"lu mau kemana?"
Oh shat!!. Hantu bugil yang memiliki bokong seperti duren montong ini. Tiba-tiba saja ada didalam mobilku. Ingin rasanya kubelah duren di bamper bagian belakangnya.
"lu bisa nggak, kalo nongol nggak usah ngagetin, terus nggak usah ngebelakangin gua!" ujarku karena Aku tidak suka jika Rama membelakangiku.
Wajar saja Aku sedikit memarahinya. Ia duduk di kursi samping kemudi tapi Ia membelakangiku dengan kaki yang keluar menembus pintu mobil. Sesekali Rama melongok keluar dengan menembuskan kepala, menyisakan tubuhnya sampai kebokong didalam mobilku, mirip seperti sextoys.
"ngadep depan!! sekarang!!" Aku menyuruhnya dengan meninggikan suara.
Rama memutar tubuhnya menghadap kedepan, hatiku sedikit tenang, "ngomel-ngomel mulu, pantesan jomblo" ledek Rama
Aku duduk dikursi kemudi, kulirik Hantu Bugil di sampingku ini. Aku harus menjelaskan jika hari ini Aku belum bisa membantu seperti yang kujanjikan.
"sorry Ram, hari ini gua ada ketemu supplier gua, penting banget soalnya, gimana ya" jujur, Aku tidak enak dengan Rama.
"nggak apa-apa, jangan ampe bantuin gua bikin kerjaan lu terbengkalai, utamain kerjaan lu dulu aja" ujar Rama dengan lembut, Ia tersenyum. Manis, sayangnya hantu.
Rama memasang wajah memelas, wajah manisnya menghadap kearahku, "gua ikut boleh ya.."
"iya.." Aku mengusap rambutnya, Rama memang lucu sekali.
"tapi gua punya syarat buat lu" ujarku menaikkan alis.
"tolonglah gung, jangan apa-apain gua, gua cuma arwah penasaran" Rama menyingkirkan wajahnya.
Dasar hantu kepedean. Iya memang Aku suka bokongnya, tapi Aku cuma bercanda ingin mengecapnya. Aku tidak memiliki fantasi untuk bercinta dengan Hantu.
"nggak usah ngarep, gua cuma mau kasih syarat kalo lu jangan ajak gua ngobrol kalo ada hantu lain disekitar kita, gua males berhubungan sama hantu" ucapku ketus, kulirik Rama, dia seperti sedih mendengar ucapanku, "kecuali lu" Aku meralat ucapanku.
Rama tersenyum senang setelah Aku meralat ucapanku.
"siap Big!" Rama memberi hormat, "gua akan nurut ama persyaratannya"
"kok Big?" Aku mengernyitkan dahi.
"Big is Besar, Gede, Agung. Nama lu kan?" Rama melirikku dengan menempelkan sebelah pipinya di dashboard.
"ya juga.." Aku menggumam, "Agung artinya gede, pantes gua punya titit gede"
"jorok lu, mana gua udah liat lagi" ketus Rama.
"terus... menurut lu gimana?" tanyaku diiringi tawa.
"iya gede, puas lu dipuji hantu, wahai Agung yang bertitit agung" Rama memiringkan bibirnya.
Aku mulai men-starter mobilku dan melaju meninggalkan parkiran gedung yang ada di basement. Aku tetap fokus menyetir sesekali memperhatikan Rama, ada saja kelakuannya, kadang Ia mengobok-obok laci dashboard, kadang ia memainkan boneka yang lehernya bergoyang di atas dashboard. Aku membiarkannya, yang penting Rama tidak membelakangiku. Aku tidak tahan melihat mebelnya.
Mobil yang kulajukan terpaksa harus berhenti karena lampu merah yang berangka 100, lampu merah terlama di ibukota ini.
"Ram...gua bingung, lu bisa pegang ini pegang itu, nempel disini nempel disitu, tapi kenapa lu nggak bisa pake baju?" tanyaku penasaran pada arwah penasaran.
"gua juga nggak paham kenapa" Rama menjawab dengan lemas.
Kepalanya bersandar di kursi, tubuhnya agak diturunkan dan Ia meringkuk diatas kursi. Seandainya dia masih hidup, Ia persis orang yang habis kugauli paksa dan kehilangan keperjakaannya. Tinggal disuruh sedikit terisak dan bicara, "om abis apain Rama".
