"Kamu sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan, kapan kamu akan pulang?" tanya Ken dengan wajah yang tiba-tiba berubah seperti biasa, padahal beberapa menit lalu ia terlihat sangat serius dan mengerikan.
"Emm, setelah ini. Aku akan meminta ijin Oma dulu," balas Alana dengan masih ketakutan.
Ken hanya manggut-manggut setelah itu ia terlihat mengotak-atik smartphonenya dan menghubungi sekarang.
"Aku sudah menghubungi Jordi, dia yang akan mengantarmu."
"Emm, hanya ditemani Jordi?"
Ken mengernyitkan dahi lalu menatap lekat wajah Alana yang masih terlihat ketakutan padanya.
"Kenapa?"
"Aku... tidak nyaman perjalanan jauh hanya bersama Jordi."
Ken tertawa kecil.
"Jordi hanya mengantarmu ke Bandara, perjalanan jauh apa?" tanya Ken sedikit kesal.
"Maksud kamu naik pesawat?"
"Odong-odong terbang mungkin," balas Ken semakin kesal.
Alana melotot, lalu menghentakkan satu kakinya dan pergi begitu saja meninggalkan Ken. Alana berpikir tidak akan merepotkan siapapun di sini, ia nanti akan meminta Jordi mengantarnya ke terminal dan ia akan pulang sendiri naik bus. Ya, lebih baik seperti itu, ia sudah terbiasa.
Melihat Alana tunggang langgang meninggalkan dirinya begitu saja, Ken tercengang sebentar, heran.
"Bagaimana bisa setelah ini aku akan menikahi perempuan aneh seperti dia? What the..."
Ken berhenti berucap karena bunyi panggilan dari smartphonenya, dan ternyata itu Viola, tentu saja mood buruknya langsung terusir seketika, Ken menyunggingkan senyum sumringah dan langsung menjawabnya.
Di saat Ken menerima panggilan dari Viola dan mengobrol dengan begitu mesra, Alana sudah pergi dari rumah Oma Riana sendirian tanpa siapapun yang menemaninya. Sebenarnya ia ingin memberitahu hal itu pada Oma Riana, namun saat ia masuk ke kamarnya, Oma Riana sedang tertidur pulas dan hal itu membuat Alana tidak tega membangunkannya.
Alana hanya meninggalkan surat bahwa ia hanya pulang sebentar ke kota asalnya. Alana juga tidak meminta Jordi untuk mengantarnya, ia memilih naik taksi, lagipula selain memberikan cek 100 juta, Ken juga memberi uang yang cukup kepada Alana.
Hampir satu hari perjalanan dan berpindah-pindah ke beberapa bus, Alana akhirnya disapa oleh hawa sejuk nan dingin pagi hari khas Kota Malang yang langsung menyergap dirinya begitu kuat saat ia sampai di terminal.
Ada perasaan bahagia saat ia kembali menginjakkan kaki di kota kelahirannya, apalagi ia telah membawa apa yang ayahnya minta selama ini. Alana hanya berharap setelah ini ayahnya tidak lagi meremehkan dan menganggap dirinya anak pembawa sial.
Alana menghela nafas, lalu masuk ke mobil taksi online yang ia pesan beberapa menit yang lalu. Entah kenapa Alana menjadi deg-degan sekaligus penasaran bagaimana respon ayahnya nanti saat ia menyerahkan cek 100 juta itu padanya. Alana takut ia justru akan diperolokkan oleh mereka mengingat kepergiannya yang dijebak oleh Nita.
Alana yakin, Nita pasti sudah membolak-balikkan fakta untuk kembali meracuni pikiran ayahnya saat ia pergi, mengingat kepergian Alana ke Jakarta saat ayahnya sedang bekerja ke luar kota.
"Pergi! Untuk apa kamu kembali ke sini lagi, aku tidak mau di rumah ini ada perempuan murahan sepertimu," bentak Ario, ayah Alana.
Deg, semua persis seperti ketakutan Alana beberapa jam yang lalu. Baru saja ia sampai di rumah peninggalan ibunya dan ia sudah menghadapi kemarahan ayahnya yang membabi buta, Alana segera tahu siapa dalang di balik semuanya. Ya, siapa lagi kalau bukan Nita, Bian dan ibu tirinya. Mereka tidak pernah menyukai Alana.
"Ayah, tidak bisakah kau..."
