleh, mereka terpaksa membersihkan toilet itu sebagai hukuman.
"Yah, nasib gue! Kenapa sih akhir-akhir ini gue sial mulu?" keluh Mayang dalam hatinya.
"Neng cantik, jangan melamun. Ayo terus kerja. Jangan sampai cantik-cantik hanya jadi pembersih toilet. Ayo, kerja," kata Pak Soleh sambil menasehati Mayang.
Mayang hanya mengangguk. Dia terus membersihkan toilet itu hingga selesai.
Setelah sekitar setengah jam, Mayang dan Riyadh tengah duduk beristirahat. Guru yang memberi hukuman kembali memberikan nasehat kepada mereka berdua sebelum akhirnya menyuruh mereka berdua masuk.
Ketika jam istirahat, Mayang kembali bersama Riyadh di kantin itu. Hubungan mereka tampak lebih akrab setelah hukuman itu. Mengetahui keakraban Mayang dengan Riyadh, Davis yang merasa cemburu mulai tak percaya dengan kesetiaan Mayang. Davis tahu benar jika Mayang sering gonta-ganti cowok.
"Uhm, kayak nya gua musti siap cadangan nih. Ternyata bener gossip yang beredar di kalangan para siswa. Gua musti cari cara nih," kata Davis dalam hati.
Merasa tak fokus di kelas, Davis meminta ijin ke toilet sebentar. Dia merenung di depan wastafel yang ada di dalam toilet. Di pandanginya wajahnya. Davis tergolong tampan, dan juga cukup banyak di sukai wanita.
"Uhm, gue gak jelek-jelek amat. Oke, lihat aja, Mayang. Bukan cuman loe yang bisa mendua. Gua juga bisa," katanya dalam hati.
Davis mencuci mukanya sesaat sebelum akhirnya dia kembali ke kelasnya. Ketika berjalan ke kelasnya, secara tak sengaja di menabrak adik kelasnya. Buku yang di bawanya terjatuh, Davis membantu mengambilkan buku bawaan gadis itu.
"Uhm … maaf. Tadi aku tergesa," kata Davis sambil memandangi gadis itu.
Adik kelasnya itu rupanya kagum dengan wajah tampan Davis. Dia hanya tersenyum simpul sambil menata kembali buku bawaannya. Secara tak sengaja, Davis menyentuh tangan gadis itu ketika mengembalikan bukunya yag jatuh.
'Oh, Um … maaf, ya," kata Davis dengan malu-malu.
Gadis itu tersenyum manis. Mereka pun akhirnya saling pandang. Entah bagaimana yang terjadi, gadis itu akhirnya memperkenalkan dirinya. Dia menjulurkan tangannya.
"Aku Grista, kelas X.A," kata gadis itu dengan senyum malu-malu.
Davis yang kagum dengan paras cantik Grista tersenyum manis. Hatinya begitu girang bertemu dengan adik kelasnyayang ternyata begitu cantik.
"Davis, Kelas XI. B," balas Davis.
Agak lama mereka bersalaman. Keduanya seolahlupa jika teman Grista berjalan di belakangnya.
"Ciye … ciye … Koq betah amat sih salaman?" goda temannya.
Grista buru-buru melepaskan tangannya dan berjalan tergesa. Sementara itu, Davis segera masuk ke kelasnya. Dalam hatinya dia berkata, "Semoga Grista lebih baik dari Mayang. Cantiknya sih gak kalah koq sama Mayang."
Setelah di dalam kelasnya, Davis kembali fokus pada pelajarannya.