Chereads / Imperfect Boyfriend / Chapter 19 - Sesal dalam Diam

Chapter 19 - Sesal dalam Diam

"Sayang, keren banget hotelnya," ucap Abel sambil menjatuhkan diri di tempat tidur super empuk.

Kain super lembut yang digunakan untuk menutup kasurnya bahkan mampu membius siapa pun yang merebahkan diri di sana supaya cepat-cepat tertidur.

Belum lagi desain interior yang kekinian, sangat memanjakan mata.

Dani duduk di tepi ranjang, memperhatikan tingkah gemas sang kekasih. Melihat kelakuan manjanya itu membuat Dani menelan kasar saliva. Bagaimana tidak? Sebagai pria normal, ia merasakan sensasi berbeda saat melihat gadis itu dengan posisi telentang di sampingnya.

"Kamu kenapa?" tanya Abel seraya tersenyum malu-malu.

"Aku cinta kamu," sahut Dhani.

Detak jantung yang tidak bisa dikendalikan itu membuatnya berkeringat. Begitu juga dengan Abel, gugup sekali ketika sang kekasih mendekatkan wajah hingga napas mereka terasa sangat dekat.

Star Night hotel yang memiliki 142 kamar itu menjadi tempat penginapan yang paling diminati di kota Surabaya. Hotel tersebut menawarkan kualitas pelayanan yang tinggi, pemandangan dari rooftop yang dilengkapi kolam renang di Star Night hotel akan memanjakan mata setiap pendatang. Bila kalian tidak ingin berenang pun, di sepanjang rooftop hotel dengan pemandangan kota Surabaya yang indah ini juga disediakan banyak kursi santai yang cocok sebagai tempat berbincang sambil menikmati keindahan city view.

Pendatang juga dapat menikmati cocktail ataupun mocktail pada malam hari di area bar-nya yang mewah dan gemerlap. Jika fasilitas hiburan di hotel dengan city view terbaik di Surabaya ini tidak cukup, kalian juga bisa jalan-jalan ke Tama Permata yang hanya berjarak 3 km saja, ataupun Plaza Mall yang berjarak 10 km dari hotel.

Menempati kamar nomor 48 dari 142 kamar hotel Star Night merupakan pengalaman menarik bagi Abel. Meskipun di Jakarta sering keluar-masuk hotel ternama, tapi kali ini mereka berada di kota berbeda. Tentu saja dengan pengalaman yang berbeda.

Nafas mereka beradu di bawah terangnya lampu kamar. Menikmati sentuhan-sentuhan menakjubkan yang terasa memabukkan. Memang, bukan kali pertamanya bagi Abel menerima kehangatan seperti itu dari Dani. Akan tetapi malam itu, sesuatu yang sangat dia jaga selama ini telah Dani dapatkan.

Hal yang selama ini Dani inginkan darinya akhirnya tercapai. Memadu cinta bersama gadis, dan bukan dengan wanita yang telah menjadi istri sahnya.

Entah mengapa malam itu ia tidak bisa menjaganya lagi. Dia juga sadar, kala rasa sakit menguasai mahkotanya akibat perbuatan sang kekasih. Namun ada rasa lain yang juga membuatnya tidak mampu menolak. Suara-suara aneh pun lolos begitu saja dari bibir keduanya. Melepas rasa yang tak bisa diungkap dengan kata-kata.

Hingga hasrat telah tuntas, mereka berdua sama-sama terlelap di bawah selimut yang sama. Mendatangi alam mimpi yang semoga bisa bertemu kembali dengan cerita yang lebih indah.

***

Pagi harinya, Abel membuka mata saat ingin membuang air kecil. Dia meringis merasakan ngilu di sekujur tubuhnya, tapi tetap dipaksakan karena sudah tidak tahan lagi ingin segera buang air kecil.

Dia menyeret kaki perlahan menuju kamar mandi, membawa tubuh mulusnya yang hanya berbalut selimut tipis. Segala rasa kini bercampur dalam hatinya, bahagia, menyesal, kecewa karena Dani tega mengambil mahkotanya. Tiba-tiba dada gadis itu terasa sesak akan semua penyesalan.

Abel menyalakan keran air dan duduk di bawah guyuran air shower yang mengalir deras. Air mata luruh begitu saja saat mengingat kejadian semalam. Antara sedih dan bahagia, terasa membingungkan.

