Perlahan, Adel membuka kelopak matanya. Cahaya dari jendela membuat matanya silau. Dengan refleks, tangannya terangkat untuk menutupi wajahnya.
"Silau banget sih." Adel bertahan dalam beberapa saat. Setelah matanya bisa menyesuaikan diri, barulah tangannya ia turunkan.
Adel memegangi kepalanya yang terasa sakit plus nyut-nyutan itu. "Habis kepentok apa sih aku." Adel jika tidak bersama Maya, ia akan memanggil dirinya sendiri dengan 'aku' bukan 'gue'.
Wanita itu menyenderkan punggunya di kepala ranjang. Untuk sesaat matanya pun ikut terpejam. Rasa mual mulai bergejolak, tapi untungnya Adel bisa mengendalikannya. Adel melihat jam di dinding.
Seketika matanya melotot. "Astaga! Udah jam sepuluh. Kenapa Maya nggak bangunin aku sih!" gerutunya yang kemudian turun.
Ceklek
Pintu kamar terbuka, terlihat Maya membawa segelas air. "Udah bangun Neng Adel. Kebo bener tidurnya," ledeknya pada Adel. Padahal Maya sudah mencoba membangunkan temannya itu, tetapi hasilnya nihil. Adel masih saja berada di alam mimpi.
Namun sekarang, Adel sudah terbangun. Untung lah kalau begitu, Adel tidak jadi disiram seember air oleh Maya yang mulai jengkel dengan 'kekeboan' Adel. Meski dia tahu bukan sepenuhnya salah Adel, ada andil alkohol semalam yang mempengaruhinya.
"Ngehina aja lo kerjaannya. Lagian nih, kenapa gue bisa bangun jam sepuluh? Lo tahu sendiri kan gue kalo ngebo pas hari libur."
Maya menaikkan satu alisnya. "Lo nggak inget tentang semalem? Beneran lo nggak inget apa-apa?" tanyanya.
"Bentar." Adel berpikir atas yang terjadi padanya. Dia coba untuk mengingat ngingat. Satu persatu kilasan memorinya pun bermunculan. "Gue putus sama Bima, terus lo ngajak kita ke club dan di sana gue nggak sengaja liat Bima sama pacarnya. Akhirnya gue minum alkohol." Adel sendiri juga tak menyangka hal tersebut akan terjadi. Entah setan apa yang merasukinya semalam.
"Lo inget itu doang? Setelah lo mabuk, lo nggak inget gitu?" tanya Maya kembali.
Adel menggeleng. "Nggak. Gue nggak inget habis itu. Emang gue ngapain?"
Maya seketika langsung tersadar atas ide gilanya tadi malam. Kalau Adel sampai tahu tentang insiden tak sengaja semalam, bisa bisa Maya digantung di jemuran.
"Lebih baik, nggak gue kasih tahu aja deh. Berabe nanti kalau ternyata bibir Adel udah nggak perawan lagi," batin Maya.
"Woy!" Adel menjetikkan jarinya di depan wajah Maya. "Mikirin apa sih lo? Serius amat. Gue tanya lagi nih, semalem gue kenapa? Nggak ada kejadian memalukan atau semacemnya 'kan?"
Dengan segera Maya menggeleng. "Nggak kok. Sama sekali nggak ada. Cuma, lo ngeracau nggak jelas gitu. Ngatai Bima dari A sampai Z. Mana kenceng banget lagi ngomongnya. Untung gue langsung bawa lo pulang." Otak Maya saat ini sedang asyik diajak kerja sama. Wanita itu langsung terpikirkan alasan secara cepat.
"Semoga si Adel percaya dan semoga juga kalau dia nggak bakal inget insiden semalam," batin Maya penuh harap. "Bisa kena amuk nanti," lanjutnya dalam hati.
Adel yang mendengar pernyataan dari Maya hanya bisa membayangkan betapa menggelikannya dia semalam. Adel jadi kapok untuk pergi ke club dan minum alkohol. "Ini semua gara-gar lo. Kalo kita ngggak pergi, gue nggak akan mabuk."
"Ide pergi ke club itu emang ide gue, tapi gue udah melarang lo buat minum-minum. Eh lo main trabas aja."
"Gue mau mandi. Keluar dulu sana. Hush hush.
"Nih jangan lupa obatnya di minum." Maya memberikan dua butir obat dan segelas air.
"Hm," jawab Adel acuh tak acuh.
*****
Seharian ini Adel tak fokus bekerja. Wanita itu masih memikirkan keputusan sepihak yang diambil oleh pacaranya. Ralat, mantan pacarnya. Mengingatnya, membuat Adel tak sadar telah membuang kelopak bunga pada satu tangkai bunga mawar.
"Del, itu kenapa kelopaknya lo pretelin?" tanya Maya yang mmebelakangi Adel.
Adel seketika langsung tersadar. Ia melihat bunga yang tersisa dua kelopak. Adel merutuki dirinya sendiri. "Maaf, gue nggak konsen tadi." Wanita itu langsung memunguti kelopak-kelopak yang jatuh dan membuangnya ke tempat sampah.
