Setelah berdandan bak seorang putri kerajaan dengan topeng di wajahnya, Alana keluar di kerumunan para tamu yang datang dari keluarga terpandang semuanya.
Seluruh mata tertuju pada Alana yang saat ini sudah ada dalam gandengan lengan kekar milik Ken.
Para tamu undangan akhirnya saling berkomentar dengan suara pelan.
"Siapa perempuan itu? Dia sangat cantik. Mereka terlihat pasangan serasi. Aku jadi iri."
"Ya, dia sangat beruntung bisa menjadi tunangan Ken, padahal aku dengar Ken telah berpacaran sejak lama dengan Viola. Lalu bagaimana nasib dia sekarang?"
"Untuk apa kamu memikirkan dia. Aku dengar dia tidak mau meninggalkan karirnya, pantas saja Ken berpaling darinya."
"Iya, tapi Ken sudah memiliki pengganti yang lebih baik sekarang."
Alana dengan jelas mendengar semua percakapan mereka, Ken juga pasti mendengarnya tapi sepertinya ia tidak peduli. Alana pun sama, untuk apa ia harus terbawa perasaan oleh omongan mereka lagi pula ini hanya pernikahan palsu, batinnya kesal.
Tapi itu tidak berlangsung lama, Alana justru senang melihat kemeriahan di acara pesta itu, untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki di kapal pesiar yang begitu megah ini.
Ada kebahagiaan tersendiri di dalam hatinya, meski juga ada kesedihan yang tak bisa ia ungkapkan pula.
Semakin sore pesta itu justru ramai didatangi oleh para tamu dari kalangan sosialita, laki-laki dan perempuan yang semuanya memakai pakaian serba glamor, gaun mewah dan tuksedo yang harganya sepertinya fantastis.
Alana jadi merasa semakin tidak pantas berada di tempat ini, ia ingin pesta ini usai, lagipula ia sangat lelah memakai gaun, mahkota juga topeng yang menutupi wajahnya.
Namun untung saja, acara itu akhirnya usai juga setelah proses tukar cincin dan segala kebohongan di dalamnya.
Meski begitu para tamu masih berada di situ untuk menginap, menunggu kapal mencapai pantai besok pagi.
Jadilah ia dan Ken akan mengalami malam pertama di kapal pesiar ini.
"Alana!" tegur Ken saat ia berusaha melepas mahkota di kepalanya dalam kamar yang sudah disiapkan oleh Oma Riana.
Bukannya menjawab, Alana justru memandang Ken dengan perasaan berbeda, ia sangat deg-degan berada dalam satu kamar bersama Ken, apalagi mereka juga sudah menikah secara sah oleh agama dan hukum tadi pagi.
"Ya Tuhan, kenapa aku sangat deg-degan, bagaimana kalau malam ini Ken memintaku untuk melayaninya?" batin Alana.
Tak mendapat jawaban oleh Alana, Ken justru semakin mendekat ke arahnya, sebenarnya tidak maksud apapun, Ken hanya ingin membantu melepas mahkota di kepala Alana.
"Aku hanya ingin membantumu," balas Ken kemudian.
Diam-diam Alana menghela nafas lega meski masih ada pikiran macam-macam dalam hatinya.
"Sudah terlepas, tidak sakit kan?"
Alana menggeleng dan masih dalam perasaan yang sangat canggung.
"Memangnya Kyle atau asistennya kemana? Kenapa dia tidak membantumu melepas semua ini?"
"Aku tidak tahu Ken, aku kelelahan jadi aku langsung ke sini dan kupikir aku bisa melepasnya sendiri."
"Sini, biar aku saja yang melepas gaunmu."
Alana membelalak, lalu dengan refleks ia menolaknya.
"Coba saja kalau kamu bisa," tantang Ken.
Ken lalu duduk di tempat tidur dan melepas tuksedonya. Sementara Alana semakin deg-degan sambil melirik ke arah Ken. Ia sebenarnya kesulitan melepas gaunnya, tapi Alana malu kalau harus dibantu Ken.
"Susah kan?"
Alana mengangguk, lalu ia pasrah saat Ken kembali ke arahnya dan membantu membuka resleting belakang gaunnya.
