"Siapa yang akan mengenali jenazah ini? Mbak, atau, Bapak?" tanya Pak Adit. Saat dia menghentikan langkah kakinya, di tempat tidur yang terletak paling tengah.
"Saya saja, Pak Adit. Insyaallah saya kuat, bismillaah ..." jawab Pak Haji Ibrahim sambil berjalan mendekati Pak Adit.
"Baiklah kalau begitu," sahut Pak Adit.
Kemudian dia membuka kain putih penutup wajah jenazah. Lalu Pak Haji Ibrahim melihatnya beberapa detik. Setelah itu dia langsung menetaskan air matanya, sambil beristighfar berulang kali.
"Astaghfirullah alaziim! Astaghfirullah alaziim! Rembulan... kasihan sekali nasibmu, Nak ..." desis Pak Haji Ibrahim di sela isak tangisnya.
"Sebaiknya sekarang, kita semua keluar dari ruangan ini. Karena saya rasa, pengenalan jenazahnya sudah cukup, begitukan, Pak Haji?" ajak Sersan Hasan sambil merangkul pundak Pak Haji Ibrahim.
"Iya benar, Pak Polisi. Saya sudah bisa mengenali, ini memang jenazah putri saya, Rembulan!"
"Innalillahi wa innalillahi rojiun! Kak Rembulan ..." seru Aliza kembali menangis.
Dengan tubuh bergetar di selimuti kesedihan. Kemudian dia memeluk tangan Seroja, yang berdiri di sampingnya. Untuk membantu menopang tubuhnya yang terasa lemas seketika. Akhirnya mereka semua berjalan keluar dari kamar mayat tersebut.
Pak Haji Ibrahim duduk di bangku panjang terbuat dari kayu, yang terdapat di samping kamar mayat. Yang sepertinya memang disediakan untuk para pengunjung yang sedang menunggu.
"Kami turut berdukacita, Pak Haji. Insyaallah, almarhumah menjadi ahli surga. Nanti jika Pak Haji sudah tenang. Saya minta tolong, untuk menanda tangani surat pernyataan mengenai jenazah putri Bapak ini di ruang kantor saya," ucap Pak Adit.
"Kalau begitu, sekarang saja, Pak Adit. Biar semuanya cepat selesai. Kapan jenazah anak saya akan di antar ke rumah, sehingga bisa segera kami makamkan?" jawab Pak Haji Ibrahim sambil bertanya.
"Setelah otopsi yang sedang dilakukan selesai, Pak Haji, paling besok atau lusa!" jawab Pak Adit.
Kemudian mereka semua berjalan bersama, menuju ke ruang kantor Pak Adit. Yang letaknya berdampingan dengan kamar mayat, untuk menyelesaikan proses administrasi.
***
Saat azan ashar berkumandang, Pak Haji Ibrahim, Aliza dan Seroja, sudah tiba di rumah. Dengan diantara oleh Sersan Hasan dan Sersan Watimena dengan menggunakan mobil Polisi.
Setelah itu mereka masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Pak Haji Ibrahim dan Aliza langsung mengerjakan ibadah salat ashar. Sedangkan Seroja merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil memeluk guling. Di dalam pikirannya sedang menyusun sebuah rencana, untuk membalaskan dendam atas kematian kembarannya Rembulan.
"Sekarang, aku sangat merasa beruntung sekali, karena pernah mempelajari ilmu hitam dari almarhumah Ibuku dulu. Sehingga aku bisa menggunakannya sebagai alat untuk membalaskan semua dendam ini. Semua lelaki yang telah melakukan kejahatan, terhadap diri Rembulan. Tidak bisa dibiarkan begitu saja! Mereka harus menerima karma, atas kejahatan yang telah mereka lakukan! Tetapi aku tidak bisa melakukan semua pembalasan tersebut di rumah ini. Sebab aura putih di rumah ini terlalu kuat. Lagi pula, jika aku merapalkan mantra juga memasang sesajen di rumah ini, untuk memanggil makhluk ghaib. Pasti akan ketahuan nanti, oleh seluruh penghuni rumah. Dan, aku tidak mau hal tersebut terjadi. Aku yakin, Bapak tidak akan mendukung, apa yang aku lakukan. Sebab ilmu hitam yang dimiliki oleh almarhumah ibu dulu, yang membuat mereka berpisah. Sekarang, sebaiknya aku harus mencari rumah kontrakan, untuk dijadikan sebagai tempat memulai semua balas dendam ini!" gumam Seroja berbicara sendiri di dalam hatinya.
