Chereads / INDIGAY / Chapter 4 - 4. Penyelidikan

Chapter 4 - 4. Penyelidikan

Aku dan Rama sudah berada di depan gerbang gudang kosong dibelakang kantorku untuk menunggu kedatangan Fauzan. Setelah jam pulang kantor, Aku langsung menuju kesini. Hari sudah gelap. Tak lama menunggu, mobil bak datang menghampiriku. Itu Fauzan dan anjing besar berwarna hitam terikat di belakang mobil. Fauzan terlihat sangat akrab dengan Fauzan yang satunya lagi.

"wey, kasep" sapa Fauzan menghampiriku. Aku memberinya pelukan sebentar.

"mana dedemit yang minta bantuan maneh?" tanya Fauzan.

Aku tersenyum melihat Rama sedang mengelus kepala anjing hitam yang talinya dipegang Fauzan. Anjing itu tampak menyukai Rama, bahkan pipi Rama dijilat. Guguk kurang ajar, main jilat pacarku sembarangan.

"itu" Aku menunjuk disamping Fauzan, "lagi main ama kembaran maneh"

"siaul, urang guguk dong"

"yuk masuk!" ajakku membuka pintu gerbang.

Gudang besar ini memang kosong, tidak terkunci dan memang benar seram. Aku melihat ada pocong yang sedang bertengger di atap, dan kuntilanak yang sedang berayun di salah satu pepohonan didepan Gudang. Aku sudah mengatakan pada Rama, bahwa Aku akan berpura-pura untuk tidak melihatnya. Hal ini kulakukan untuk menghindari masalah baru, Aku tidak mau ada hantu atau arwah lain yang tahu jika Aku sedang membantu Rama.

"gung, gimana ada berapa banyak han--"

"ssttt..." Aku merapatkan jari telunjuk bibirku memotong ucapan Fauzan, "maneh kan ngerti urang pura-pura nggak liat, jangan ampe mereka sadar kalo urang bisa liat mereka" Aku mengingatkan Fauzan.

Fauzan langsung mengatup mulut tanda mengerti.

"banyak pokoknya, udah mulai aja!" perintahku ke Fauzan.

Fauzan berdecih, "cih, perasaan yang aparat teh urang, tapi disuruh-suruh"

Fauzan yang menggerutu membuat Rama tertawa. Rama pergi meninggalkan kami, menghampiri mba kunti yang sedang berayun di pohon besar. Fauzan mengikuti anjing pelacak yang mulai mengendus seperti mencium sesuatu.

"Gung, mencar wae, urang kaditu, maneh kaditu" Fauzan menunjuk sisi gudang yang berbeda. Aku mengangguk, tidak jadi mengikuti Fauzan. Fauzan juga memberiku senter besar.

Lagipula Fauzan itu pemberani. Pernah dulu saat SMA, Aku melihat wewe gombel yang ada di depan rumah Fauzan. Aku menelpon Fauzan dan mengatakannya. Diluar dugaan. Fauzan malah keluar telanjang bulat sambil berteriak memanggil wewe gombel. Bahkan waktu itu Fauzan mengocok batangnya, membuat wewe gombel ketakutan dan menghilang. Tapi naas, Fauzan yang telanjang malah dipergoki awewek (cewek). Aib termalu bagi Fauzan saat itu.

Aku tertawa mengingatnya, sambil terus berjalan mengitari sisi gudang sebelah kanan. Terus mengedarkan pandangan, sinar senterku menangkap sosok lain. Hampir saja Aku jantungan. Sosok laki-laki yang memiliki alat kelamin besar, tapi dengan bulu lebat serta taring panjang. Aku tahu itu genderuwo. Aku buru-buru mengalihkan pandangan dan berjalan melewatinya, tak kuperdulikan beberapa hantu yang memanggilku. Aku berpura-pura tidak mendengar panggilan mereka.

"agung!!"

Aku mendengar teriakan Fauzan dari arah belakang gudang disertai gonggongan Anjing pelacak. Aku segera berlari menghampiri.

"jan, maneh kenapa?" tanyaku menghampiri Fauzan.

"ini bukan mayatnya?" tanya Fauzan menyorot seonggok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan posisi tengkurap.

Aku tak mau melihatnya. Lututku lemas. Aku sampai bersimpuh tak berdaya diatas tanah. Tidak bisa membayangkan jika tubuh itu benar-benar milik Rama. Aku tidak sanggup. Air mataku sedikit menetes.

"jan, urang teu sanggup, maneh waelah jan" lirihku tak berdaya.

