Memikirkan hal itu membuat Ario marah, ia berjanji dalam hati akan menanyakan hal itu pada Alana jika diberi kesempatan Tuhan untuk bertemu lagi dengan putri asuhnya itu.
Namun perasaan marah itu seakan hilang begitu saja saat mobil travel menjemputnya, hari ini ia dan keluarganya akan menempati rumah baru di Jakarta yang ternyata dekat dengan tempat tinggal Alana.
Setelah lepas dari hutang yang membelitnya, Ario merasa bebas apalagi ia mendapat tawaran pekerjaan yang lebih menjanjikan di ibu kota dari teman lamanya, ia tak menolak, terlebih ia pribadi ingin sekali menyelidiki darimana sumber kekayaan Alana saat ini, maka ia senang saat mendapat kesempatan untuk tinggal di Ibu Kota, itu akan melancarkan misinya.
Di tempat yang berbeda, Alana dan Ken baru saja tiba di Green Garden, mengantar Oma Riana pagi-pagi ke bandara membuat perut Alana keroncongan karena tidak sempat mengunyah apapun, maka ia tidak berpikir panjang untuk mencari makanan di ruang makan, tidak adanya Oma Riana di kediamannya membuat Alana sedikit melepas rasa canggungnya di rumah itu.
"Jangan karena tidak ada Oma di rumah, kamu bisa seenaknya saja."
"Aku hanya lapar Ken," bantah Alana tak peduli.
Alana lalu mengambil nasi dan beberapa lauk dan sayur ke piringnya, namun Ken dengan cepat merebutnya.
"Aku juga lapar Alana," selanya.
"Hmmm."
Alana kembali mengambil menu yang sama untuk dirinya sendiri, setelah itu ia duduk di samping Ken.
Siang itu, mereka makan siang berdua untuk pertama kalinya sebagai sepasang suami istri, dalam hati Alana begitu bahagia, ia melirik ke arah Ken dan diam-diam menggerakkan bibirnya membentuk senyuman.
Namun suasana seperti itu tak berlangsung lama, ponsel Ken tiba-tiba berbunyi, saat itu Ken sudah selesai makan dan minum, untuk itu ia buru-buru berdiri dan menerima panggilan itu.
"Halo Chia, ada apa? Kangen?"
"Hahaha sepi gak ada kamu."
"Lagipula besok aku sudah mulai syuting lagi."
"Memangnya ada acara apa sampai cuti tiga hari? tumben banget."
"Acara keluarga, biasalah Oma kan ribet."
"Gak boleh gitu."
"Iya deh, aku lagi makan. Sampai ketemu besok ya Chia Sweet."
Mendengar Ken seperti itu, nafsu makan Alana mendadak hilang, ia membanting sendok garpunya lalu bergegas ke lantai dua dengan langkah cepat.
Ken justru tertawa dalam hati, ia hanya ingin menguji perasaan Alana, begitu melihat kemarahan Alana seperti itu, ia buru-buru mematikan panggilannya dan mengejar Alana ke kamar.
"Cemburu?" tanya Ken saat ia tiba di kamar.
Alana menggeleng cepat, ia memalingkan mukanya dan pura-pura sibuk bermain ponsel.
"Dia kan juga istriku, meski hanya di layar kaca," sanggah Ken membela diri.
"Ya."
"Kamu cinta sama aku?" tanya Ken tiba-tiba.
Alana diam, ia sama sekali tak menemukan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Ken yang begitu mendadak.
Ken berjalan dengan tenang menghampirinya lalu mengulangi kata-katanya kembali, "Alana, aku tanya padamu, apa kamu mencintaiku?"
Alana menggigit bibir, ia mendadak takut karena Ken semakin mendekat ke arahnya lalu dengan lembut mengulurkan tangannya untuk mencengkeram dagu Alana, memastikan Alana untuk menatap mata elangnya.
Alana berusaha memberontak, meski ia ingin menjawab bahwa ia jatuh cinta untuk pertama kali saat setelah Ken merenggut dirinya sore itu, tapi Ken dengan cepat menyelanya.
"Aku harap kamu tidak mencintaiku Alana, meski aku sudah melakukannya padamu dan menganggapmu sebagai istriku, tapi jangan pernah berpikir bahwa aku telah mencintaimu, jadi tolong jangan salah paham, pernikahan ini tidak akan selamanya, aku pikir memasukkan perasaan cinta dalam pernikahan ini hanya akan menyakitimu suatu hari nanti."