"mungkin gua ditakdirin jadi Arwah Bugil kali" celetuk Rama asal.
Aku tak bisa menahan tawa. Alhasil Aku tertawa terbahak-bahak, tak sengaja memukul setir mobil dan menyebabkan klakson berbunyi. Beberapa pengendara motor didepanku jadi melirik kearahku. Tengsin abis. Gantian Rama yang mentertawakanku.
"oh ya, syarat yang kedua belum gua bilang Ram"
"apaan tuh?" tanya Rama penasaran.
"jangan sekali-sekali ngadep belakang, gua males liat bemper lu, montok" godaku sambil menekan kata Tok seolah berqolqolah.
Rama memperbaiki duduknya menjadi duduk normal, "jadi lu beneran homosapiens?" mata Rama terbelalak, kujawab jujur saja dengan anggukan.
"duuh, gua kudu hati-hati, takut lu khilaf nusbol gua" ujar Rama tertawa.
"huh... gua nggak doyan ama hantu" ketusku seolah memberi pandangan sinis.
"kalo gua masih hidup?" Rama memancingku dengan pertanyaan sulit.
Sudah pasti jawabannya adalah iya, apalagi berjam-jam ini Aku melihat keseksian tubuhnya. Oh Come on..!! pecinta muscle bottom mana yang menolak bentukan Rama.
"tetep nggak doyan!" Aku ngotot , padahal Aku berbohong.
Lampu merah sudah berganti hijau. Aku melajukan mobilku kembali menembus jalanan Ibukota. Rama menutupi selangkangannya, kakinya Ia goyangkan seperti bergetar.
"lu kenapa?" tanyaku lembut.
"kebelet pipis" jawab Rama.
Aku lagi-lagi menggelengkan kepala, dasar hantu, ada ada saja.
"lu kan arwah, pipisin ajalah disitu" perintahku kembali tertawa.
"malu anjir, beda kalo lu nggak bisa liat gua" sungut rama.
Aku menggapai botol air mineral yang sudah tak berisi air, kusodorkan ke Rama, "nih, pake ini!"
"eh Big, punya gua emang kalah gede dari punya lu, tapi nggak sekecil itu juga, mana muat" Rama mendengus padaku.
Ekspresi Rama lucu bagiku, sayang Aku telat bertemu Rama, seandainya saja Aku bertemu saat Rama masih hidup, kupastikan Aku akan menjadi Agung si Bucin, wajah menggemaskan dibalik tubuh maskulinnya itu membuatku ingin mencubiti pipinya setiap hari.
Aku mencari sesuatu didalam mobil sambil sesekali tetap fokus menghadap jalanan, untung ada botol minuman isotonik bekasku, kusodorkan lagi ke Rama.
"nih pake ini! lubangnya agak gedean"
Tapi Rama malah menjatuhkannya tepat di bawah kakinya. Siaul!!.
"kenapa dijatuhin sih!!" Aku memarahi Rama.
"demi raja setan, gua nggak bisa megang" ujar Rama.
"kan raja setannya lu" sungutku.
Aku menepikan mobil dipinggir jalan, lalu kugapai botol dibawah kaki Rama, tapi kakinya menghalangiku, "singkirin kaki lu, setan!"
"emang gua setan" balas Rama tak mau kalah.
Rama menaikan kakinya keatas kursi, tanganku berhasil menggapai botol. Namun saat Aku menoleh ke kiri, oh motherfather!!, goa sempit indah tanpa bulu diantara bongkahan kesekalan bokong rama tepat menciderai pandanganku. Rasanya ingin kuhirup seluruh aroma serbuk sari yang bekedut-kedut itu. Kenapa bentuknya menggoda sekali.
"heh!! ngapain lu lama-lama disitu!!" sergah Rama membuat khayalanku buyar, amburadul dan berantakan.
Aku terkekeh dan dengan cepat mengalihkan pandangan serta menarik kembali kepalaku, sedikit lega walaupun rasanya ingin melongok lagi kesana.
Tahan nafsu, ingat ini hantu.
Aku mengucapkan kata itu berkali-kali untuk membuang pikiran kotor yang ada didalam otakku.
Rama mencoba mengambil botol dari tanganku, tapi tangan Rama malah menembusnya.
"nggak bisa!" keluh Rama yang bingung. Aku juga ikut bingung kenapa bisa tembus, padahal beberapa kali Rama memegang barang-barang di mobilku dan Dia bisa melakukan itu.