Pundakku dibelai seseorang dari belakang. Aku berbalik, Rama tersenyum seperti berusaha menenangkan. Aku langsung memeluknya, menumpahkan tangisku yang mulai terisak. Rama mengelus punggungku. Aku akan kehilangan Rama. Aku tidak perduli sekalipun dia Hantu. Aku mau Rama tetap disini.

"jangan tinggalin Aku Ram, Aku mau Kamu tetap disini" Aku menciumi tekuk leher Rama. Aku tidak rela dia pergi, "Aku cinta sama Kamu Ram, kumohon!"

Rama meraih wajahku. Ia merengkuh pipi dan menyeka air mataku. Aku mencium tangannya yang dingin, "Aku nggak akan kemana-mana, Aku masih disini, disamping Kamu"

"tapi Kamu bakalan pergi kalau jasad Kamu udah dikubur dengan layak Ram. Aku nggak mau Ram, you're my ghost, dan Kamu pacarku" Aku kembali memeluk Rama erat. Aku tidak rela Ia tinggalkan.

"Kamu ngomong apa sih Big?" tanya Rama kebingungan.

Aku menunjuk kearah mayat yang tergeletak. Rama malah menertawaiku.

"itu bukan Aku" ujar Rama cengengesan.

Aku langsung menarik air mataku, dan membuang wajah dari pandangan Rama. Tengsin. Udah nangis bombay tahunya bukan Rama.

"Makasih my Big" Rama memeluk dan mencium pipiku. "Aku seneng Kamu sekhawatir itu sama Aku" bisik Rama di telingaku.

"hmm... malah nangis-nangisan ama hantu" celetuk Fauzan yang mendengar Aku berbicara sendirian sejak tadi, "jadi ini pacar maneh bukan?" tanya Fauzan.

"orangnya bilang bukan jan" jawabku memeluk hantu bugil yang kucintai disampingku.

"nggak ada tanda-tanda lain, Bleki cuma nyium ini doang" Fauzan berdecak kesal.

"Aku udah tanya sama penunggu disini, katanya nggak ada manusia yang masuk lagi selain kalian berdua malem ini. Terakhir kali ada yang masuk ya cuma laki-laki yang jadi mayat itu, Kita pulang aja, udah malem" Rama menimpali.

"lagian kalo itu Aku, bau mayatku udah pasti busuk, itu seger begitu, mayat baru kali" ujar Rama lagi.

"jan, katanya memang nggak ada disini, pulang aja yuk!" ajakku melirik Fauzan yang membalikkan tubuh si mayat.

"eh bentar, ini mah urang kenal gung, pernah urang pake, boolnya enak ini mah" seru Fauzan, "ah iya, namanya Ardi, dia ngegym di Artist Fitness"

"Ardi" lirih Rama, "kok Aku nggak tau, ada namanya Ardi di Artis Fitness"

"lebih baik kita ke Artis Fitness sekarang!" cetusku, Rama mengangguk.

"jan, kumaha jan?" tanyaku mengalihkan pandangan ke Fauzan.

"kita balik ke depan aja, tar urang hubungin tim urang, maneh kalo mau ke Artist Fitness duluan nggak apa-apa, urang nunggu didepan" Jawab Fauzan.

Kami segera pergi meninggalkan mayat yang tergeletak disana, kembali ke depan gudang. Fauzan terlihat menelpon seseorang, Ia sepertinya menghubungi tim kepolisian, menginformasikan jika ada penemuan mayat. Fauzan akan menunggu didalam mobilnya sampai tim kepolisian datang. Aku memutuskan segera ke Artist Fitnes untuk mencari tahu profil Rama dan juga Ardi. Bagaimana bisa seorang personal trainer seperti Rama dan member seperti Ardi menjadi korban. Pasti ada sesuatu yang terjadi di Artist Fitness. Sekalian Aku akan mendaftar juga dan menyelidiki dari dalam.

"Aku nggak nyesel mati" ucap Rama saat mobilku melaju menuju lokasi tempat bekerja Rama, "Aku justru nyesel kenapa waktu hidup Aku nggak ketemu kamu"

Aku melirik Rama yang tersenyum manis, Aku membelai rambut di kepalanya, lalu kembali Fokus menyetir.

"nanti Aku nyusul" ujarku membuat Rama memukul lenganku.

"jangan aneh-aneh!" bentak Rama, "Aku nggak suka Kamu ngomong gitu, jangan kerdil otaknya, Kamu pikir kalo Kamu mati, udah pasti arwah Kamu bisa ketemu Aku!, Aku aja ngarepin bisa ketemu Bapak sama Ibu tapi nggak ketemu-ketemu" Rama memarahiku.

