Alana begitu ketakutan, ia phobia ketinggian, untuk itu dia semakin mencengkeram erat tangan Ken, keringat dingin segera menjalar di tubuhnya dan wajahnya semakin pucat, Ken berubah khawatir, takut jika Alana sampai pingsan setelah ini.
"Jangan khawatir Alana, aku ada di sini untukmu, jangan takut."
Kata-kata Ken seakan langsung menyihir diri Alana untuk melepas ketakutannya pelan-pelan, setelah itu ia bisa kembali mengontrol dirinya lagi seraya tersenyum kecil ke arah Ken.
"Sudah lebih baik sekarang?"
Alana mengangguk, pada saat itu pesawat sudah berhasil lepas landas jadi Ken ingin mengajak Alana menikmati kemewahan jet keluarga Wijaya di ruangan lainnya, tapi Alana menolak, tapi ia juga melarang Ken untuk pergi dengan tak mau melepas tangannya di tangan Ken.
Ken melirik tangannya seraya protes, "my hand."
Alana memasang wajah melas, masih sekitar satu jam lagi pesawat jet keluarga Wijaya untuk sampai di BSH, Ken hanya mendengus melihat Alana memohon padanya.
Tak terasa waktu merangkak lebih cepat dari apa yang diperkirakan, pesawat sudah mendarat mulus di BSH, namun Alana dan Ken justru tak sengaja tertidur sambil berpegangan tangan, hal itu membuat Jordi yang selalu jahil pada Ken, diam-diam mengambil gambar mereka yang tertidur begitu lucu, setelah itu ia berteriak kebakaran sambil tertawa cekikikan.
Alana dan Ken gelagapan bangun sekaligus panik luar biasa, Jordi yang tidak kuasa lagi menahan ekpresi mereka lalu mengangkat kedua tangannya sambil meminta maaf.
"I'm sory Bos, tapi kita sudah sampai di Bandara," ucapnya di sela tawanya yang tak kunjung berhenti.
Ken membuka sabuk pengamannya seraya melotot ke arah Jordi tanpa ampun, ia juga tak memperdulikan Alana lagi, ia turun dari pesawat itu dengan kesal.
"Jordi, kenapa kamu membuat Ken marah?"
"Tidak, percayalah itu tidak akan berlangsung lama, kami telah tumbuh bersama sejak kecil."
Balas Jordi yang sambil membantu Alana melepas sabuk pengamannya. Alana hanya manggut-manggut mendengar cerita Jordi yang sudah tinggal bersama Ken sejak ia masih berumur lima tahun, Jordi putra dari Bibi Mer.
"Aku sama sekali tidak melihat Ken, dimana dia?"
Jordi mengiyakan sembari bergumam, "sepertinya Ken sangat kesal jadi ia buru-buru pulang,"
Alana mengerutkan bibir, setelah itu ia masuk ke Rolls Royce putih yang sudah menjemputnya, dalam perjalanan ke kediaman Oma Riana, Jordi ternyata mendapat pesan dari Ken.
'Aku tadi tak sengaja bertemu Viola, aku bersamanya sekarang. Jangan kembali membuatku kesal, rahasiakan ini dari Oma dan Alana.'
Jordi tampak menghela nafas, lalu melirik Alana yang duduk melamun menyenderkan kepalanya ke jendela, entah kenapa Jordi merasa prihatin dengan Alana, ia tahu Ken sangat mencintai Viola dan tidak akan pernah mau melepasnya. Jordi lalu mencoba membuang pandangannya ke sembarang arah saat Alana memergokinya. Kebetulan hari itu Pak Jeki, sopir Oma Riana, yang menjemput mereka.
"Ada apa Jord? Apa Ken menghubungimu? Dia bilang apa?"
"Ken kembali ke lokasi syuting."
"Baiklah."
Tak terasa setelah itu, perjalanan menuju ke rumah Oma Riana begitu cepat, setibanya di Green Garden, kediaman Oma Riana, Alana langsung menghambur masuk, ia tak sabar bertemu dengan perempuan itu, Alana hanya ingin mengatakan bahwa ia baik-baik saja.
Alana lalu memeluk erat Oma Riana begitu ia sampai di ruang tengah, sepertinya hanya kepada perempuan ini ia menemukan kasih sayang yang tulus seperti mendiang ibunya, Alana jadi ingin menangis mengingat perlakuan semua keluarganya kemarin.
"Apa kamu baik-baik saja di sana Sayang? Apa mereka tidak pernah bertanya dimana kamu tinggal selama di ibu kota?"
Alana hanya menggeleng pelan, setelahnya ia menarik nafas dalam-dalam sembari berpura-pura tersenyum.
"Mereka tidak sebaik itu Oma, lupakanlah. Aku akan selamanya di sini untuk Oma."
Oma mengerutkan kening, sepertinya perempuan itu menangkap sinyal kekecewaan yang terpancar dalam diri Alana.
"Apakah terjadi sesuatu di sana?"
