Ternyata dugaan Alana melesat jauh, ia segera tahu siapa orang yang sedang menghubungi Ken saat laki-laki yang akan menjadi suaminya itu tertawa sambil menyebut nama 'Chia'.
Alana teringat sesuatu bahwa Ken sedang membintangi sebuah sinetron baru yang seminggu terakhir ini berada di puncak rating, dan perempuan itu adalah lawan main Ken sebagai PU perempuannya, Acachia Colin, perempuan blasteran Indonesia – Australia yang begitu cantik dan mempesona, usianya juga masih muda, selisih dua tahun lebih muda daripada Alana.
Ken dan Chia sudah terlibat sebagai couple dalam beberapa judul sinteron dan mereka selalu sukses membuat semua penonton sekaligus penggemar mereka baper.
Alana bahkan beberapa lusa lalu masih sangat mengidolakan sosok Chia, tapi ada apa dengannya hari ini? Ada kemarahan yang tak bisa ia ungkapkan, Alana cemburu.
Hal itu membuat Alana mendadak sesak nafas, ini baru permulaan namun Alana sudah dibuat pusing oleh beberapa perempuan cantik di sekeliling Ken. Ia lalu mencoba mengontrol ekspresinya saat Ken kembali ke arahnya.
"Jordi sudah datang, ayo kuantar kamu ke depan."
Suara Ken terdengar lembut dan penuh 'romantis', Alana jadi kembali deg-degan. Apalagi saat Ken mengulurkan tangan putih nan halus ke arahnya. Membuat Alana seketika hendak pingsan, ia pun ragu-ragu menerima tangan itu namun Ken yang merasa tak punya banyak waktu langsung menyambar dan menggandengnya.
Alana hanya diam tanpa sepatah kata pun dalam gandengan Ken, entah ia harus berbahagia atau berekspresi seperti apa, Ken orang yang susah sekali ditebak, terkadang terlihat romantis namun juga terkadang terlihat acuh tak acuh sekali padanya.
Alana masih belum bisa memahami karakter Ken yang sebenarnya, jelas Ken berbeda dengan sosok yang dikenalnya di depan layar TV yang selalu tampil baik hati seperti malaikat, namun sepertinya ia hanya menjaga image baiknya sebagai seorang aktor terkenal.
"Beritahu pada Oma, kalau aku harus kembali ke lokasi syuting. Kita akan bicarakan semuanya besok siang, jadwalku besok agak longgar."
Alana hanya mengangguk, lalu ia masuk mobil rolls royce putih, sementara Ken menuju ke super car McLaren orange miliknya.
Dalam perjalanan pulangnya bersama Jordi, Alana hanya diam seribu bahasa, ia begitu canggung, padahal dalam hati ia ingin sekali bertanya kenapa mobil yang dibuat menjemputnya terlihat seperti masih sangat baru, berbeda dengan Alphard yang ditumpanginya tadi sore bersama Amanda.
"Alana, perkenalkan saya Jordi, sopir pribadi sekaligus asisten perlengkapannya Mas Ken," ujar Jordi tiba-tiba.
Alana agak kaget, ia tidak menyangka Jordi akan mengajaknya mengobrol juga memperkenalkan diri padanya.
"Oh iya Jordi, salam kenal," balas Alana dengan sangat canggung.
Pasalnya ia hanya berdua dengan Jordi, meskipun Alana tidak memilih duduk di samping Jordi di kursi depan.
"Setelah kamu menikah dengan Mas Ken, aku akan jadi sopir pribadi kamu juga, jadi jangan sungkan meminta bantuanku," jelasnya lagi diselingi tawa kecilnya yang ramah.
Alana hanya mengangguk dan mengiyakannya.
"Kamu tahu? Mobil ini baru dibeli Oma hari ini. Beliau memenuhi janjinya jika Mas Ken mau menikah dengan perempuan pilihannya maka beliau akan menghadiahkan mobil mewah ini pada kalian," ucapnya lagi dengan antusias.
Alana hanya manggut-manggut dan tertawa kecil mendengar segala penuturan Jordi. Meskipun dalam hati ia sangat syok karena ia tahu hanya ada beberapa artis kalangan atas yang mampu membeli mobil seharga belasan sampai puluhan milyar tersebut.
"Kamu sangat beruntung, Alana."
"Iya Jordi terimakasih," balas Alana lagi.