"Aku nggak akan mau kenal sama Kamu lagi kalau Kamu berani berbuat hal bloon" ancam Rama serius, "Aku udah cukup bahagia kok walaupun sesaat".

"iya, maaf" ujarku mencari parkiran mobil karena kami sudah sampai di Artist Fitness. "Ayo turun!" Aku mulai melepas seatblet di tubuhku dan bersiap membuka pintu.

Rama diam saja, Ia masih duduk di kursi, "janji dulu sama Aku, apapun hasilnya nanti, Kamu harus tetep jadi Agung yang sebelumnya ketemu sama Aku"

Aku tersenyum, berusaha menahan sedikit getir dihatiku. Kupegang dagu Rama, kuberikan kecupan lembut dibibirnya, "Aku janji, My ghost"

Rama tersenyum dan memelukku erat.

Aku berharap, Rama bukanlah arwah penasaran. Aku masih berharap jika Rama adalah jiwa yang tersesat dan tidak tahu dimana raganya. Entahlah apa Aku bisa jika suatu saat Aku kehilangan Rama.

"sebenernya Aku mau minta tolong satu hal lagi sama Kamu Big" Rama tertunduk seperti tak enak ingin mengatakan sesuatu.

Aku kembali memegang dagunya. Aku tidak suka melihat orang yang kusayang muram, "bilang aja apa?" tanyaku lembut.

"Aku...Aku ada adek di kossan, Aku khawatir dia nyariin, apa Kamu bisa bantu jelasin kalo Aku udah mati" wajah Rama semakin muram, pasti Ia sedih meninggalkan adiknya seorang diri.

"abis Aku daftar gym, kita kekossan Kamu" ujarku mengusap rambutnya lagi.

"kamu minta bantuan Daffa aja, Daffa itu temen akrabku, dia juga personal trainer di Artist Fitness" Rama menjelaskan.

Kami turun dari mobil dan pergi menuju bangunan besar yang bertuliskan Artist Fitness di depan gedungnya. Gedung yang dihimpit oleh jejeran ruko.

Setelah didalam ternyata Artist Fitness memang salah satu tempat Gym terbesar di kota ini. Banyak artis dan selebriti ternama yang ada disini. Aku segera menghampiri tempat pendaftaran, mereka menanyai refferensiku. Aku menjawab Daffa seperti yang Rama suruh. Aku disuruh menunggu di ruang tunggu.

Tak lama menunggu, seorang laki-laki gagah menghampiriku. Ia mengenalkan dirinya sebagai Daffa Narendra.

"sorry gung, apa gua pernah ketemu sama lu?" tanya Daffa saat kami duduk bersebrangan dipisahkan meja kecil bundar.

"belum" jawabku singkat. Daffa mengernyitkan dahinya, Ia terlihat kebingungan.

"terus, lu tau gua dari siapa?"

Aku melirik Rama yang duduk di tangan kursiku, bokong sexy pacar baruku ini menyentuh lenganku. Rama mengangguk, pertanda setuju untuk menceritakan semuanya.

"dari Rama" jawabku.

Mata Daffa membulat, Dia seperti orang terkejut, "sss....serius, Ram...Rama?"

"dimana Rama?, lu kenal darimana? kenapa Rama nggak pernah cerita tentang lu?" Daffa menghujaniku beberapa pertanyaan.

"lu percaya nggak kalo gua bilang Rama ada disamping gua"

Daffa semakin kebingungan mendengar apa yang dikatakan olehku, "jangan becanda, gua udah seminggu lebih nggak ketemu Rama, udah gua cari ketempat yang sering Rama kunjungi, tapi semua nggak ada yang tau dimana Rama"

"jujur ama gua, lu siapa?" tanya Daffa sedikit meninggikan nada bicaranya.

"apa lu belum pernah punya temen yang bisa liat hantu atau arwah?" Aku membalikkan pertanyaan.

"nggak mungkin" lirih Daffa, "lu becanda kan!"

Aku merubah posisi dudukku, sedikit menarik penisku yang salah arah karena bokong hantu bugil ini menggesek bulu lenganku.

"bilang aja kalo Daffa pernah punya tahi lalat di kulup tititnya, makanya Daffa yang kristen terpaksa sunat" timpal Rama.

Aku mendelik, jelas Aku cemburu. Hantuku tahu bentuk penis orang lain, "kok kamu tau Daffa ada tahi lalat di titit? kamu pernah ngapain sama dia?" sergahku. Aku tidak suka mendengarnya.