"oke fine!!" Aku mengeluarkan nafas dari mulutku. "sini gua pegangin!"
Entah ide dari mana, yang jelas Aku memegangi botol dan rama mengarahkan senjatanya masuk kedalam botol. Aku mengalihkan pandangan, tak mau melihat hantu bugil yang sedang pipis. Rama mendesah lega saat berhasil mengeluarkan semua air pipisnya. Shat!! baru kali ini Aku memegangi botol untuk dibuat pipis oleh hantu.
"udah Big, makasih ya" ujar Rama terkekeh.
Aku memperhatikan isi botolnya, sama sekali tidak ada air bekas pipis Rama, padahal Aku mendengar kucuran air kedalam botol itu.
"udah gua bilang pipisin aja, nggak ada isinya nih!" Aku membalikkan lubang botol ke bawah, tak ada air yang keluar setetespun.
"kan gua malu, tar dikira ngompol" jawab Rama cekikikan.
Aku kembali melajukan mobil menuju kafe, tempat janjian yang dikirim oleh Aya melalui chat.
* * *
Setelah selesai dengan urusan pekerjaanku. Aku kembali melajukan mobil menuju rumahku. Rumah yang kubeli dengan hasil jerih payahku sendiri. Aku membuka pagar rumahku dan menutup pagar kembali saat sudah memasukkan mobilku kedalam bagasi. Kami tiba sekitar pukul delapan malam karena terkena macet saat pulang.
Aku mengajak Rama masuk. Rama seenaknya menembus pintu rumahku. Ia celingak celinguk mengekori jalanku, sesekali Ia berhenti untuk melihat figura-figura yang terpajang saat Ia melewati ruang tamu. Aku menaiki tangga menuju lantai atas. Rumah yang kubeli memang berlantai dua, dan kamarku ada di lantai atas.
"keren lu Big, udah punya rumah semewah ini" Rama berdecak kagum, Ia merebahkan tubuhnya di springbed. Rama sudah masa bodoh memamerkan alat vitalnya.
"lu tinggal sendirian?" tanya Rama duduk di pinggir springbed, Ia berusaha mengambil bantal untuk menutupi kemaluannya, tapi lagi-lagi tembus. Rama jadi kesal sendiri.
Jangankan Rama, Aku saja bingung. Kadang Ia bisa menyentuh suatu benda. Namun terkadang Ia malah menembusnya, apa mungkin arwah juga butuh di training dulu.
"udah nggak usah ditutupin, gua udah biasa liat, udah seharian ampe mata gua bintitan" Aku tertawa dan ikut duduk di samping rama.
"lu sendirian di rumah segede ini?" tanya Rama mengulangi.
Aku mengangguk, "mau gimana lagi, nyokap sama bokap nggak mau tinggal bareng gua, mereka tetep mau di bandung sama kakak gua yang udah married, mereka nunggu rumah yang dibandung"
"nggak capek ngebersihannya?" tanya Rama lagi.
"untuk ngebersihan gua pesen jasa online" Aku beranjak dari kasur. Tubuhku lengket, Aku ingin mandi.
"lu hebat Big, masih muda udah sukses, keren" Rama memberiku dua jempolnya.
"masih belum ada apa-apanya, gua masih kuli, budak corporate" sahutku mulai melangkah kedalam kamar mandi di sisi ruangan kamarku, "mau ikut nggak?" cetusku membuat Rama memberiku kepalan tangannya.
Saat menyabuni tubuhku dibawah aliran shower. Mendadak tubuh Rama hadir didalam otakku. Sialun!!!.
Batangku malah ereksi. Kalau sudah begini, Aku harus menuntaskan hasrat. Terpaksa busa sabun menjadi korban kebejatan tanganku. Sambil membayangkan bokong Rama Aku membelai milikku yang menegang. Terus mengasahnya hingga Aku tuntas dengan tangan nakalku ini. Kemudian membilas tubuhku lagi hingga bersih.
Aku keluar kamar mandi dengan melilitkan handuk di pinggangku. Kulihat Rama sudah tertidur diatas kasurku. Aneh, setauku hantu tidak tidur, itu yang terjadi pada teman masa kecilku dulu, setiap tengah malam Aku dibangunkan untuk bermain. Tapi lain dengan Rama, Hantu bugil itu tidur menyamping dengan membelakangiku. Kenapa Aku harus dihadapkan dengan hantu berbokong sexy seperti Rama.