"Tidak Oma, jangan pikirkan lagi, yang terpenting aku sudah kembali untuk Oma dan Ken."
Oma lalu mengangguk, menghargai Alana yang tak ingin membahas semuanya lebih jauh.
"Istirahatlah, nanti sore Beni Dirga akan ke sini menemuimu."
"Ada apa Oma?"
"Terkait baju pengantin di pernikahanmu nanti."
Alana hanya manggut-manggut, ia tidak percaya pernikahan rahasianya masih melibatkan orang luar seperti Beni Dirga, apakah itu akan aman? Harusnya pernikahan itu digelar sesederhana saja, ia tak akan masalah, lagipula pernikahan itu tidak terlalu penting bagi Ken. Ah, batin Alana kembali sesak mengingatnya.
Setelah makan siang di ruang makan bersama Oma, Alana pamit untuk kembali ke kamarnya, ia juga sudah memberitahukan bahwa Ken kembali ke lokasi syuting setelah menjemputnya tadi.
Padahal, di tempat lain, Ken sedang menikmati makan siang berdua di restoran ternama bersama Viola, sebuah restoran premium yang berada di area penthouse gedung MD Place Building, dengan menu khas jepang dipadu sentuhan Korea.
Sepiring tacos dengan daging sapi wagyu dan saus tomat ponzu pedas menjadi menu pilihan mereka siang ini, Ken menikmati makanan itu dalam diam, tak peduli dengan Viola yang sedari tadi mengamatinya dengan tatapan ingin tahu. Ya, tidak biasanya Ken segelisah itu saat bersamanya.
"Apa ada yang ingin kamu bicarakan padaku?"
Ken tak peduli, ia masih berusaha menghabiskan beef tacos andalannya, lalu menegak segelas jus jeruk hingga tandas setengah, setelahnya ia mengusap mulutnya hingga bersih dengan sapu tangan yang disediakan.
"Tidak suka makanannya?" tanya Ken sambil melirik makanan Viola yang hanya terjamah sedikit.
"Aku kenyang, kamu belum menjawab pertanyaanku," tegas Viola dengan tatapan penuh intimidasi.
Sejujurnya Viola sangat tidak suka sikap Ken yang seperti itu, apalagi lima belas menit lagi ia ada pemotretan dengan salah satu brand fashion luar negeri, Viola tidak mau waktunya sia-sia.
Ken masih diam sambil tak berhenti memandangi Viola yang selalu tampil sempurna di hadapannya, sudut bibirnya terangkat hingga membentuk senyuman kecil.
Ken berbohong pada Alana, ia belum bicara soal pernikahannya dengan Viola, untuk itu saat ini ia ketakutan sendiri, hingga tak berani mengeluarkan sepatah katapun.
"Baiklah, aku pergi Ken, lima belas menit lagi aku harus sampai ke Grand Tower untuk acara pemotretan."
Dengan santai tangan kekarnya menahan gadis cantik yang ada di depannya, membuat Viola kembali ke posisi sebelumnya dengan tatapan kesal.
"Duduklah, aku hanya perlu bicara denganmu tiga menit, tidak lebih."
Viola mengangguk setuju dan siap mendengarkannya dengan serius.
"Minggu depan Oma memintaku menikah dengan perempuan pilihannya."
Pupil Viola membesar karena terkejut, ia tidak menyangka momen itu akan berlangsung secepat ini, meski tahu momen itu pasti akan datang padanya karena ia sudah beberapa kali menolak lamaran Ken dan tidak ingin meninggalkan karirnya yang sedang cemerlang.
"Lalu?"
"Aku tidak akan meninggalkanmu, pernikahan itu hanya pernikahan kontrak yang kubuat tanpa sepengetahuan Oma, aku harap kamu tetap ingin berkomitmen denganku."
Viola sedikit menaikkan salah satu alisnya, ia kembali terkejut. Meski begitu ia tetap berusaha tenang, itu salah satu keahliannya.
"Baiklah, kita bicarakan ini lagi nanti, aku ingin bertemu dengannya nanti malam, jam 7 di Paviliun Megan, Vanila Resto."
Ken menghela nafas lega, apapun tanggapan Viola ia sudah bicarakan semuanya, lagipula Viola sama sekali tidak menampakkan kemarahan sedikitpun, Ken berharap Viola bisa bergabung dalam rencananya.
"Oke, aku akan bawa dia ke sana nanti."
"Baik, aku pergi sekarang."
"Ijinkan aku mengantarmu."
Viola menggeleng, lalu memasang muka manis pada Ken, seakan berkata ia baik-baik saja.
"Asistenku Dian sudah menunggu di mobil. Bye Ken."
Ken mendengus, lalu terpaksa membalas lambaian tangan Viola seraya tak berhenti memandangi punggung perempuannya yang berangsur pergi dari hadapannya.
"I'm sory Viola, aku tahu kamu tidak akan baik-baik saja setelah ini."