"Masih mikiran si kampret Bima itu lagi?" tanya Maya. Wanita tersebut kini beralih ke samping Adel sembari memperhatikan guratan kesedihan di wajah temannya tersebut. "Gue tahu emang nggak mudah buat ngelupain semuanya, tapi hidup terus berjalan. Lo nggak bisa sedih terus kayak gini, sedangkan Bima hahahihi sama cewe barunya."
Adel mengembuskan napasnya kasar. Apa yang dikatakan Maya memang benar adanya. Tidak seharusnya, dirinya menangisi Bima. Malah yang perlu menangis itu Bima. Seenak jidat ngeputusin anak orang tiba-tiba.
"Tumben lo bijak May." Adel langsung pergi ke belakang.
"Eh, gue emang bijak, ya! Lo aja yang baru tau."
Setelah mendapat petuah dari Maya, perasaan Adel sedikit demi sedikit membaik. Ia mulai fokus bekerja. Sejenak, Adel melupakan tentang Bima.
Pelanggan yang membeli bunga hari ini lebih banyak dari hari sebelumnya dan Adel bersyukur akan hal itu. Setidaknya ada hal baik setelah putus dan mabuk di club.
Tak terasa, langit mulai gelap. Maya dan Adel menutup toko. Maya melihat raut wajah temannya yang sudah biasa. Dia tersenyum samar.
"Del, gue mau pulang duluan, ya. Ada urusan penting."
Adel menaikkan sebelah alisnya. Tak biasanya Maya 'sok sibuk' seperti ini. Ada dua kemungkinan yang terpikir oleh Adel. Pertama, Maya ingin menemui sanak saudaranya. Tapi kemungkinan itu sepertinya tidak tepat. Pasalnya temannya ini selalu memberitahu sebelumnya kalau mau menemui keluarganya.
Alasan kedua, alasan kali ini memang terdengar aneh sekaligus konyol, tapi sungguh Maya pernah melakukannya yaitu kencan buta. Ya, kejombloan Maya dikarenakan wanita itu mau mencari pasangan yang sesuai untuknya.
Namun masalahnya, kebanyakan Maya mencarinya di internet. Entah kenapa temannya ini suka sekali mencari pacar di internet. Kata maya waktu itu sih, 'kayak ada manis-manisnya.' apa coba maksudnya. Memang aneh dia.
Adel memicingkan matanya. "Jangan-jangan lo mau kencan buta lagi, ya May?" Adel menunjuk ke arah Maya dengan pandangan menuntut penjelasan.
Maya hanya cengegesan seperti orang sinting. Dia menggaruk kepalanya yang Adel yakini tidak gatal sama sekali. "Nah, itu tahu."
Adel hanya mampu menggelengkan kepalanya. "Emang lo nggak kapok apa kencan buta? Waktu itu lo pernah kabur saat kencan buta."
Maya pernah lari dengan alasan 'pergi ke toilet'. Tahu kenapa? Yap, orang yang ada di internet jauh berbeda dengan kenyataannya. Laki-laki itu tidak tua, tidak juga jelek, hanya saja usia lima tahun di bawah Maya. Tepatnya berusia tujuh belas tahun dan teman Adel itu tak suka dengan daun muda. Dia lebih suka pria di atasnya.
"Ya, itu kan gue lagi nggak beruntung aja. Bukan berarti kali ini juga kayak gitu, Del. Nggak ada salahnya ngecoba lagi."
"Iya, sih, tapi ...."
"Udah ah, gue mau berangkat dulu. Kita ngebacotnya nanti aja. Bye."
"Dih."
Adel berjalan sendiri. Untung dia bukan tipe wanita penakut seperti Maya. Netranya melihat anak kecil sedang duduk di trotoar dengan raut yang akan menangis.
"Ngapain tuh anak duduk sendirian di sana? Apa Jangan-jangan dia setan yang nyamar? Kan katanya mendekati maghrib banyak setan berkeliaran." Adel hendak lari dengan jurus seribu bayangan, tetapi dia urungkan. "Mana mungkin jaman sekarang setan nampakin jelas banget." Adel melihat teliti ada yang telah menangis tersebut. "Kakinya napak. Wah, dia human."
Wanita itu pun menghampiri anak kecil itu. Ia berjongkok. "Eh, Dek. Ngapain di sini sendirian? Rumahmu di mana? Kakak anterin deh." Tentu Adel tak tega membiarkan anak sekecil itu pulang sendirian.
Anak kecil tadi mendongak. Dia menggeleng. kemudian malah merentangkan tangannya ke arah Adel. "Gendong Theo Kakak Cantik."
"Eh, buset. Dikira gue emaknya apa main minta gendong," batin Adel.
Melihat penampilan anak itu yang berantakan serta luka lecet di tangan membuat Adel tak tega. Ditambah pipi gembul yang berwarna kemerahan membuat nilai plus plus eh bukan plus yang itu loh ya.
Akhirnya Adel mengendong Theo. "Berat juga, ya," batinnya.
"Dek, rumahmu di mana?" Tak ada jawaban. "Dek? Sariawan ya?" Adel melihat sekilas. "Malah tidur. Cepet banget sih tidurnya. Gimana nih? Ya kali aku tinggal di sini." Adel memgembuskan napasnya kasar. "Bawa pulang aja kalau gitu. Bodo amat nanti dicariin emak bapaknya. Salah siapa dibiarin lepas kandang. Nih juga bocil, main tidur aja."