Namun ia segera menyimpan kesedihannya kembali. Bagaimanapun menyesalnya, hal itu sudah terjadi, dia hanya harus menyimpan rahasia dengan baik-baik. Tubuh Abel mulai merasakan dingin, ia lantas mandi dan segera mengenakan pakaian semalam.

Sementara pria yang telah bercinta dengannya masih terlelap di atas ranjang. Air mata masih sesekali mengaliri pipinya yang memerah. Abel cukup menyesal akan kejadian menyenangkan semalam, hingga memutuskan untuk meninggalkan Dani pagi itu juga.

Ketika disibakkan selimut tebal yang sebagian terjatuh ke lantai, Abel mendapati handphonenya, juga noda merah di atas sprei mocca yang sudah mengering. Lagi-lagi, dadanya terasa nyeri melihatnya.

"Sayang, maaf, tapi aku harus pergi sekarang. Aku malu jika harus bertatap muka denganmu pagi ini. Sepertinya aku akan langsung kembali ke Jakarta, jaga diri baik-baik. Aku mencintaimu. Kirimkan aku kabar, aku selalu menunggu." Abel mengetik sebuah pesan untuk Dani sebelum meninggalkan hotel.

Kemudian, beranjak dari kamar ternyaman yang pernah ia rasakan. Meninggalkan seorang pria dengan tubuh berisi di dalam sana, yang masih asyik bersama mimpinya.

Pagi itu juga Abel kembali ke hotel Sanjaya, menjemput Lia sebab ingin mengajaknya kembali ke Jakarta. Meskipun banyak pertanyaan terlontar dari Lia, tapi Abel masih belum bisa menjawab. Ia masih trauma akan kejadian semalam. Abel hanya ingin tenang dan menyesali semuanya dalam diam.

Hangat menjalar di seluruh tubuh Dani ketika sinar mentari pagi menerobos masuk ke kamar hotelnya. Dia menggeliat pelan, seraya meraba-raba sekitar. Seketika membuatnya terpaksa membuka mata saat tak menemukan sosok Abel di samping ia tidur.

Masih dengan kelopak mata yang berkedip-kedip, Dani melempar pandangan ke seluruh ruangan. Namun tetap saja tak ia temui sosok gadis cantik di dalam sana. Kemudian dia menuju kamar mandi, dan ternyata sama saja tidak menemukannya.

Laki-laki itu memasang raut cemas seraya mencari handphone guna menghubungi sang kekasih. Kenyataan pahit rupanya telah menunggu, dia membaca pesan singkat yang Abel kirim satu jam lalu. Jelas saja membuatnya semakin frustasi.

Seharusnya pagi itu mereka bangun bersama, saling bermanja sejenak sebelum membersihkan diri. Kemudian sarapan dengan menu masakan terlezat yang disediakan hotel tersebut, lalu pergi berbelanja sebelum Dani pulang ke rumahnya.

Namun semua itu hanyalah sebuah hayalan. Abel justru membuatnya menyesal karena tidak sempat mengucapkan terima kasih atas keindahan yang terjadi semalam.

Akhirnya Dani meninggalkan hotel dengan perasaan gundah. Terlebih lagi pesannya belum Abel balas dan panggilannya pun diputus secara sepihak.

***

Dani sudah menduga akan mendapat pertanyaan panjang dari sang istri begitu ia pulang. Wanita cantik yang berdiri di depan pintu masuk rumahnya kini sedang berkacak pinggang dengan tatapan tajam yang siap mengintimidasinya.

Pria itu mengusap wajahnya secara kasar saat memperhatikan raut kesal sang istri dari dalam mobil. Jujur saja, ia belum siap mendengar celotehan Rindu sebab hati dan pikirannya masih kacau karena Abel.

Namun mau bagaimana lagi? Bukannya lebih buruk jika seharian ia harus di dalam mobil itu? Dia akhirnya keluar, berjalan menunduk seperti orang linglung menghampiri sang istri.

***

Kereta api terus melaju menuju Ibukota. Jejaknya meninggalkan penyesalan mendalam bagi Abel. Dia merenung sepanjang jalan, membuat Lia menatapnya heran.

"Ada masalah?" tanya Lia dengan mulut penuh keripik.

Abel menggeleng kecil, tanpa ekspresi.

"Lo tadi pagi dari mana, sih?" tanyanya lagi.

Bersambung ...