Gairahku kembali bangkit. Aku berusaha kuat melawan keinginan untuk mendekat. Aku segera mengganti pakaian dengan piyama. Aku mencoba menutupi tubuh Rama dengan selimut. Tapi selimutnya tembus. Mana bisa Aku tidur disamping Rama jika situasinya seperti ini.
"eh, Big" Rama mengerjapkan matanya, Ia menguap, "gua ketiduran" ujarnya tersenyum tipis.
"ya udah lu lanjut tidur aja" ujarku sambil mengambil bantal. Toh, Rama juga tidak memerlukannya.
"lu mau kemana?" tanya Rama saat Aku melangkah ingin keluar kamar.
"tidur di sofa" jawabku mulai menarik tuas pintu.
"ya jangan dong!" Rama melarangku, "ini kan rumah lu, gua aja diluar, kan gua nggak akan digigit nyamuk juga"
Rama melompat dari kasur, Ia berjalan mendekat dan memegang lenganku, sentuhan Rama sangat dingin, padahal Ac belum kunyalakan.
Aku memegang tangannya untuk dilepaskan dari lenganku, "udah nggak apa-apa" ujarku lagi.
"emang kenapa nggak bisa tidur bareng?" tanya Rama masih berusaha menahanku.
Aku meniup nafas, lalu menatap Rama, "lu kan tau gua homo"
"gak ada urusannya, lu kan tidur ama hantu"
"masalahnya lu bugil!!" ketusku membuat Rama cengengesan.
"ya emang kenapa sih kalo gua bugil?" tanya Rama lagi berpura-pura bodoh.
"pake nanya" Aku kembali menjawab ketus, "gua ngaceng! gua demen liat bokong hantu"
Rama terkekeh lagi, Ia menarik lenganku paksa ke springbed,"kita tidur berhadapan, lu liatin muka gua aja, kan muka gua bukan tipe lu, lu cuma demen bokong gua doang" cetus Rama memberi usul.
"ya udah, tapi awas lu kalo ngebelakangin gua!" ancamku menunjuk Rama.
Rama memberikan jari membentuk huruf V sambil mengatakan janji.
Aku merebahkan diri ke kasur, guling sengaja kuletakkan ditengah untuk pembatas. Rama dan Aku berbaring berhadapan dengan mata yang masih sama sama terbuka.
"lu ganteng big" celetuk Rama membuat dadaku berdegup kencang.
Wajah teduhnya, mata sayunya, bibir merahnya, pipinya yang sedikit chubby walaupun tubuhnya maskulin, hidung mancungnya. Rama salah. Bukan cuma bokongnya yang menjadi tipeku, tapi satu kesatuan yang ada di dirinya adalah laki-laki yang kusukai.
"gua Agung!" ketusku merubah posisi menjadi terlentang. Aku tidak kuat berlama-lama menatap Rama.
"big is besar, besar is gede, gede is Agung. So.... big is Agung" celoteh Rama dengan riang, "dan gua mau manggil lu Big, kalo Agung terlalu jawir buat cowok seganteng lu"
Pernyataan Rama membuatku bahagia. Aku lagi-lagi menyesal kenapa Aku tidak bertemu Rama sejak dulu, kenapa Aku bertemu Rama setelah Ia menjadi Arwah.
"makasih Big, hari ini gua sene....ng banget, nggak pernah gua seseneng ini selama gua hidup" ujar Rama, dan secepat kilat Rama mencium pipiku.
Aku terbelalak, walaupun itu ciuman yang cepat, tapi Aku merasakannya, rasa dingin kulit Rama yang menyentuh pipiku jelas sangat terasa.
Aku kembali merubah posisi berhadapan. Kupandangi Rama dengan lekat. Ia ikut memberi pandangan yang menusuk bola mataku. Rama memang manis dan tampan. Jantungku semakin berdetak tak karuan. Aku sudah kehilangan kesadaran. Kewarasanku musnah bergantikan hasrat ingin mencumbu Rama.