Seketika Alana merasa bom atom telah meledak di kepalanya, ternyata ia sudah salah sangka, memikirkan hal itu membuat hati Alana begitu sakit, pinggiran matanya membendung, namun ia berusaha tersenyum dan setuju dengan perkatan Ken.
"Kamu juga jangan salah paham Ken, aku tahu diri, meski aku sangat mengidolakanmu tapi bukan berarti aku mencintaimu, aku hanya ingin menikmati peranku yang sekarang saja, apa aku salah?"
Ken mengangkat alisnya, matanya tetap teduh dan tenang. Setelahnya ia melepas cengkeraman di dagu Alana.
"Tidak, aku tidak akan menyalahkanmu untuk menikmati peranmu, lakukan saja selagi itu membuatmu bahagia, aku rasa kamu tidak akan pernah lupa dengan perjanjian itu."
Alana tersenyum getir.
"Aku lupa kalau aku harus membereskan bekas makan siang kita," pamit Alana berusaha untuk kabur dari Ken.
Tapi Ken tidak mengijikannya, ia memegangi tangan Alana dengan begitu cepat.
"Ada pelayan yang akan membereskannya, kamu tidak perlu khawatir."
Alana mengangguk dengan canggung serta beberapa kali melangkah mundur karena Ken terus mendekatkan dirinya pada Alana, hal itu membuat Alana tidak nyaman, ia berharap Ken tidak akan mengajaknya lagi seperti kemarin sore, moodnya sedang memburuk.
Ken mungkin tidak ingin langkah Alana terus mundur sampai pintu, maka ia segera melingkarkan tangannya ke tubuh Alana.
"Ken aku harap kamu tidak menginginkannya lagi," pinta Alana memelas.
Ken justru terkekeh.
"Kenapa kalau aku menginginkannya lagi? Aku memang tidak mencintaimu Alana, tapi aku nyaman bersamamu, apalagi momen kemarin membuat frustasiku hilang. Aku sangat menyukainya," goda Ken.
Alana mendengus, ia kualahan menghadapi Ken, entah kenapa Alana jadi mengerutuki dirinya sendiri kenapa harus menerima perjanjian pernikahan itu, yang pada akhirnya menyusahkan dirinya sendiri sekarang, menikah dengan laki-laki yang tidak mencintainya namun selalu menginginkan pelayanannnya.
"Pernikahan macam apa ini?" batin Alana kesal.
Alana segera tersentak kembali ke dunia nyata dan menyadari bahwa Ken sedang kembali beraksi, ia menciumi leher jenjang Alana berganti punggung, membuat Alana geli dan tentunya bereaksi.
Setelahnya Ken berpindah ke bibir ranum Alana, memagutnya dengan begitu lembut. Siang itu kamar Ken kembali dipenuhi pesona romantis dan kelembutan.
Alana terlihat pasrah, bagaimanapun Ken adalah suaminya sekarang, meski Ken baru saja mengaku tidak mencintainya tapi Alana yakin cinta akan datang suatu hari nanti padanya.
Yang membuatnya bahagia adalah Ken nyaman dan selalu menginginkannya, begitu saja ia sudah merasa dihargai.
"Argh, Alana," Ken mencapai puncaknya dan Alana tersenyum karena namanya kembali di sebut.
Setelahnya Ken mencium kening Alana, membuatnya tersipu.
"Alana, aku ingin mengajakmu ke lokasi syuting besok," ujar Ken tiba-tiba, setelahnya ia membanting tubuhnya di samping Alana.
Alana terkejut, namun ia tidak segera bertanya karena lebih fokus pada bagian bawah tubuhnya yang sedikit nyeri akibat ulah Ken barusan.
"Mulai besok, kamu akan menjadi personal manajerku menggantikan Kak Nella yang resign."
"Ha?"
"Jangan membantah, ini perintah," titah Ken sembari berlalu ke kamar mandi.
Alana tercengang, jujur ia tidak tahu sama sekali apa itu personal manajer dan bagaimana tugasnya, meski ia ingin menjadi seorang artis tapi ia belum cukup pengetahuan untuk sampai sana, hal itu membuat Alana pusing mendadak.
"Ken, kenapa kamu semaumu sendiri?" batinnya kesal.