Saat mengucap itu, ia sudah sampai di gerbang besi yang menjulang tinggi rumah Oma Riana, tak lama kemudian security buru-buru membukakan gerbang itu, lalu Jordi memarkir rolls royce putih di garasi super luas berjejer dengan lima mobil mewah lainnya.
Alana baru tahu kalau mobil mereka sangat banyak, ia lalu masuk sendiri ke pintu utama rumah Oma Riana karena Jordi kembali pergi dengan mobil lainnya, menyusul Ken ke lokasi syuting.
"Selamat datang Nona Alana, apa yang ingin anda butuhkan?" sapa Pelayan perempuan yang seketika membuat Alana kaget, ia tidak terbiasa seperti itu.
Saat di rumah sempitnya yang berada di kota Batu, Alana pulang atau tidak bahkan tidak ada yang peduli, apalagi disambut dengan begitu ramah seperti sekarang ini.
"Emm tidak, terimakasih. Aku hanya ingin menanyakan apa Oma Riana sudah tidur?" balas Alana.
"Sudah Nona, Oma Riana baru saja istirahat setelah makan malam dan minum obat."
"Baiklah, terimakasih pelayan. Aku akan ke kamar dan membersihkan diri."
Pelayan itu mengangguk dan membungkuk dengan penuh hormat, lalu mempersilahkan Alana untuk menaiki tangga yang menuju ke kamarnya.
Di dalam kamar, Alana langsung membanting diri di super bed yang sangat empuk baginya. Ia melepas lelah, lalu bergegas ke kamar mandi dan segera membersihkan diri.
Saat ia sudah keluar mandi dan menghampiri almari putih di samping tempat tidurnya, ia begitu terkejut. Beberapa pakaian baru dan bagus untuknya sudah tertata rapi dan itu sangat lengkap, hingga tersedia pakaian dalam.
Hingga Alana bertanya-tanya sendiri dalam hati, siapa yang sudah menyiapkan semua ini padanya.
Namun ia menebak ini semua pasti suruhan Oma Riana, tidak mungkin Ken.
Alana tersenyum senang sambil menyambar setelan piyama satin berwarna rosegold yang terlihat sangat mewah baginya.
Ia berlenggak-lenggok di depan kaca besar yang tertempel di almari putih itu dengan sangat girang, Alana terlihat sangat cantik dengan setelan itu, senyum bahagia segera menyembul di wajahnya yang cantik hingga menimbulkan lesung pipit yang semakin membuatnya cantik nan manis.
Baru kali ini Alana memiliki setelan baju tidur yang sangat bagus, biasanya ia aka memakai kaus dan celana panjang yang sudah sangat jelek untuk dipakainya tidur, tapi malam ini ia bagaikan putri raja dengan segala kemewahan yang mengelilinginya.
Tak hentinya Alana bersyukur, ia lalu mengambil mukenah yang juga baru di almari itu, ia selalu ingat pesan almarhum ibunya untuk tidak meninggalkan sholat dimanapun ia berada.
Seusai sholat, tiba-tiba handphonenya berdering, ia lupa kalau Ken telah memberinya tadi siang, maka ia segera mengecek di dalam tasnya.
Ternyata itu Ken, Alana buru-buru menjawab panggilan itu.
"Assalamualaikum, ada apa Ken?"
"Waalaikumsalam, emm apa kamu sudah sampai rumah?"
"Sudah, aku bahkan sudah membersihkan diri dan sholat," jawab Alana lagi.
"Baguslah kalau gitu, apa Oma sudah tidur?"
"Sudah, tapi aku belum mengeceknya sendiri ke kamar Oma, pelayan yang tadi mengatakannya padaku. Aku akan mengeceknya setelah ini."
"Tidak usah, istirahatlah."
Alana tersenyum, entah kenapa ia senang sekali saat Ken mengucapkan seperti itu dengan nada yang begitu lembut.
"Baik," jawab Alana canggung.
Setelahnya Ken mengatakan akan kembali take dan sambungan telepon terputus.
Alana berjingkrak senang, meskipun poin yang sampai digaris bawahi dengan bolpoin merah dalam surat perjanjian pernikahan tadi kembali menghantuinya.
Alana tak peduli, ia yakin itu hanyalah dokumen yang bisa saja berubah karena sebuah proses.
Ya, ia tetap berharap suatu saat Ken akan mencintainya dan menganggapnya sebagai istri yang sesungguhnya dan bukan untuk peran semata.
"Bukannya aku ingin ingkar janji Ken, tapi maaf kalau aku mulai nyaman bersamamu," batinnya.