***
Pagi-pagi sekali Alana sudah bangun, setelah membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim, ia lalu terjun ke dapur, beberapa pelayan buru-buru mencegahnya namun Alana tak peduli, itu kebiasaannya setiap pagi, sebagai juru masak di rumahnya.
"Bibi, apa sarapan kesukaan Oma?" Tanya Alana pada kepala pelayan yang usianya hampir setara dengan Oma Riana.
"Susu kedelai dan oatmel dengan toping buah-buahan segar." Jawab Bibi Mer yang sambil memasak ikan salmon kesukaan Ken.
"Oma tidak makan nasi, Bibi?" tanya Alana lagi, ia sedikit terkejut.
"Kalau jantung Oma sedikit kambuh, pasti Oma tidak akan mau sarapan nasi."
Alana manggut-manggut, lalu dengan cekatan menuangkan susu kedelai yang sudah disiapkan ke dalam gelas kaca berukuran sedang, setelah itu ia memasak oatmel dan memotong sendiri buah-buahan segar yang sudah tersedia.
Setelah semuanya siap, Alana lalu menyiapkan ke meja makan tepat di posisi yang biasa Oma duduki. Alana baru tahu Oma tidak suka sarapan di kamar, kecuali beliau tidak bisa bangun, Bibi Mer yang baru saja memberitahunya.
Maka Alana ke atas untuk membangunkan Oma dan mengajaknya sarapan.
"Apa Oma sudah bangun?" tanya Alana dengan suara lirih saat ia memasuki kamar Oma yang tak kalah luasnya dengan kamar yang ia tiduri semalam.
Oma mengangguk dan beliau sudah rapi, pasti pelayan yang sudah membantunya membersihkan diri, pikirnya.
"Aku sudah siapkan sarapan untuk Oma," ujar Alana dengan senyuman yang membuat orang tua itu semakin terlihat bahagia.
"Baik, ayo kita sarapan Sayang."
Alana mengangguk lalu mendorong kursi roda Oma Riana dan masuk ke pintu lift yang ada di sebelah kamar Oma Riana.
"Kapan kalian akan melaksanakan pertunangan? Apa Ken sudah mengajakmu bicara untuk masalah serius ini?" pancing Oma Riana saat di meja makan.
"Ken bilang akan membicarakan siang ini bersama Oma juga."
Oma Riana manggut-manggut dengan seulas senyum penuh kebahagiaan, sementara Alana merasa bahwa menunggu siang itu sangat lama, ia tidak sabar menunggu Ken pulang dan membicarakan rencana pertunangannya.
Selain itu ia ingin segera menerima cek 100 juta dari Ken dan tidak sabar pulang ke kampungnya untuk memberikan cek itu kepada ayahnya, serta mengumumkan pernikahannya dengan sang idola.
Itu pasti akan jadi momen tak terlupakan untuknya.
Mengingat selama ini ia selalu dianggap sial dan tak berguna di keluarganya, bahkan ayahnya sendiri pun selalu mengumpatnya seperti itu.
Alana bukan anak kandungnya, almarhum ibunya divonis tidak bisa memiliki keturunan dan ngotot untuk mengadopsi Alana dari panti asuhan, sejak saat itu ayah Alana semakin muak hingga ia selingkuh.
Alana menepis ingatan pahit itu dengan menyesap teh hangat yang baru saja diberikan oleh Bibi Mer.
"Apa Ken memberitahumu jam berapa dia akan pulang?" tanya Oma Riana tak sabar.
Alana menggeleng.
"Baiklah, Oma akan sabar menunggunya.
Tak terasa hari merangkak begitu cepat, sudah pukul 12 siang, saat itu Ken sudah pulang dan berkumpul bertiga bersama Alana dan Oma di ruang tengah.
"Maaf aku harus menyampaikan ini, kalau produser dan pihak management melarangku untuk mengumumkan ke publik tentang pertunangan ini Oma, mereka keberatan karena aku dan Chia sedang hangat-hangatnya di sinetron terbaru kami."
Wajah Oma Riana berubah murung namun tak menampakkan kemarahan sedikitpun, ia segera menyadari bahwa cucunya sedang terikat kontrak kerja dan ia tetap harus profesional.
