"Setuju apa?" tanya Alana lagi sambil masih tetap waspada terhadap gerakan Ken.
"Setuju kalau menganggapmu sebagai istriku yang sesungguhnya, tapi hanya dalam masa pernikahan yang sudah kita tetapkan, juga tetap akan merahasiakanmu demi karirku, bagaimana?"
Alana mengangguk setuju, ia bersyukur karena baginya itu adalah sebuah kemajuan, maka meski deg-degan Alana bertindak pasrah sekarang, Ken menatap Alana tak sabar, matanya dipenuhi hasrat yang begitu menggelora, untuk pertama kalinya ia mendaratkan bibirnya pada bibir ranum seorang perempuan dan itu istrinya.
Alana menerima ciuman itu dengan jantung yang berdebar semakin kencang, sementara Ken terus memagut bibir Alana dengan lembut.
"Ken," seru Alana lirih karena ia hampir kesulitan bernafas.
Ken tak peduli, ia terus menuntaskan hasratnya dengan melucuti satu persatu pakaian yang menempel di tubuh Alana dan sekarang tubuh mereka sudah tidak tertutup sehelai pakaian pun, Ken begitu bergairah karena ternyata diam-diam ia mengagumi tubuh Alana yang putih bersih dan sangat berisi meski tidak seseksi kekasihnya, Viola.
Alana terus mendesah menikmati permainan Ken, meski ia sangat kesakitan saat Ken pertama kali menyatukan tubuhnya, namun itu hanya berlangsung sebentar, setelahnya kenikmatan surgawi yang Alana rasakan.
Alana tersenyum haru saat Ken mencapai puncaknya dan nama yang disebut adalah namanya, setelah itu Ken mencium pipi Alana dengan penuh kasih sayang sebelum ia jatuh terkulai di samping tubuh Alana.
Nafas Ken terengah-engah, namun ia tersenyum sambil memiringkan tubuhnya menghadap Alana.
"Bagaimana dengan permainanku? Apa kamu suka?" goda Ken.
Alana mengangguk dengan malu-malu.
"Ken, aku tidak mimpi kan?" tanyanya kemudian.
Ken menggeleng dengan senyum manis yang menyungging di wajahnya, membuat Alana semakin jatuh cinta padanya.
Hal itu membuat Alana tidak bisa menahan diri untuk tidak menatap wajah Ken yang begitu tampan, seperti sebuah maha karya Tuhan yang diciptakan begitu sempurna, Alana tersenyum puas, ia tidak hanya menjadi fans Kenike tapi saat ini ia bahkan menjadi istri yang sesungguhnya.
Alana tidak bisa menahan diri untuk menggerakkan bibirnya membentuk senyuman bahagia.
"Ken, aku berjanji apapun yang terjadi aku akan tetap mempertahankan pernikahan ini sampai kapanpun, aku tidak peduli lagi dengan surat perjanjian itu, kita sudah terikat hubungan yang sah di mata Tuhan, aku tidak ingin menyia-nyiakannya," batinnya.
Setelah mengatakan itu, perut Alana berbunyi keroncongan, ia lupa kalau sedari tadi ia belum makan apapun kecuali hanya sarapan roti dan susu saja saat masih di kapal pesiar.
"Maaf aku membuatmu sangat lelah, biar aku membereskan diri dulu dan mengambilkan makanan untukmu."
"Tidak Ken, aku saja," tolak Alana cepat.
"Kamu yakin? Aku jamin kamu tidak akan bisa jalan seperti biasa setelah ini."
Awalnya Alana tidak percaya, tapi saat ia hendak turun dari tempat tidur saja rasanya susah. Alana merasakan rasa nyeri luar biasa di area kewanitaannya, maka ia menurut saja dengan perintah Ken.
Ia jadi sangat bahagia karena Ken berubah jadi lebih perhatian sekali padanya.
"Terimakasih Ken, tapi setelah kamu mandi tolong bantu aku turun dari tempat tidur, ternayata rasanya sakit sekali."
"Bagaimana kalau kita mandi bersama?"
Alana mendelik seketika lalu ia menggeleng cepat, Ken semakin tertawa lalu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Saat Ken selesai mandi, hari sudah malam, Alana juga sudah selesai membereskan dirinya, badannya juga lebih segar dan rasa nyerinya sudah berangsur hilang, maka ia dan Ken turun ke lantai dasar untuk makan malam bersama Oma.