"nggak sengaja, beneran Aku nggak pernah megang titit cowok lain, bahkan cuma kamu yang pernah cobain bokong Aku" Rama menjelaskan.

"lu ngomong ama siapa?" Daffa menimpali di sela kebingungannya, "kk..kok lu tau gua ada tahi lalat di bagian itu gua?"

"temen lu yang bilang, lu ngapain ngeliatin titit lu sama Rama" ketusku.

Rama mendudukiku menghadap kearahku, tangannya mengalung di leherku, menghalangi pandangan mataku untuk memelototi Daffa, "dibilangin nggak sengaja, waktu itu celana training Daffa robek, dia nggak pake sempak, bukan cuma Aku yang liat, semua personal trainer disini tau kok"

"Kamu kalo marah Aku gesek" ancam Rama meliukkan badannya.

Aku melingkarkan tangan di pinggangnya, "iya Aku percaya" ujarku, "jangan kemana mana, kayak gini aja!"

"kalo emang Rama disini, coba tanya apa makanan yang diam diam gua suka, cuma Rama yang pernah mergokin gua makan itu" Daffa menantangku meminta bukti.

"My ghost apaan?"

"torpedo kambing" jawab Rama cekikikan di pangkuanku.

"lu suka makan titit kambing, gila lu Daf" selorohku ikut tertawa.

Daffa tertunduk malu, tapi raut wajahnya langsung berubah sedih, "jadi....sohib gua udah meninggal" Ia menangis. Itu tangis yang tulus. Aku merasakan kehilangan yang Daffa rasakan.

Rama ikut menangis dipelukanku, Ia membenamkam wajahnya, tak mau melihat Daffa.

"apa Rama denger gua?" tanya Daffa terisak.

"iya, lu ngomong aja, nanti gua jadi perantara" jawabku ikut prihatin dan membelai rambut Rama yang ikut menangis.

"Ram... gua kangen Ram. Lu satu-satunya sahabat gua sejak kecil. Gua udah cari lu kemana-mana, kenapa lu ninggalin gua sih Ram, gua harus ngadu ama siapa lagi Ram kalo bukan sama lu, kita...kita sama sama yatim piatu, nggak punya siapa-siapa disini, lu yang selalu nguatin gua. Terus siapa yang bakal jagain Vian. Adik lu masih butuh lu Ram, maafin gua yang bisanya cuma nyusahin lu" Daffa semakin terisak, begitu juga Rama. Persahabatan mereka bisa kurasakan tulus seperti Aku dan Fauzan.

"Daf, kalo lu kayak gitu, yang ada Rama makin sedih, lu harus bantu Rama nemuin jasadnya" ujarku berusaha menenangkan.

"jasad, mm..maksudnya?" Daffa kebingungan.

"jasad Rama ilang, Rama nggak tau dimana, tiba-tiba dia kebangun dan udah jadi arwah" jelasku dengan pelan masih memeluk Rama.

"ya tuhan" Daffa menangis semakin terisak, "orang sebaik itu siapa yang nyelakain, kenapa... kenapa ada yang tega sama Rama"

"lu harus bantuin gua Daf, Rama sayang sama lu, udah kayak sodaranya sendiri"

"iya, gua akan bantuin, Rama memang sodara buat gua, dia bukan temen" ujar Daffa menghapus air matanya sendiri.

Kulihat Daffa sedikit tenang. Ia mengatur nafasnya perlahan, "apa lu kenal Ardi?" Aku melontarkan pertanyaan lagi.

"Ardi.." Daffa seperti mengingat sesuatu, "Apa maksudnya Ardi member Gym sini, kalo iya, gua kenal"

"gua PT(Personal Trainer) Ardi, kenapa?" tanya Daffa.

"Ardi juga mati" jawabku membuat Daffa tercengang, "menurut gua ada kaitannya sama kasus Rama, dan aneh aja kenapa korban yang dicari dari tempat Gym ini"

"ss.... sebenernya ini Gym.." Daffa mendadak diam tidak melanjutkan ucapannya.

"ini Gym kenapa?" tanyaku penasaran

"cuma kedok, ini Gym khusus perkumpulan Gay, dan Rama nggak tahu tentang itu, karena gua yang ngajak Rama kerja disini" Daffa memberi pengakuan.