Kudekatkan bibirku menyentuh bibir Rama, dia hanya diam saja tak menolak kecupan bibirku. Aku semakin liar. Ku singkirkan guling yang membatasi tubuhku dan Rama. Kutarik tubuh Rama menempel ke tubuhku, tanganku nakal membelai lekukan otot tubuh Rama. Lidahku mulai menari di rongga mulut Rama. Kupeluk erat tubuh Rama yang dingin. Tanganku sudah berani meremas bongkahan bokong Rama. Aku melepas baju piyamaku, sehingga otot tubuhku ikut terpampang dan dada bidangku menggesek dada bidang Rama, menimbulkan rasa sengatan yang semakin membuatku bergairah. Ditambah kulit tubuhku yang hangat bertemu kulit tubuh Rama yang dingin.
Jari-jariku mulai menjelajahi garis bokong Rama, kuselipkan satu jari disana, ingin menyeruak kedalam liang senggama Rama. Namun bunyi barang pecah dari bawah membuat aktifitas kami berhenti.
"mm..maaf" lirih Rama menggeser tubuhnya menjauh.
Aku beranjak dari kasur, khawatir jika ada maling yang masuk kedalam rumahku.
"biar gua aja, big" Rama menarik lenganku, "takutnya itu hantu yang lain" ujar Rama, Aku hanya mengangguk.
Rama melompat dari kasur, Ia berjalan cepat menembus pintu.
Aku mengutuk perbuatanku barusan. Menyesal kenapa Aku tidak bisa menahan hasratku ingin mencumbu Rama. Tapi ciumanku dengan Rama barusan sangat menggairahkan. Aku...Aku menyukainya.
"huh, sembarangan masuk rumah orang!" Rama menggerutu. Ia kembali menghempaskan tubuhnya di ranjang.
Aku dan Rama kembali tiduran saling berhadapan.
"siapa? orang apa bukan?" Aku melempar pertanyaan.
"sejenis gua, tapi dia jorok" jawab Rama, "masa idungnya kayak babi"
"babi ngepet kali" selorohku membuat kami tertawa bersamaan.
"bukan, aneh pokoknya, idungnya babi, punya tanduk kayak kambing, terus lidahnya segini" Rama menjelaskan batas lidahnya dengan menunjuk bagian dadanya. Aku malah salah fokus dengan kedua klep ban yang berbentuk bulat dengan kedua dada yang sama menggiurkan, "jelek banget bentuknya"
"terus lu bilang apa sama dia?" tanyaku penasaran.
Rama tersenyum, Ia mempraktekan dengan gerakan tangan, "heh babi"
"babinya jangan kegua juga dong" Aku memotong cerita Rama.
"maksudnya ama yang sijelek tadi" Rama memukul lenganku.
"lu jangan kesini lagi, ini wilayah kekuasaan gua, kalo lu berani kesini, gua sembelih lu buat hidangan natal" Rama bercerita dengan menggemaskan, Rama memang bagus story telling nya.
"terus...terus, dia gimana?" tanyaku, sebenarnya Aku tidak tertarik membahas hantu babi yang dilihat Rama, Aku hanya menyukai saat Rama bercerita.
"katanya gini, iya mas bugil, maaf ya.. salah masuk Rumah" Rama bercerita merubah suaranya seperti sincan, seolah olah menjadi hantu babi yang Ia lihat, "terus dia pergi deh".
"sinchan kali, masa ada hantu kayak babi" celetukku membuat Rama mencubit pipiku.
"nggak percaya banget, jelek pokoknya"
"seumur-umur gua jadi indigay juga cuma lu yang ganteng" timpalku.
"indigo" ralat Rama.
"bukan, gua indigay. Indigo Gay" selorohku membuat Rama terkekeh.
Keadaan senyap sebentar, hanya ada deru nafasku yang kudengar.
"Big" bisik Rama. "boleh tidurnya sambil peluk gua nggak" Rama memalingkan wajah. Ia malu setelah mengatakan itu.
Aku membuka tangan lebar, kancing piyamaku masih terbuka, memberi kode agar Rama masuk dalam pelukanku, "tapi jangan ngadep belakang ya, gua takut ada bambu runcing yang berontak" ujarku tertawa pelan.
Rama tersenyum, Ia menggeser tubuhnya mendekat kearahku. Kupeluk erat tubuh Rama. Anehnya Aku bisa menahan hasratku untuk tidak berbuat lebih. Aku nyaman, sangat nyaman memeluk tubuh Rama yang dingin.
"udah, tidur, besok gua harus kerja" ujarku mencium kening Rama.
Aku rasanya ingin seperti ini terus, Aku tidak mau Rama pergi.