Meski Alana menggunakan manset, tapi tetap saja ia malu, apalagi saat gaun itu terlepas semuanya, Ken tertegun melihat Alana yang hanya menggunakan manset dan legging selutut saja.
"Ken, aku ke kamar mandi dulu," sela Alana sambil ingin melarikan diri dari hadapan Ken.
Namun dengan cepat tangan Ken mencegah, lalu justru menarik ke dalam pelukannya.
"Bagaimanapun aku suamimu sekarang. Aku juga ingin merasakan seperti pengantin lainnya, meski awalnya ini hanya sebuah perjanjian kontrak di antara kita."
Alana bergidik ngeri mendengar kata-kata Ken. Ingin sekali ia melarikan diri tapi Ken justru memeluknya dengan erat.
"Tapi Ken... Bukankah kita hanya pura-pura?"
Ken memandang Alana dengan tatapan kecewa setelah itu ia melepas pelukannya. Alana menyadari kekecewaan Ken dan ia buru-buru minta maaf.
"Aku tidak masalah jika harus melayanimu malam ini Ken, tapi... anggaplah aku sebagai istrimu yang sesungguhnya, meski aku tidak masalah kamu harus menyembunyikan pernikahan ini," lirih Alana.
Setelahnya Alana justru menangis tersedu-sedu di depan Ken, seakan melepas semua kesedihan yang selama ini ia pendam.
Membuat Ken merasa tidak tega, ia tidak menyangka bahwa pernikahan pura-puranya itu akan begitu menyakiti hati Alana.
"Maafkan aku Alana, aku sudah melibatkanmu sejauh ini. Mandilah dan istirahat!"
Alana mengusap air matanya lalu mengangguk, ia kemudian pergi dari hadapan Ken dan bergegas ke kamar mandi.
Ken duduk di tempat tidur dengan suasana yang kacau, tentu saja ia seperti ini karena ditinggal pergi oleh Viola, bahkan sebelum pesta itu selesai saat Ken tak sengaja membuka akun media sosialnya, tampak postingan Viola yang sedang pemotretan dengan aktor tampan luar negeri dengan begitu mesra.
Membuat Ken sekacau ini sekarang.
"Ken, apa kamu juga tidak ingin membersihkan diri?" suara Alana yang baru keluar dari kamar mandi membuatnya terkejut.
Ken lalu mengangguk dengan lesu.
Malam itu, tidak terjadi apapun antara Alana dan Ken, usai keduanya mandi, mereka langsung pergi tidur bersama dalam satu ranjang, tapi karena suasana yang canggung mereka justru terlelap hingga pagi menjelang.
Barulah saat pagi, ketika Alana hendak bangun, ia kaget karena Ken ternyata sedang memeluknya begitu erat dari belakang.
Membuat jantung Alana seketika berdegup begitu kencang, wajahnya pun memerah, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.
Sementara Ken justru tidak mau melepas pelukannya pada Alana.
"Viola, tolong jangan pergi dariku!"
Bagai disambar petir di pagi hari, hati Alana hancur seketika, disangka Ken memang menerima tawarannya tadi malam untuk menjadikan dirinya istri yang sesungguhnya, tapi justru bersikap seperti itu karena dikiranya Viola.
Alana kemudian melepas pelukan pada Ken dengan kasar, hingga membangunkan Ken.
"Alana, ada apa denganmu? Kenapa kamu menangis lagi?" tanya Ken tanpa merasa bersalah karena memang tadi ia sedang mengigau.
"Tidak apa-apa Ken, aku hanya mimpi buruk," balas Alana sewot sembari mengusap air matanya begitu kasar.
Ia lalu bergegas mandi dan bersiap-siap karena ia tahu kapal pesiar yang mereka tumpangi akan segera mencapai pantai setelah ini.
***
Akhirnya kapal telah mencapai pantai dan semua orang keluar dari sana. Alana masih sangat kesal terhadap Ken, meski begitu ia harus tetap berpura-pura tidak terjadi apapun padanya saat di depan semua orang terlebih Oma Riana.
"Ya Tuhan, sampai kapan aku bisa bertahan dalam situasi seperti ini?" Alana mengeluh dalam hati.