Ekspresi Alana berubah sangat terpukul saat dia tanpa sadar mencoba menjelaskan semua itu pada ayahnya, sementara ayahnya sudah berbalik dan meninggalkan dirinya yang masih berada di depan pintu.
"Perempuan murahan! Bisa-bisanya kamu kembali ke rumah ini, apa kamu tidak cukup bahagia di sana?" timpal Claudya yang tampak mencemooh dan menatap putri tirinya dengan penuh jijik.
Alana berdiri diam, tidak percaya apa yang dia dengar, sepertinya Nita sudah menebar racun ke pikiran semua orang.
"Hei lihatlah penampilannya Ma, dia sekarang bahkan memakai baju bagus dan aksesoris serba mahal. Alana, kamu harus mengucap banyak terimakasih padaku," sambung Nita yang juga ikut mencibirnya.
Alana mengggit bibir, berusaha menahan air matanya agar tidak kabur dari sepasang mata indahnya, ia justru berusaha tertawa lalu balik mencibir mereka.
"Setidaknya hidupku berubah sekarang, tidak seperti kalian. Lihatlah! Penampilan kalian bahkan menyerupai gembel."
Nita dan Caudya kompak melototi Alana dengan kemarahan yang sudah berada di ubun-ubun. Nita hendak menamparnya, namun Alana dengan cekatan menahannya dan mencengkeram tangan Nita dengan begitu kasar, hingga Nita berteriak histeris kesakitan, melolong memanggil ayahnya.
Ario kembali dengan wajah yang begitu murka.
"Lepaskan putriku, Alana!" ucapnya tegas dan penuh kebencian pada Alana.
Kata-kata itu membuat Alana seperti tertusuk oleh belati tajam, ia sendiri bahkan tidak pernah disebut seperti itu. Alana tersenyum dingin, lalu melepas cengkramannya di tangan Nita.
"Kenapa kamu masih disini? Pergi!" Ario kembali membentaknya dengan nada yang terdengar begitu menyakitkan di telinga Alana.
"Apa Ayah yakin ingin mengusirku secepat itu?" tanya Alana sinis sambil mengeluarkan cek 100 juta itu dari tas chanelnya.
"Apa Ayah tidak membutuhkan ini?" lanjut Alana sambil mengibarkan cek itu di depan mereka semua.
Syok
Mereka semua syok, membelalak tak percaya. Mungkin dalam benak mereka, bagaimana bisa dirinya mendapat uang sebanyak itu hanya dengan meninggalkan rumah kurang dari satu minggu?
Ekpresi Ario berubah, sedikit melunak karena jelas ia sangat membutuhkan cek itu. Alana tertawa sinis melihat perubahan emosi pada ayahnya.
"Alana, darimana kamu mendapatkannya?" tanya Ario dengan suara bergetar tak percaya.
Lagi-lagi Alana menyunggingkan senyuman sinisnya.
"Itu tidak penting Ayah, bukankah kau sudah berspekulasi sendiri tentangku?"
Ario melenguh nafas berat, mencoba menahan amarahnya, dalam benaknya ia harus bisa membujuk putri angkatnya dan mendapatkan cek itu untuk melunasi hutang-hutangnya. Sementara Nita, Bian dan Claudya masih mematung tanpa sepatah kata pun.
"Alana, aku yakin kamu gadis yang baik. Kamu tentu tidak ingin membiarkan ayahmu ini masuk penjara bukan?" Ario tampak angkat bicara lagi, mencoba membujuk Alana.
"Ya, aku gadis yang baik Ayah, maka kuberikan cek ini dengan cuma-cuma, tapi tolong jangan pernah percaya dengan omongan Nita," balas Alana sambil melirik tajam ke arah kakak tirinya.
Nita bergidik takut melihat tatapan tajam Alana padanya, hingga ia mundur beberapa langkah dan bersembunyi di belakang ibunya.
"Kalian semua tahu? Bahkan jika aku menjadi pelacur pun aku tidak akan pernah mendapat uang sebanyak itu dengan waktu yang singkat. Tolong pikir itu baik-baik," ujar Alana tegas.
"Maafkan kami semua Alana, ayo masuklah! kita bicarakan baik-baik dan..."
"Tidak perlu Ayah," Alana menyela dengan cepat perkataan ayahnya.
"Ambillah!" lanjutnya sambil menyerahkan cek itu secara cuma-cuma kepada ayahnya dan berbalik pergi meninggalkan rumah ibu asuhnya.
Mereka semua dibuat kembali syok oleh Alana.