Sementara Alana mendadak linglung, itu artinya ia juga harus menutupi pernikahannya di depan keluarganya. Bagaimana bisa? Alana justru takut ayahnya akan berpikiran negatif terkait perubahan dirinya yang begitu drastis.
"Itu artinya mereka juga ingin merahasiakan pernikahanmu nanti?"
Ken dengan berat hati mengangguk.
Oma Riana kemudian melenguh nafas berat, sementara Alana masih diam bagai patung.
"Bukankah itu tidak penting Oma? Yang terpenting adalah aku tidak menolak untuk menikahi Alana."
Oma Riana hanya manggut-manggut lalu melirik ke arah Alana yang ada di sampingnya.
"Bagaimana menurutmu Alana? Apa kamu tidak keberatan?"
"Tidak apa-apa Oma."
Alana dengan gagap menjawab, padahal dalam hati ia sangat keberatan meskipun ia juga belum sepenuhnya siap go publik sebagai pasangan Ken.
"Baiklah kalau tidak masalah, Oma setuju, tapi saran Oma kalian tidak perlu bertunangan, bagaimana kalau langsung menikah?"
Ken terlihat yang pertama terkejut, namun ia segera mengontrol dirinya untuk tetap tenang, ia tidak mau terlihat keberatan sedikitpun di depan omanya, Ken takut itu akan mempengaruhi kesehatan Oma.
Sedangkan Alana hanya sedikit terkejut setelah itu ia kembali tenang bagai air laut yang begitu dalam.
"It's okey, aku diizinkan untuk cuti minggu depan."
"Well, kalau begitu minggu depan kalian akan menikah, bagaimana Alana?" tanya Oma Riana lagi.
"Iya Oma aku juga tidak masalah," balas Alana dengan senyum yang dipaksakan.
Mereka semua sepakat dan pernikahan akan digelar minggu depan secara tertutup tanpa seorangpun yang tahu kecuali orang-orang yang bekerja di rumah Oma Riana.
Bahkan, Alana saja tidak boleh memberitahu keluarganya, itu karena Alana mengaku bukan anak kandung ayahnya saat Oma Riana bertanya tentang wali nikah.
Oma Riana akan meminta bantuan asistennya untuk mendatangkan wali hakim dari KUA sebagai gantinya.
"Terimakasih kalian sudah mau menuruti permintaan Oma, kalian tidak perlu khawatir, Oma yang akan menyiapkan semuanya," jelasnya dengan penuh bahagia.
Ken hanya mengangguk disusul oleh Alana, mereka masih tidak menyangka Oma begitu antusias dan mempercepat hari itu.
Setelah mengatakan demikian, Oma Riana pamit dan memanggil pelayan untuk membantu ke kamarnya, tinggallah Alana dan Ken berdua di ruang tengah.
Saat ia melihat Oma sudah benar-benar masuk ke kamarnya, Ken langsung menggandeng tangan Alana ke teras belakang, ia harus berbicara empat mata dengan perempuan yang akan menjadi istrinya itu.
"Ada apa Ken? Apa kamu sudah membawa ceknya?" tanya Alana tak sabar.
Ken lalu menyerahkan cek itu ke tangan Alana, ia tidak berbohong, mata Alana berbinar bahagia melihat cek bertuliskan nominal 100 juta itu diserahkan padanya.
"Terimakasih banyak Ken."
"Aku bisa memberimu lagi kalau kamu mau, tapi tolong rahasiakan pernikahan ini baik-baik, demi menjaga imageku," ujar Ken bersungguh-sungguh.
Entah kenapa Alana berubah begitu sedih, Ken mengucapkannya dengan begitu tegas dan sedikit mengancam. Membuat Alana merasa takut dan terbebani, tapi ia buru-buru mengangguk karena Ken sudah berbaik hati menepati janjinya.
"Bagus, aku pegang semua janjimu Alana, tolong jangan membuat kesalahan sedikitpun," ucap Ken lagi dengan tegas dan nada penuh penekanan.
Alana hanya bisa mengangguk dengan perasaan yang tiba-tiba terasa menyakitkan, sepertinya Alana harus mengubur dalam-dalam harapan bahwa Ken suatu saat akan berubah mencintainya.
"Itu tidak akan pernah terjadi Alana," batinnya seakan mengingatkan.