Daffa kembali meneteskan air matanya, Bibir Daffa lirih berkata lagi "Ram... Maafin gua ya Ram, ini salah gua"

"udah Daf" Aku memeluk Rama erat, Ia tak mau bicara apapun, Ia hanya menangis didalam pelukanku, "gak ada yang perlu disesalin, yang penting sekarang, lu bantu gua dari sini aja, lu kabarin gua kalo ada yang aneh, gua yakin kayaknya bakal ada korban lain dari tempat ini"

Daffa mengeluarkan handphonenya, "gua minta nomer lu"

Aku menyebutkannya dan Daffa mencoba mengetes panggilan telepon membuat hp ku bergetar di saku celana.

"itu nomer gua" ujar Daffa mulai tenang. "makasih ya gung, lu udah mau bantuin arwah sodara gua".

Aku mengangguk, sedikit lega juga karena ada Daffa yang membantu dari sini, jadi Aku tidak perlu masuk dan terjerumus ke sarang Gay berkedok Gym ini. Aku memang Gay, tapi Aku tidak menyukai komunitas perkumpulan yang isi otaknya hanya selangkangan dan Orgy beramai-ramai. Aku memegang teguh keromantisan bercinta dengan laki-laki yang kucintai. Seperti yang kulakukan dengan Rama. Oleh sebab itu selama ini Aku menjadi gay yang independent, tidak suka berpetualang mencari kenikmatan, ada ya syukur, tidak ada ya sudah. Siapa yang menyangka Aku memdapatkan tipikal laki-laki yang kuidam-idamkan, sekalipun laki-laki ini hantu.

"kalo gitu gua pamit Daf" ujarku melepas pelukan Rama.

"Aku nggak kuat gendong Kamu, sadar diri badan Kamu gede" ledekku mencolek hidung Rama.

Tangis Rama menyusut, berganti bibirnya yang cemberut, "kayak Kamu nggak gede aja" timpalnya beralih dari pangkuanku.

Aku berdiri dan segera meninggalkan Daffa.

"Gung.." panggil Daffa saat Aku ingin membuka pintu ruang tunggu, membuatku menoleh lagi ke arah Daffa, "biarpun ini tempat kumpulnya Gay, gua berani sumpah, Rama nggak pernah diapa-apain, gua selalu jagain dia disini"

Aku tersenyum. Aku percaya apa yang dikatakan Daffa. Rama sudah memberiku bukti saat ia menyerahkan dirinya untuk kugagahi, pandangan Rama tulus.

Aku meninggalkan Artist Fitness, kembali menuju ke mobilku sambil menggandeng tangan My Naked Ghost.

"kita ke kossan kamu ya!" ujarku membukakan pintu mobil untuk Rama.

"Aku bisa nembus, ngapain dibukain coba" gerutu Rama.

Aku memeluk dan megecup bibir Rama didepan pintu mobil, "Aku nggak mau Kamu ilang-ilangan, nggak mau kamu nembus pintu sesuka Kamu, Aku mau Kamu bersikap normal seperti manusia pada umumnya"

Rama memelukku lebih erat, Ia kembali mengalungkan tangan dileherku, "Aku ini hantu" ujarnya.

"Aku nggak peduli, yang Aku peduli...Aku cinta sama Kamu"

Rama menempelkan bibirnya, tubuh dingin Rama semakin kupeluk erat dan melumat ranum bibir yang telah membuatku gila.

"astaga pak! masa nyium pintu mobil"

Aku menoleh kesuara tersebut, laki-laki berpakaian seragam seperti karyawan parkiran itu menegurku dan berlalu pergi.

"aneh-aneh aja fantasi sex orang sekarang, masa ngeue ama pintu mobil" masih kudengar gumaman laki-laki itu.

Aku berdecih, "cih...dia nggak tau aja Aku lagi nyium My Naked Ghost, makanya jadi Indigay" gerutuku membuat Rama tertawa.

"kita ke kossanku besok aja, besok kan weekend" ujar Rama, "nggak ada salahnya kan, Aku manfaatin kesempatan dan waktu untuk jalan sama pacar manusiaku"

"jelas, Kamu bakal nemenin keseharianku besok" ujarku kembali mengeratkan pelukan, "terus malam ini kita kemana? kan besok weekend" tanyaku memandang wajah manis pacarku yang seorang hantu.

Rama membelai dasiku hingga kebawah, sesampainya di bongkahan selangkanganku, Ia meremasnya. Huh...Getarannya dahsyat.

"Aku mau..... semalem suntuk diatas kasur sama Kamu, Aku mau tau, seberapa kuat manusia ngelawan hantu" Rama tersenyum menggoda.

"lets do it, siapa takut, Aku bakal bikin kamu kapok karena nantangin manusia kayak Aku" Aku menyeringai.

Hmm.... Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk kembali bercinta dengan hantu bugil milikku satu-satunya.