"Seharian kalian tidak keluar kamar, apa kalian tidak lelah?" goda Oma.
Alana tersenyum malu-malu menghadapi perkataan Oma, sementara Ken justru sangat antusias untuk menjawab.
"Bukannya Oma ingin Alana secepatnya hamil?"
Oma terkekeh mendengar jawaban Ken.
"Tapi kasihan Alana, Ken."
"Tidak Oma, jangan dengarkan Ken. Aku justru tadi ketiduran."
Oma Riana hanya manggut-manggut sembari tersenyum, setelahnya ia mengganti topik lain.
"Besok Oma harus berangkat ke Malaysia Ken, sudah saatnya Oma ke sana, Oma ingin sembuh dan melihat cicit-cicit Oma,"
"Baiklah besok Ken antar ke bandara bersama Alana."
Oma Riana mengangguk, setelahnya mereka menikmati makan malam tanpa obrolan apapun lagi.
Keesokan harinya, Ken dan Alana mengantar Oma Riana ke bandara pagi-pagi sekali, namun tanpa disangka Alana justru bertemu dengan keluarganya, untung saja saat mereka bertemu, ia sedang tidak bersama Ken karena kebetulan Ken perlu mengurus hal lain untuk keberangkatan Oma Riana, saat itu Alana sedang bersama salah satu bodyguard Ken.
"Alana!" seru Ario tak percaya.
"Ayah, ada di sini juga?" tanyanya basa-basi.
Meski kejadian itu masih sangat membekas di hati Alana, tapi bagaimanapun ia pernah dibesarkan dan dirawat olehnya, ia tidak mau durhaka.
"Iya, ayah dan semuanya akan tinggal di Jakarta. Ayah dapat pekerjaan baru yang bagus di sini."
Alana hanya manggut-manggut sembari memaksa dirinya untuk tersenyum pada laki-laki itu, sementara Nita, Bian dan ibunya menatap Alana dengan penuh iri.
Alana sangat berbeda dengan dulu, bahkan ia semakin cantik dan terawat seluruh badannya setiap harinya, tak hanya itu pakaian yang dipakai Alana hari ini, dan juga seluruh aksesoris seperti tas dan sepatunya semuanya serba branded.
Nita dan ibunya jadi semakin penasaran terhadap kehidupan Alana sekarang, mereka berjanji dalam hati akan mencari tahu mengapa Alana bisa berubah setajir itu.
Sementara Alana merasa puas dipandangi oleh mereka dengan tatapan iri seperti itu, hingga alisnya terangkat sambil menampakkan senyuman yang tidak terlihat seperti senyuman.
"Nyonya Muda, ayo! Tuan Muda sudah menunggu kita di sana," ajak bodyguardnya.
Alana mengangguk lalu berpamitan kepada ayahnya namun tidak pada lainnya, hal itu membuat Nita dan ibunya semakin sewot.
"Mas, anak kamu sangat kurang ajar, dia bahkan tidak menyapaku sama sekali," protes Claudya bersungut-sungut.
"Sudahlah, kamu juga tidak pernah menganggapnya, wajar kan?"
Claudya semakin kesal, namun Nita dan Bian segera membujuknya.
"Ma, sudahlah jangan marah-marah terus, malu didengar orang."
Claudya masih tidak mau menyerah.
"Mas, kenapa kamu tadi tidak tanya dia sekarang tinggal di mana? Aku penasaran sebenarnya dia kerja apa di sini, sampai bisa setajir itu sekarang, bahkan sampai punya bodyguard segala," Claudya masih mengoceh sepanjang keluar dari bandara.
"Iya Pa, Nita juga sangat penasaran, apalagi tadi bodyguardnya memanggil Alana dengan sebutan Nyonya Muda dan dia ditunggu oleh Tuan Muda, apa jangan-jangan Alana sudah menikah?" timpal Nita.
Ario menghentikan langkahnya sejenak, ia juga tadi mendengarnya dengan sangat jelas.
"Iya Mas, jangan-jangan Alana sudah menikah tapi tidak memberitahumu."
Ario tampak berpikir, entah kenapa ia mendadak kecewa.
"Apa benar seperti itu? Tapi kenapa dia tidak memberitahuku? Bukankah aku masih ayahnya?"