Lalu dia mengambil HP dari dalam tasnya. Kemudian mulai mencari informasi rumah kontrakan, melalui aplikasi yang terdapat di HP nya tersebut. Beberapa saat kemudian, senyum kebahagiaan merekah dari bibirnya.
"Aha! Akhirnya aku menemukan, sebuah kontrakan yang cocok untukku tempati! Letak rumah kontrakan ini, agak berjauhan dengan rumah lainnya. Sehingga membuat aku leluasa untuk melakukan sesuatu. Sebaiknya sekarang juga, aku akan pergi ke pemilik kontrakan tersebut!"
Setelah berkomunikasi dan membuat perjanjian, dengan pemilik rumah kontrakan yang bernama Pak Kamil. Lalu Seroja bangkit dari tempat tidurnya. Kemudian mengambil tas slempang miliknya dan berjalan keluar rumah. Di ruang makan dia berpapasan dengan Mbok Jum, yang sedang merapikan makan malam.
"Mau ke mana, Mbak Seroja?" tanya Mbok Jum menyapa.
"Aku mau pergi menemui teman aku dulu ya, Mbok. Kebetulan dia sudah terlebih dahulu datang ke Jakarta, sudah lama aku tidak berjumpa dengannya. Nanti jika Bapak bertanya tolong beritahukan. Teman aku ini ingin mengajak berbisnis, mungkin aku pulang agak malam nanti. Aku berangkat sekarang, Mbok Jum!" pamit Seroja terus melanjutkan langkah kakinya.
"Hati-hati di jalan, Mbak Seroja!" seru Mbok Jum berpesan penuh rasa khawatir.
"Baik, Mbok Jum!"
Sambil berdiri di depan pagar rumah, Seroja langsung memesan ojek online. Untuk mengantarnya ke alamat rumah kontrakan yang dimaksud. Hanya menunggu beberapa menit. Akhirnya ojek online tersebut datang, lalu mereka langsung berangkat.
Ternyata lokasi rumah kontrakan, berada tidak terlalu jauh. Hanya kurang lebih selama tiga puluh menit, mereka sudah tiba di alamat yang dituju. Setelah membayar ongkos sesuai tarif yang berlaku. Seroja berjalan dengan yakin, menuju ke rumah pemilik kontrakan.
Tok ... tok ... tok!
"Permisi, assalamu'alaikum!"
"Waalaikumsalam!"
Terdengar suara seorang perempuan menjawab salam dari dalam rumah. Tidak berapa lama kemudian pintu dibuka. Terlihatlah wajah seorang wanita separuh baya, mengenalkan jilbab berwarna putih. Sambil tersenyum ramah muncul dari balik pintu.
"Selamat malam, Bu. Perkenalkan, nama saya Seroja, saya mahasiswi yang tadi menghubungi. Saya berniat untuk mengontrak rumah, milik Pak Kamil," tutur Seroja memperkenalkan dirinya.
"Oh ya, silahkan masuk, Nak. Kebetulan Bapak sudah menunggu sejak tadi. Sambil duduk tunggu sebentar, saya panggilkan Bapak," ucap Ibu tersebut mempersilahkan, kemudian masuk ke dalam rumah.
Tidak berapa lama kemudian, dia kembali bersama seorang lelaki. Lalu mereka berdua duduk di hadapan Seroja.
"Kenalkan, saya Pak Kamil pemilik kontrakan, dan ini istri saya Khodijah. Mbak yang bernama Seroja, yang tadi menghubungi saya?"
"Iya benar, Pak!"
"Kalau begitu, kita langsung saja melihat rumah kontrakannya, tidak terlalu jauh kok dari rumah saya ini. Letaknya hanya sedikit di belakang," ajak Pak Kamil.
"Baik, Pak!" sahut Seroja menyetujui.
"Tunggu sebentar ya, Bu. Bapak mau mengantarkan Mbak Seroja, ke rumah kontrakan dulu."
"Iya, Pak!" jawab istrinya sambil tersenyum mengerti.
Kemudian Seroja dan Pak Kamil berjalan bersama, menuju rumah kontrakan yang dimaksud. Setelah berjalan beberapa meter, melewati gang kecil di samping rumah Pak Kamil. Akhirnya mereka tiba di rumah kontrakan tersebut.
Setelah melihat sekeliling, juga bagian dalam rumah. Seroja merasa cocok sekali, dengan rumah kontrakan ini. Dia langsung membayar sejumlah uang yang sudah disepakati, sebagai harga dari sewa kontrakan tersebut.